Sukses

Guru Besar Hukum UGM Berharap 75 Pegawai KPK yang Tak Lolos TWK Bisa Legowo

Menurutnya, KPK dalam konteks tersebut hanya sebagai eksekutor undang-undang dan bukan pembuatnya.

Liputan6.com, Jakarta Imbas penonaktifan 75 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang gagal lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK), adalah munculnya wacana konsolidasi wadah pegawai KPK untuk melawan keputusan tersebut. Wacana itu pun mendapatkan dukungan dari sejumlah kalangan, dan ramai di jejaring media sosial.

Menanggapi perkembangan polemik dan isu yang terus bergulir itu, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof. Nurhasan Ismail pun menyampaikan pandangan hukumnya.

Menurutnya, KPK dalam konteks tersebut hanya sebagai eksekutor undang-undang dan bukan pembuatnya, sehingga dalam rangka penonaktifan 75 pegawai hanya dalam kapasitas melaksanakan perintah undang-undang.

"KPK adalah pelaksana undang-undang, bukan pembuat undang-undang. Karena itu KPK melaksanakan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya. Dalam UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK, disebutkan bahwa pegawai KPK adalah Aparatur Sipil Negara (ASN)," kata Nurhasan.

Karena itu, lanjut dia, diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2020 tentang pengalihan pegawai KPK menjadi ASN, lalu disebutkan syarat alih pegawai KPK menjadi ASN dan diatur lagi dalam Peraturan KPK Nomor 1 Tahun 2021 tentang Mekanisme Pengalihan Pegawai KPK menjadi ASN sesuai UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN yang mengatur syarat-syarat menjadi ASN.

Salah satu syarat menjadi ASN adalah setia kepada Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Pemerintah. Tidak terlibat organisasi terlarang pemerintah dan undang-undang. Selanjutnya KPK bekerjasama dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN). BKN melaksanakan Tes Wawasan Kebangsaan bagi pegawai KPK sebanyak 1.351 orang.

"Hasilnya yang lulus atau memenuhi syarat 1.274 orang, dua orang tidak mengikuti tes. Dan yang tidak lulus atau Tidak Memenuhi syarat 75 orang. Tapi kenapa sekarang dipersoalkan dan materi Tes Wawasan Kebangsaan yang disalahkan. Padahal yang memenuhi syarat justru lebih banyak yakni 1.274 dari total 1.351 orang, artinya alat ukur TWK tidak bermasalah," papar Nurhasan.

Nurhasan juga percaya TWK sudah baik dan benar karena materi tes dibuat dan dilaksanakan oleh Lembaga Negara yang sah yakni BKN bersama Tim Asesmen yang profesional.

"Kita harus akui dan menghormati juga bahwa materi, metode dan alat tes TWK tidak ada yang salah atau menyimpang. Buktinya yang lulus lebih banyak lagi mencapai 1.274 orang. Dan bagi yang tidak memenuhi syarat seharusnya berjiwa ksatria tidak perlu salahkan materinya atau salahkan orang lain, tapi harusnya introspeksi ke dirinya sendiri," ujar dia.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Berharap Legowo

Terkait pertanyaan mengapa tesnya hanya Tes Wawasan Kebangsaan, Nurhasan mengutip landasan kerja BKN, di mana sesuai UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN dan PP di dalamnya bahwa untuk menjadi PNS ada 3 macam tes, yaitu Tes Intelektual Umum (TIU), Tes Karakteristik Pribadi (TKP), dan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).

"Untuk TIU dan TKP tidak dites lagi karena pegawai KPK sudah bekerja sekian lama di KPK, jadi dua tes itu tidak dilakukan lagi. Tapi karena TWK belum pernah dilakukan bagi pegawai KPK, oleh karenanya harus dilakukan dan diwajibkan semua pegawai KPK mengikuti tes TWK tersebut," terang Nurhasan.

Untuk menyudahi polemik dan isu yang kian liar, Nurhasan berharap kebesaran jiwa mereka yang kebetulan tidak lulus uji TWK untuk legowo menerima keputusan.

"Yang tidak lulus sudah seharusnya berjiwa besar, karena ini perintah Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 dan juga sudah diuji di Mahkamah Konstitusi," pungkas Nurhasan.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.