Sukses

HEADLINE: Tilang Elektronik Berlaku di 12 Provinsi, Bagaimana Mekanismenya?

Polisi kini resmi memberlakukan aturan tilang elektronik atau Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) di 12 Polda.

Liputan6.com, Jakarta - Era tilang manual dengan slip merah dan biru bakal tamat. Polisi kini resmi memberlakukan aturan tilang elektronik atau Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) di 12 Polda.

Total ada 244 titik yang menjadi lokasi kamera E-TLE dengan sebaran Polda Metro Jaya sebanyak 98 titik, Polda Riau lima titik, Polda Jawa Timur 55 titik, Polda Jawa Tengah 10 titik, Polda Sulawesi Selatan 16 titik, Polda Jawa Barat 21 titik, Polda Jambi 8 titik, Polda Sumatera Barat 10 titik, Polda DIY empat titik, Polda Lampung lima titik, Polda Sulawesi Utara 11 titik dan Polda Banten satu titik.

Kapolri Jenderal Listyo Sigit mengatakan nantinya penerapan tilang elektronik akan terus dikembangkan hingga seluruh provinsi di Indonesia, serta mencangkup kota dan kabupaten. 

Uji coba tilang elektronik ini sebenarnya sudah dilakukan sejak Oktober 2018. Kemudian benar-benar diberlakukan pada 1 November 2018 namun hanya di DKI Jakarta saja. Sejauh ini lumayan efektif.

Menurut catatan Ditlantas Polda Metro Jaya terjadi penurunan pelanggaran lalu lintas di kawasan yang terpasang kamera e-TLE. Dari tahun 2019-2020 sepanjang Sudirman-Thamrin rata-rata turun sebanyak 64 persen pelanggaran lalu lintas.

Tilang elektronik dinilai lebih efektif dalam hal pengawasan karena tidak terkendala waktu. Selain itu petugas di lapangan juga tidak perlu melakukan tilang manual.

Sistem e-tilang juga tak pandang bulu. Tak peduli pelat hitam, merah, atau apapun. Milik awam atau pejabat, tidak ada perkecualian.

Listyo mengatakan, ETLE dapat menindak 10 pelanggaran lalu lintas diantaranya pelanggaran traffic light, pelanggaran marka jalan, pelanggaran ganjil genap, dan pelanggaran menggunakan ponsel.

Kemudian pelanggaran melawan arus, pelanggaran tidak menggunakan helm, pelanggaran keabsahan STNK, pelanggaran tidak menggunakan sabuk pengaman dan pelanggaran pembatasan jenis kendaraan tertentu.

Selain pelanggaran lalu lintas, Kapolri juga menegaskan ETLE juga dapat mendeteksi kecelakaan hingga kejahatan jalanan.

"Sistem ETLE juga dapat menjadi pendukung bukti kasus kecelakaan dan tidak kriminalitas di jalan raya dengan menggunakan teknologi face recognition yang sudah ada di sistem ETLE," kata Kapolri saat launching ETLE tahap 1 di gedung NTMC Polri, Jakarta, Selasa (23/3/2021).

Dengan kamera canggih ini, Kapolri mengatakan bisa meminimalisir bertemunya petugas dan pelanggar. Sehingga tak ada lagi suap menyuap.

"Tidak perlu berinteraksi langsung dengan masyarakat yang tentunya kita sering mendapatkan komplain terkait dengan masalah proses tilang yang dilakukan oleh beberapa oknum anggota, yang kemudian berpotensi terjadinya penyalahgunaan wewenang," kata Listyo.

Sehingga, kata dia, dengan adanya ETLE ini petugas polisi hanya bertugas melaksanakan kegiatan yang bersifat pengaturan pada saat terjadi kemacetan lalu lintas. Kemudian penanganan kecelakaan lalu lintas dan serta pengawalan.

"Ini juga untuk kita harapkan merubah wajah pelayanan etalase kepolisian di bidang lalu lintas untuk menjadi lebih baik, tampil lebih berwibawa, disegani dan tentunya kita harapkan dekat dengan masyarakat," ujar dia.

Kakorlantas Polri Irjen Istiono menegaskan tilang elektronik atau ETLE menyasar ke seluruh pengguna jalan. Termasuk plat kendaraan milik TNI-Polri.

