Sukses

4 Teguran Kementerian PPPA Terkait Sinetron Pernikahan Anak

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga menilai, tayangan sinetron menampilkan cerita soal pernikahan anak berusia 15 tahun merupakan bentuk pelanggaran konten.

Liputan6.com, Jakarta - Tayangan sinetron yang menampilkan cerita soal pernikahan anak berusia 15 tahun di salah satu televisi swasta menjadi kontroversi masyarakat dan sorotan berbagai pihak. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) pun angkat bicara.

Menteri PPPA Bintang Puspayoga menilai, tayangan sinetron yang menampilkan cerita soal pernikahan anak berusia 15 tahun di salah satu televisi swasta, merupakan bentuk pelanggaran konten yang tidak sesuai dengan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3&SPS).

"Konten apapun yang ditayangkan oleh media penyiaran jangan hanya dilihat dari sisi hiburan semata, tapi juga harus memberi informasi, mendidik, dan bermanfaat bagi masyarakat, terlebih bagi anak. Setiap tayangan harus ramah anak dan melindungi anak," kata Bintang dalam keterangan tertulis resmi diterima, Kamis, 3 Juni 2021.

Bintang mendesak, acara hiburan seharusnya bisa mendukung semangat pemerintah dalam upaya pemenuhan hak anak dan demi kepentingan terbaik bagi mereka.

Kemudian ditambahkan Deputi Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar memaparkan, dari hasil telaah yang dilakukan, pihaknya menemukan sejumlah aspek pelanggaran dalam produksi sinetron bercerita soal pernikahan anak berusia 15 tahun.

Berikut sederet teguran Kementerian PPPA terkait sinetron yang menampilkan pernikahan anak, dihimpun Liputan6.com:

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Menteri PPPA Harap Setiap Tayangan Ramah Anak

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga menilai, tayangan sinetron menampilkan cerita soal pernikahan anak berusia 15 tahun di salah satu televisi swasta, merupakan bentuk pelanggaran konten yang tidak sesuai dengan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3&SPS).

"Konten apapun yang ditayangkan oleh media penyiaran jangan hanya dilihat dari sisi hiburan semata, tapi juga harus memberi informasi, mendidik, dan bermanfaat bagi masyarakat, terlebih bagi anak. Setiap tayangan harus ramah anak dan melindungi anak," kata Bintang dalam keterangan tertulis resmi diterima, Kamis, 3 Juni 2021.

Bintang mendesak, acara hiburan seharusnya bisa mendukung semangat pemerintah dalam upaya pemenuhan hak anak dan demi kepentingan terbaik bagi mereka.

Sebab menurut Bintang, pemerintah saat ini tengah berjuang keras mencegah pernikahan usia anak, sehingga setiap media dalam menghasilkan produknya yang melibatkan anak, diharap tetap berprinsip pada pedoman perlindungan anak mendasari semua upaya perlindungan anak.

"Sangat disayangkan sinetron tersebut tidak memerhatikan prinsip pemenuhan hak anak dan perlindungan anak. Setiap tayangan harus tetap menghormati dan menjunjung tinggi hak anak-anak dan remaja, dan wajib mempertimbangkan keamanan dan masa depan mereka," tegas dia.

 

3 dari 5 halaman

Lakukan Koordinasi dengan KPI

Bintang mengatakan, kementeriannya saat ini sudah melakukan koordinasi dengan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).

Dia mendesak agar KPI segera mengusut tindakan rumah produksi yang membuat cerita tersebut untuk diedukasi.

"Kemen PPPA dan KPI juga sepakat dalam waktu dekat akan segera melakukan pertemuan dengan rumah produksi untuk memberikan edukasi terkait penyiaran ramah perempuan dan anak," tandas Bintang.

 

4 dari 5 halaman

Temukan Sejumlah Aspek Dugaan Pelanggaran

Senada, Deputi Perlindungan Khusus Anak Kementerian PPPA Nahar memaparkan, dari hasil telaah yang dilakukan, pihaknya menemukan sejumlah aspek pelanggaran dalam produksi sinetron bercerita soal pernikahan anak berusia 15 tahun.

"Terkait peran istri dalam sinetron ini yang diperankan seorang pemain usia anak, hal ini adalah bentuk stimulasi pernikahan usia dini yang bertentangan dengan program pemerintah khususnya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan," ujar Nahar dalam keterangan tertulis diterima.

Nahar menilai, sinetron tersebut juga memperlihatkan kekerasan psikis berupa bentakan dan makian dari pemeran pria serta pemaksaan melakukan hubungan seksual terhadap sosok anak di bawah umur.

"Adegan dalam sinetron tersebut dinilai mempromosikan kekerasan psikis dan seksual terhadap anak yang bertentangan dengan Pasal 66C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak," ucap dia.

 

5 dari 5 halaman

Bisa Pengaruhi Masyarakat Luas dan Timbulkan Pikiran Toxic

Nahar mengingatkan, tayangan tersebut berisiko memengaruhi masyarakat untuk melakukan perkawinan usia anak, kekerasan seksual, dan tindak pidana perdagangan orang (TPPO).

Sebab, kata dia, dalam adegan sinetron diceritakan bahwa sang anak di bawah umur sebagai pemeran utama dinikahkan dengan alasan untuk membayar utang keluarga.

"Jika nanti ditemukan kasus serupa di lapangan dan setelah digali peristiwa tersebut merupakan bentuk imitasi dari tayangan yang disiarkan TV terkait, maka pihak stasiun TV terkait itu dapat dipidanakan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku," terang Nahar.

Nahar meyakini, tayangan dalam sinetron tersebut secara tidak langsung akan memengaruhi kondisi psikologis masyarakat dan menimbulkan Toxic Masculinity di pikiran masyarakat yang menonton sinetron tersebut.

"Akan terbangun konstruksi sosial di masyarakat bahwa pria identik dengan kekerasan, agresif secara seksual, dan merendahkan perempuan," dia menandasi.

 

(Syauyiid Alamsyah)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.