Sukses

Analisis Pakar Psikologi Forensik Terkait Tes Wawasan Kebangsaan Pegawai KPK

Ketimbang melakukan Tes Wawasan Kebangsaan, KPK diminta melakukan penilaian secara berkala terhadap para pegawainya.

Liputan6.com, Jakarta - Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel menyoroti kabar tidak lulusnya 75 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) sebagai syarat alih status menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).

Menurut dia, KPK sebaiknya melakukan penilaian secara berkala terhadap para pegawainya ketimbang melakukan tes yang bersifat insidental seperti TWK.

"Dengan demikian, penilaian kontinue terhadap kerja sehari-hari personel KPK semestinya lebih menentukan nasib mereka, ketimbang tes yang diselenggarakan secara insidental dalam waktu singkat," ujar Reza kepada Liputan6.com, Jumat (7/5/2021).

Menurut dia, tes merupakan pendekatan yang diambil dalam episode singkat. Hal ini berbeda dengan penilaian kerja sehari-hari. Misal, bagi masing-masing personel KPK, bisa dicek clearance rate-nya, response times-nya, dan enforcement productivity-nya. 

Pengecekan hal-hal konkret semacam itu, kata Reza, justru lebih jitu untuk menyimpulkan seberapa tinggi produktivitas personel. Semakin tinggi produktivitasnya, dimaknakan semakin tinggi pula profesionalismenya.

"Semakin profesional dia, semakin tinggi pula sesungguhnya derajat nasionalismenya selaku pengemban amanat rakyat dalam memberantas korupsi," ujarnya.

Reza juga menjelaskan bahwa asesmen atau penilaian idealnya tidak hanya mengandalkan tes sebagai format satu-satunya. Banyak cara lain yang perlu juga diselenggarakan dan diintegrasikan dalam sebuah program penilaian kinerja. 

Program asesmen yang menerapkan pendekatan beragam (multi approach) akan menghasilkan simpulan lebih utuh tentang personel penegakan hukum. Beda dengan tes, yang menurut dia, jika dijadikan sebagai pendekatan tunggal, rawan menghasilkan gambaran yang terlalu simplistis tentang diri personel.

"Lagi pula, kurang bijak apabila asesmen langsung dijadikan sebagai penentu bagi kelanjutan maupun pemberhentian personel. Yang tepat, asesmen diselenggarakan guna mengumpulkan data yang nantinya dipakai untuk memberikan feedback kepada personel, sekaligus sebagai dasar pemberian rekomendasi bagi pengembangan diri dan karir personel bersangkutan," bebernya. 

"Jadi, alih-alih dimanfaatkan sebagai alat penebas leher personel, hasil assesment justru dipakai untuk pengembangan karier yang bersangkutan," sambung pakar psikologi forensik ini.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Soal-Soal Dinilai Tidak Relevan

Sementara itu , salah seorang sumber di KPK yang mengikuti tes menilai soal-soal yang diajukan untuk peralihan status pegawai tidak relevan. Misalnya soal pandangan peserta ujian mengenai organisasi HTI, FPI, OPM, DI TII, hingga terorisme.

Terkait hal itu, Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana menilai wajar dengan adanya pertanyaan tersebut. Sebab, menurut dia, asesmen tersebut bertujuan untuk melihat derajat radikalisme para peserta.

"Asesmen ini kan sebetulnya juga untuk melihat derajat radikalisme peserta tes. Jadi saya kira wajar saja ada pertanyaan atau pancingan dalam wawancara seperti itu untuk menggali tingkat keyakinan peserta," katanya kepada merdeka.com, Rabu, 5 Mei 2021. 

Namun, Bisma mengaku dirinya tidak terlibat dalam penyusunan materi TWK. Menurut dia, penyusunan materi merupakan kewenangan tim asesor yang terdiri dari Dinas Psikologi TNI AD untuk wawasan kebangsaan.

Kemudian untuk asesor interview dilakukan dari Badan Intelijen Strategis (BAIS), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), dan Pusat Intelijen Angkatan Darat (Pusintel AD).

"Saya tidak terlibat dengan materi soal. Itu kewenangan asesor," katanya.

Sementara itu, dia juga menjelaskan alasan mengapa penyusun soal TWK menggunakan indeks moderasi bernegara (IMB) milik TNI AD. Sebab IMB68, kata Bima, sudah siap untuk dilaksanakan.

"Jadi tidak ada yang spesial, kenapa IMB68. Karena saat itu tes yang paling siap untuk dilaksanakan," ungkapnya.

Dia menjelaskan, dengan menggunakan IMB68 artinya pegawai KPK diuji untuk membela negara dan mentaati peraturan perundang-undangan.

"Membela negara itu kan juga berarti membela Pancasila, UUD 45, dan mentaati seluruh peraturan perundang-undangannya. Itu sumpah ASN," bebernya.

     

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.