Sukses

Kasasi Jaksa Kasus Jerinx Ditolak, ICJR: MA Perlu Koreksi Penerapan Hukumnya

Menurut ICJR, terdapat permasalahan norma mendasar dalam Pasal 28 ayat (2) UU ITE yang diterapkan untuk Jerinx, khususnya soal IDI yang dalam kasus ini dianggap sebagai korban ujaran kebencian dan masuk dalam penafsiran antargolongan.

Liputan6.com, Jakarta - Jaksa Penuntut Umum (JPU) kasus I Gede Aryastina alias Jerinx mengajukan permohonan kasasi atas putusan Pengadilan Tinggi Denpasar lantaran turunnya hukuman pidana yang dijatuhkan kepada pentolan band Superman Is Dead (SID) itu, dari sebelumnya 1 tahun 2 bulan penjara menjadi 10 bulan. Hasilnya, pada Mei 2021 Majelis Kasasi Jerinx pun menolak permohonan JPU.

Direktur Eksekutif ICJR Eramus AT Napitupulu menghormati putusan tersebut. Hanya saja, ada beberapa catatan yang semestinya dapat dilakukan Majelis Kasasi di Mahkamah Agung (MA) itu.

"Majelis Kasasi di Mahkamah Agung seharusnya dapat mengambil peran lebih besar untuk mengoreksi penerapan hukum dalam kasus ini. MA menyepakati pertimbangan putusan banding di tingkat PT sebelumnya. Putusan banding di tingkat PT membahas soal pentingnya penerapan kasus ini dengan menjunjung nilai keadilan. Jika yang menjadi acuan adalah nilai keadilan, maka seharusnya pemidanaan tidak dijatuhkan kepada Jerinx," tutur Erasmus dalam keterangannya, Rabu (19/5/2021).

Menurut Erasmus, terdapat permasalahan norma mendasar dalam Pasal 28 ayat (2) UU ITE yang diterapkan untuk Jerinx, khususnya soal IDI yang dalam kasus ini dianggap sebagai korban ujaran kebencian dan masuk dalam penafsiran antargolongan.

Majelis Hakim tingkat pertama merujuk pada pertimbangan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 76/PUU/XV/2017, yang menjelaskan bahwa unsur antargolongan tidak hanya meliputi suku, agama, dan ras, melainkan meliputi lebih dari itu yakni semua entitas yang tidak terwakili atau terwadahi oleh istilah suku, agama, dan ras.

"Namun MK pun tidak secara tegas menjelaskan bahwa golongan 'profesi/mata pencaharian' serta merta masuk ke dalam pengertian unsur antar golongan. MK bahkan dalam pertimbannya menyatakan, bila diperlukan untuk mempertegas dan bila telah ditemukan adanya kosakata yang paling tepat maka dimungkinkan untuk dilakukan perubahan atau penggantian istilah 'antargolongan' oleh pembentuk undang- undang di kemudian hari, yang selanjutnya akan dipergunakan sebagai terminologi hukum sesuai dengan konteks keberlakuannya," jelas dia.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Revisi UU ITE

Berdasarkan pertimbangan ini, lanjur Eramsus, maka MK tetap menyarankan untuk dilakukan perubahan atau penggantian istilah antargolongan oleh pembentuk Undang-Undang di kemudian hari, yang menyesuaikan dengan konteks keberlakuannya.

Penafsiran unsur antargolongan harus tetap memperhatikan konteks keberlakuan pasal tersebut. Jika melihat dari intensi pembentukan pasal ini, maka kelompok yang dilindungi adalah kelompok yang rentan diskriminasi karena faktor tertentu, dan organisasi profesi tidak pernah masuk dalam kelompok itu.

"MA seharusnya mengambil peran untuk membahas dan mengatasi permasalah norma ini, dan menekankan kembali pertimbangan putusan MK, bahwa jika terdapat permasalahan penerapan norma maka diperlukan perubahan formulasi norma untuk unsur 'antargolongan'," kata dia.

"Kasus Jerinx dan banyak kasus lain menandakan bahwa unsur 'antargolongan' yang tidak jelas telah menimbulkan permasalahan. Putusan ini sekali lagi memberikan bukti bahwa terdapat permasalahan norma dalam UU ITE yang harus direspons dengan revisi UU ITE," Erasmus menandaskan.

3 dari 3 halaman

Vonis Jerinx dan Banding

Dalam persidangan yang disiarkan lewat YouTube PN Denpasar, Majelis Hakim menyatakan bahwa Jerinx SID bersalah. 

"Mengadili, satu menyatakan terdakwa I Gede Aryastina alias Jerinx terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan kebencian," kata Hakim Ketua di Pengadilan Negeri Denpasar, Kamis (19/11/2020).

Atas perbuatannya, sang drumer Superman Is Dead ini diganjar dengan hukuman kurungan penjara selama satu tahun dua bulan.

Jerinx SID dilaporkan terkait dugaan ujaran kebencian terhadap Ikatan dokter Indonesia (IDI). Dalam postingannya ia menyebut ‘Gara-gara bangga jadi kacung WHO', IDI dan rumah sakit dengan seenaknya mewajibkan semua orang yang akan melahirkan tes Covid-19’.

Hukuman Jerinx kemudian dipangkas. I Wayan Suardana atau Gendo, Ketua Tim Hukum Jerinx mengatakan, hukuman kliennya menjadi hukuman 10 bulan penjara.

"Putusan banding Pengadilan Tinggi (PT) Denpasar, pidana penjaranya dikurangi 4 bulan. Di mana sebelumnya majelis hakim PN denpasar menjatuhkan pidana penjara 1 tahun dan 2 bulan (14 bulan)," ucapnya kata Gendo di PN Denpasar, Selasa (19/1/2021).

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.