Sukses

Tangani Konflik Papua, Pemerintah Diminta Contek Pendekatan terhadap GAM

Pemerintah diminta mengedepankan pendekatan yang lembut dalam menangani konflik di Papua.

Liputan6.com, Jakarta - Peneliti HAM dan Sektor Keamanan Setara Institute, Ikhsan Yosarie meminta pemerintah mencontek pendekatan penyelesaian konflik Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dalam menangani konflik di Papua.

Menurutnya penyelesaian konflik di Papua harus mengedepankan pendekatan yang lembut, bukan yang bersifat militeristik.

"Ketimbang meletakkan HAM sebagai urusan belakangan, yang secara eksplisit tidak kondusif terhadap penyelesaian konflik Papua, pendekatan halus (soft approach) dalam bentuk negosiasi yang dilakukan terhadap GAM di Aceh seharusnya dapat menjadi pembelajaran. Terlebih, para aktor yang terlibat ketika itu masih dapat dijumpai," ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com, Selasa (27/4/2021).

Ia memaparkan, bahwa melalui strategi ini kelompok eks kombatan GAM yang dipimpin Din Minimi telah menyerahkan diri pada 2015 lalu. Penyerahan diri Din Minimi itu kemudian diikuti oleh 120 orang anak buahnya dan menyerahkan persenjataan yang mereka pegang. 

"Dengan demikian, penyelesaian konflik dapat dilakukan tanpa memakan korban jiwa lagi, terutama dari masyarakat sipil," ujarnya.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Hentikan Permusuhan

Dalam penyelesaian konflik di Papua, Setara Institute mendesak kedua belah pihak untuk melakukan kesepakatan penghentian permusuhan (cessation of hostilities) agar dialog mencari jalan damai dapat dilakukan. Kemudian mengedepankan penegakan hukum.

"Upaya perlu dilakukan untuk mengeliminasi kekuatan bersenjata sebagai sarana solutif, penyelesaian, atau pun pemecah masalah keamanan," jelasnya.

Ikhsan juga merespons seruan sejumlah pihak yang meminta aparat keamanan mengesampingkan HAM dalam menumpas Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB).

Menurut dia, dengan meletakkan HAM sebagai urusan belakangan, justru dapat memicu berkembangnya spiral kekerasan dan kompleksitas persoalan konflik di Papua. 

"Dalam konstruksi HAM yang juga diatur dalam UUD 1945 pasal 28i, terdapat hak-hak yang terkategori non-derogable rights yang tidak dapat dikurangi dalam kondisi apa pun dan oleh siapa pun," katanya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.