Sukses

Stafsus Gubernur Non-Aktif Nurdin Abdullah Tak Penuhi Panggilan KPK

Ali merinci, saat ini ada dua pihak swasta bernama Raymond Ferdinand Halim dan Virna Ria Zalda yang diduga memiliki informasi terkait kasus ini.

Liputan6.com, Jakarta - Plt Jubir KPK Ali Fikri mengonfirmasi ketidakhadiran Muhammad Fahmi, saat dipanggil penyidik sebagai saksi pada Selasa 30 Maret 2021. Sedianya, Fahmi dijadwalkan untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus yang menyeret mantan atasannya, Gubernur nonaktif Sulawesi Selatan (Sulsel) Nurdin Abdullah.

"Yang bersangkutan kemarin tidak hadir dan mengonfirmasi untuk dilakukan penjadwalan pemanggilan kembali," kata Ali dalam keterangannya, Rabu (31/3/2021).

Ali menjelaskan, Muhammad Fahmi adalah Koordinator Staf Khusus Nurdin. Nurdin sendiri saat ini telah berstatus tersangka dalam kasus dugaan suap perizinan dan pembangunan infrastruktur di lingkungan pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan tahun anggaran 2020-2021.

Ali merinci, saat ini ada dua pihak swasta bernama Raymond Ferdinand Halim dan Virna Ria Zalda yang diduga memiliki informasi terkait kasus ini. Menurut Ali, penyidik KPK sudah mencecar keduanya mengenai berbagai proyek yang dikerjakan oleh Dinas PUTR Pemprov Sulawesi Selatan.

"Antara lain dikonfirmasi terkait dugaan aliran sejumlah uang ke berbagai pihak diantaranya Tersangka NA (Nurdin Abdullah) melalui Tersangka ER (Edy Rahmat)," Ali menandasi.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Jadi Tersangka

Sebelumnya, KPK menetapkan Gubernur nonaktif Sulsel Nurdin Abdullah dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait pengadaan barang dan jasa, perizinan dan pembangunan infrastruktur di lingkungan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun Anggaran 2020-2021.

Nurdin Abdullah ditetapkan KPK sebagai penerima suap bersama Sekretaris Dinas PUPR Provinsi Sulawesi Selatan Edy Rahmat. Sementara yang dijerat sebagai pemberi adalah Direktur PT Agung Perdana Bulukumba (APB) Agung Sucipto.

KPK menduga Nurdin menerima suap sebesar Rp 2 miliar dari Agung. Tak hanya suap, Nurdin juga diduga menerima gratifikasi dengan total sebesar Rp 3,4 miliar. Gratifikasi tersebut diterima Nurdin dari beberapa kontraktor.

Kasus ini bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) tim penindakan terhadap Nurdin. Dalam OTT tersebut tim penindakan mengamankan uang Rp 2 miliar di sebuah koper di rumah dinas Edy Rahmat.

Tak hanya itu, dalam penggeledahan yang dilakukan beberapa waktu lalu di rumah jabatan dan rumah pribadi Nurdin Abdullah, serta rumah dinas Sekdis Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Provinsi Sulsel dan Kantor Dinas PUTR, tim penyidik menyita uang sekitar Rp 3,5 miliar.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.