Sukses

Pakar: Korupsi Matikan Akses Buruh ke Layanan Kesehatan dan Pendidikan

Korupsi juga membuat ekonomi berbiaya tinggi. Imbasnya bahan pokok harganya menjadi tidak masuk akal untuk diakses para buruh.

Liputan6.com, Jakarta Korupsi memiliki daya rusak yang multidimensional. Tindak pidana ini juga berdampak secara luas terhadap para buruh. Hal ini diungkap Pakar Kriminologi Universitas Indonesia (UI) Ni Made Martini Puteri lewat sebuah webinar.

Dia juga menyebut, bahwa tindakan korupsi dapat mematikan akses kaum buruh untuk bisa mengakses kesehatan dan pendidikan.

"Kalau angka korupsinya tinggi maka anggaran yang paling awal dipangkas adalah subsidi pendidikan dan kesehatan. Dengan negara membiarkan korupsi kita sudah mematikan akses para buruh tadi untuk dapat layanan kesehatan dan layanan pendidikan," ujar Ni Made dalam sebuah webinar, Sabtu (1/5/2021).

Di samping itu, lanjut Ni Made adanya korupsi juga membuat ekonomi berbiaya tinggi. Imbasnya bahan pokok harganya menjadi tidak masuk akal untuk diakses para buruh.

"Harga daging sapi, itu sebelum kesepakatan pembayarannya dilakukan sudah dihitung cost-nya dengan suap kanan, suap kiri," ujarnya.

Sebagai contoh, daging sapi yang bisa dijual di pasaran dengan harga Rp 70 ribu per kilogram. Namun, karena para pengusaha harus banyak menyuap untuk memperlancar perizinan, maka untuk menutup biaya suap itu para pengusaha membebankan kepada pembeli dengan menaikkan harga jual daging sapi per kilogramnya. Dan pola seperti ini berlaku pula di jenis barang lainnya.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Hambat Lapangan Kerja

Ni Made juga mengungkap bahwa korupsi juga dapat menghambat terciptanya lapangan kerja. Kalau pun ada lapangan kerja upah buruh ditekan.

"Karena (pencipta lapangan kerja) akan ada kompensasi untuk membayar biaya-biaya suap dan biaya-biaya siluman," paparnya.

Karenanya dampak korupsi yang paling merugikan menurutnya adalah terhadap para buruh.

"Karena ketidakberdayaan dia, kesulitan dia untuk mengakses informasi yang berkaitan dengan kebijakan," ucap dia.

Dan untuk mengurangi dampak negatif terhadap para buruh adalah dengan memperbaiki regulasi. Ia mengingatkan jangan sampai perbaikan regulasi justru hanya setengah-setengah.

"Lalu memangkas jalur birokrasi. Memperbaiki upah buruh adalah bagian atau cara untuk menekan korupsi, kenapa? Kalau upah buruh naik, maka biaya korupsi itu tidak bisa lagi dikeluarkan di perusahaan," ucapnya.

"Kenapa begitu? Karena harga produksi barang jasa jadi gak masuk akal sehingga gak bisa diberikan lagi (suap)," sambungnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.