Sukses

KPK Sebut Perlu Pendampingan Pengelolaan Dana Otsus di Papua Barat

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan pentingnya pendampingan dan pengawasan tata kelola pemerintah daerah (Pemda) di wilayah Papua Barat agar pengguna dana otonomi khusus berjalan maksimal.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan pentingnya pendampingan dan pengawasan tata kelola pemerintah daerah (Pemda) di wilayah Papua Barat agar pengguna dana otonomi khusus berjalan maksimal.

"Meningkatkan kesejahteraan masyarakat di wilayah Papua Barat melalui peningkatan kualitas pengelolaan dana otonomi khusus sehingga Pemda harus didampingi dan diawasi," kata Ketua Satuan Tugas Koordinasi Supervisi Pencegahan Wilayah V KPK, Dian Patria, di Manokwari, Sabtu (5/6/2021).

Ia mengatakan, pada koordinasi dan supervisi KPK ada delapan indikator pemda yakni perencanaan penganggaran, PBJ, izin, APIP, manajemen ASN, penerimaan daerah, aset, dan dana desa.

Bagi KPK indikator ini sebagai pintu masuk untuk membaca suatu pemda. Apabila skornya rendah biasanya bukan hanya masalah teknis, tapi ego sektoral dan tidak ada komunikasi.

Atas capaian skor itu, dia menyimpulkan, tetap yang utama integritas pimpinan. Bahwa sistem apapun yang dibangun harus dibarengi dengan kepemimpinan yang berintegritas.

“Jadi bicara Monitoring Center for Prevention atau MCP pada 2020 rata-rata untuk 14 Pemda di Papua Barat skornya 37,40 atau di bawah rata-rata nasional," ujarnya seperti dikutip dari Antara.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Fokus Pendampingan KPK

"Belum dapat bersaing dengan daerah yang lain. Bagi kami bukan masalah besar kecilnya. Yang penting aktif dan terbuka. Sampaikan masalahnya lalu kita berdiskusi bersama-sama untuk solusinya,” kata dia.

Ia mengatakan, salah satu yang menjadi fokus pendampingan KPK di daerah dengan Pemda adalah dana otsus dan penerimaan pajak mengingat di daerah Papua dan Papua Barat kapasitas fiskalnya rendah. Belum lagi banyaknya ketidakpatuhan yang dilakukan oleh para pelaku usaha.

“Jadi dalam hal pendampingan Pemda, kami tidak mau terjebak dalam hal administratif dan disibukkan dengan hal-hal seremonial sehingga melupakan substantifnya. Jadi harus berdasarkan fakta lapangan,” Dian menandasi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.