Sukses

Ingin Persidangan Cepat Selesai, Eks Mensos Juliari Tak Ajukan Keberatan

Juliari Batubara menyatakan mengerti dengan isi dakwaan, namun dia menyebut tak merasa melakukan apa yang didakwakan kepadanya.

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Menteri Sosial (Mensos) Juliari Peter Batubara menyatakan tidak pernah melakukan apa yang didakwa oleh jaksa penuntut umum pada Komisi Pemerintasan Korupsi (KPK). Juliari didakwa menerima suap pengadaan bantuan sosial (bansos) penanganan Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek di Kemensos Tahun 2020.

Juliari Batubara menyatakan mengerti dengan isi dakwaan, namun dia menyebut tak merasa melakukan apa yang didakwakan kepadanya. Dia pun menyerahkan sepenuhnya kepada tim penasihat hukum.

"Mengerti, namun saya tidak melakukan apa yang didakwakan tersebut. Saya menyerahkan sepenuhnya kepada penasihat hukum," ujar Juliari di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (21/4/2021).

Sementara itu, tim penasihat hukum Juliari, Maqdir Ismail menyatakan pihaknya tidak akan menyampaikan keberatan atau eksepsi atas dakwaan KPK terhadap kliennya.

Maqdir menyebut, tak ajukan eksepsi lantaran Juliari Batubara ingin persidangan terhadapnya cepat selesai. Dia menyatakan kliennya ingin segera membantah dakwaan jaksa dalam persidangan berikutnya.

"Kami sudah berdiskusi dengan terdakwa dan para penasihat hukum, kami tidak akan mengajukan keberatan dengan pertimbangan bahwa agar perkara ini bisa diselesaikan secara cepat," kata Maqdir.

Namun, Maqdir menyatakan pihaknya mengajukan permohonan kepada Majelis Hakim agar memperhatikan jumlah uang dan para pemberi suap dalam surat dakwaan KPK.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Dakwaan Juliari

Dalam dakwaan disebutkan yang memberi suap kepada Juliari melalui Matheus Joko Santoso dan Ardian Iskandar adalah Harry Van Sidubukke dengan nilai suap Rp 1,28 miliar dan Ardian Iskandar Maddanatja sebesar Rp 1,95 miliar.

Dakwaan juga menyebut Juliari menerima Rp 29,25 miliar dari sejumlah vendor. Menurut Maqdir, penerimaan uang Rp 29,25 miliar itu tak jelas.

"Terkait dakwaan menerima suap Rp 29,25 miliar, disebutkan dalam surat dakwaan berasal dari sejumlah pihak, tetapi pihak-pihak tersebut tidak pernah didakwa dan diadili memberikan suap kepada klien kami melalui Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso. Jadi, yang riil sebenarnya hanya Harry Van Sidabukke dan Ardian Iskandar Maddanatja dengan total nilai suap Rp 3,23 miliar," kata Maqdir.

Padahal, kata Maqdir, jika benar uang sebesar Rp 29,25 miliar merupakan uang suap, sejatinya jaksa harus menerangkan siapa penyuapanya. Menurut Maqdir, kalau itu masuk dalam kategori suap pasif, maka harus jelas siapa pemberi karena tindakan suap merupakan delik berpasangan.

"Kami katakan demikian karena sependek pengetahun kami delik suap itu adalah delik berpasangan, ada pemberi dan ada penerima. Dan Klien kami didakwa melanggar Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Tipikor. Tetapi belum ada yang didakwa sebagai pemberi uang sebesar Rp 29.252.000.000,00," kata Maqdir.

Berdasarkan surat dakwaan, tercatat sebanyak 57 vendor atau perusahaan diduga memberikan total nilai suap senilai Rp 29,25 miliar kepada Juliari melalui Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso.

Menurut Maqdir, dari 57 vendor ini, terdapat 29 vendor yang disebut menyerahkan fee dalam dakwaan, namun membantah dalam berita acara pemeriksaan (BAP). Total nilai suap dari 29 perusahaan yang membantah ini sebesar Rp 15,96 miliar.

Kemudian terdapat 20 vendor yang justru tidak diperiksa sama sekali. Total nilai suap dari 20 vendor yang tidak diperiksa sama sekali, tetapi disebutkan dalam dakwaan sebesar Rp 9 miliar. Menurut Maqdir, hanya ada 8 vendor yang mengaku menyerahkan uang sebagai fee atau tanda terima kasih melalui Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono.

Total nilai suap dari 8 vendor ini sebesar Rp 4,28 miliar.

"Sekiranya tidak adanya penyuapan terkait dengan uang sebesar Rp 29,25 miliar, tetapi adalah gratifikasi dan penerimanya tidak melapor kepada KPK, senyatanya tidak ada pula dakwaan penerimaan gratifikasi tanpa melapor kepada KPK," ungkap Maqdir.

Selain itu, Maqdir juga meminta majelis hakim memperhatikan bahwa semua uang suap yang didakwakan, tidak berasal dari Juliari Batubara, tetapi melalui perantara Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso.

"Kami minta perhatian dari Majelis Hakim juga, bahwa semua uang yang disita oleh penyidik KPK, ketika dilakukan tangkap tangan tidak berasal dari klien kami Jualiri Batubara. Dan ketika klien kami mengetahui adanya tangkap tangan terhadap Matheus Joko Santoso, dengan iktikad baik klien kami datang ke kantor KPK untuk menemui penyidik," kata Maqdir.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.