Sukses

Polri: OTT Bupati Nganjuk Kerja Sama Pertama Penangkapan Kepala Daerah dengan KPK

Polri mengatakan OTT Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat merupakan kerja sama pertama kali dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam pengusutan kasus korupsi kepala daerah.

Liputan6.com, Jakarta - Polri mengatakan operasi tangkap tangan (OTT) Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat merupakan kerja sama pertama kali dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam pengusutan kasus korupsi kepala daerah.

"Koordinasi yang muncul di antara KPK dan dan kepolisian dan cara ini adalah suatu sinergitas koordinasi yang baru pertama ini, yang kita sama-sama KPK dan kepolisian dalam suatu penangkapan terhadap kepala daerah," tutur Kadiv Humas Polri Irjen Raden Prabowo Argo Yuwono di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (11/5/2021).

Menurut dia, kerja sama itu diawali dengan adanya laporan dugaan tindak pidana korupsi di lingkungan Pemkab Nganjuk yang masuk ke Polri dan KPK. Dari situ, kedua instansi langsung berkoordinasi.

"Ada beberapa kali ya komunikasi berkaitan dengan pengumpulan dan pengolahan data, misalnya berkaitan dengan undang-undang di KPK boleh intercept atau pun menyadap, ya kita komunikasi dengan KPK di sana, kita saling memberikan informasi by data-data yang ada dan juga telah kita olah data tersebut, dan kita bersama juga melakukan melakukan penangkapan ke Nganjuk," jelas Argo.

Argo mengatakan, koordinasi yang dilakukan Polri dan KPK tidak sekali dua kali saja. Komunikasi dilakukan antarpenyidik hingga empat kali, khususnya dalam hal menganalisis dugaan tindak pidana yang dilakukan Bupati Nganjuk tersebut.

"Kemudian juga sama-sama ya, sama-sama dari penyidik Tipikor sama-sama juga dengan penyidik KPK ke Nganjuk, Jawa Timur melakukan penangkapan," Argo menandaskan.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Mereka yang Jadi Tersangka

Bareskrim Polri menjerat Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait pengisian jabatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur.

Selain Novi, Bareskrim menjerat Camat Pace Dupriono (DR), Camat Tanjungnaom dan Plt Camat Sukomoro Edie Srijato (ES), Camat Berbek Haryanto (HY), Camat Loceret Bambang Subagio (BS), mantan Camat Sukomoro Tri Basuki Widodo (TBW), dan ajudan Bupati Nganjuk M Izza Muhtadin.

"Selanjutnya Penyidik Dit Tipidkor Bareskrim Polri telah melanjutkan proses penyelidikan tersebut ke tahap penyidikan," ujar Dir Tidpikor Bareskrim Polri Brigjen Djoko Poerwanto dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (10/5/2021).

Penetapan tersangka dilakukan usai mereka ditangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) Bareskrim bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Djoko pun membeberkan modus operandi yang dilakukan para tersangka dalam kasus ini.

"Modus operandi, para camat memberikan sejumlah uang kepada Bupati Nganjuk melalui ajudan bupati terkait mutasi dan promosi jabatan mereka dan pengisian jabatan tingkat kecamatan di jajaran Kabupaten Nganjuk," ujar Djoko.

"Selanjutnya ajudan Bupati Nganjuk menyerahkan uang tersebut kepada Bupati Nganjuk," Djoko menambahkan.

 

3 dari 3 halaman

Jerat Pasal

Djoko menyebut, tim gabungan KPK dan Bareskrim Polri mengamankan Bupati Nganjuk Novi dan para camat serta ajudan Bupati pada hari Minggu, 9 Mei 2021 sekira pukul 19.00 WIB.

"Penangkapan pada hari Minggu sekira pukul 19.00, oleh tim gabungan Dit Tipidkor Bareskrim Polri dan KPK," kata dia.

Ancaman hukuman pidana bagi para tersangka antara lain:

1. Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b dengan pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama lima tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 250 juta.

2. Pasal 11 dengan ancaman pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama lima tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 250 juta.

3. Pasal 12 B dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.