"Semua kendaraan yang melanggar intinya kefoto, kepotret, mau nomor khusus, nomor apa saja, pake nomor TNI, itu kepotret," tutur Istiono di Kantor Korlantas Polri, Jakarta Selatan, Selasa (23/3/2021).

Menurut Istiono, untuk plat kendaraan TNI, petugas akan berkoordinasi dengan pihak instansi terkait. Akan ada konfirmasi dan penanganan bersama sebelum dilakukan penindakan.

"Hampir nggak ada masalah, secara teknis sudah kita bicarakan, karena semua plat nomor sudah teridentifikasi sama kita," jelas dia.

Dengan adanya ETLE, lanjut Istiono, petugas lapangan akan fokus mengatur lalu lintas dan giat lainnya tanpa turun langsung melakukan penindakan. Khususnya di sejumlah lokasi yang sudah dipasang kamera tilang elektornik.

"Pengaturan di lapangan tapi tidak menilang, karena yang menilang dengan mesin itu sendiri, tapi pengaturan, kemudian pelayanan yang lain tetap kita lakukan," ujar Istiono.

Kamera Pintar

Kamera CCTV yang dipakai untuk mengawasi pengendara terbilang canggih. Perangkat itu memang tak bisa bergerak ke kiri atau ke kanan. Hanya mengarah ke arah jalan saja. Namun, posisinya di tengah sehingga bisa melihat semua sisi ruas jalan.

Kamera analitik pintar ini memiliki kemampuan menganalisis dan mengidentifikasi jenis kendaraan, pelanggaran, hingga mengidentifikasi nomor registrasi kendaraan bermotor melalui tanda nomor kendaraan bermotor.

Kamera CCTV pada tilang elektronik tersebut memiliki jaringan fiber optik berkecepatan tinggi berupa virtual private network dengan bandwidth 80 MBPS pada setiap titik kamera analitik.

Dirlantas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Sambodo Purnomo Yogo mengatakan ETLE juga bisa melakukan penilangan meski mobil menggunakan pelat nomor luar kota.

"Jika Polda-polda yang tergabung dalam ETLE tahap satu di 12 polda itu, kalau ada pelat Jakarta yang melanggar di Surabaya itu bisa juga tertangkap. Atau pelat dari Bogor yang melanggar di Jakarta, surat konfirmasinya bisa kita kirim dan akan sampai ke rumah walau dia berada di luar kota,” jelas Sambodo seperti disitat dari laman resmi NTMC Polri, Selasa (23/3/2021).

Program ETLE juga bisa merekam dan menindak para pelaku kejahatan lalu lintas. Menurut Sekretaris Satgas ETLE Nasional Korlantas Polri, Kombes Abrianto Pardede, salah satu contoh kasus kejahatan lalu lintas yang bisa ditindak berkat kecanggihan ETLE adalah kasus tabrak lari di bundaran HI, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu.

Selain itu, kecanggihan ETLE juga mendeteksi apabila pengguna kendaraan bermotor menggunakan nomor polisi palsu atau tidak sesuai dengan kendaraannya. "Sehingga diharapkan para pengendara jangan sekali-kali melakukan kejahatan di jalan, dan budayakan tertib berlalu lintas,” kata Kombes Pol Abrianto Pardede.

Kasubditdakgar Korlantas Polri ini juga menjelaskan, penerapan ETLE nasional di 12 Polda ini sudah terintegrasi dengan ETLE Nasional yang ada di Korlantas Polri. Sehingga, dalam penerapannya akan terhubung dengan big data Korlantas Polri yang meliputi data ERI Nasional, data base SIM, E-Tilang, TAR, E-Turjawali.

“Sehingga masing-masing ke-12 Polda tersebut dapat melakukan penindakan nopol di luar daerah. Sebagai contoh kepolisian di Yogyakarta bisa menindak pelanggar berplat “B” atau kendaraan Jakarta dan sebaliknya,” ujarnya.

Ke depan pun, Sambodo berharap pihak Transjakarta dan pengelola jalan tol memasang kamera e-TLE. Sehingga kendaraan yang menerobos jalur Transjakarta bisa tertangkap kamera e-TLE. Pun demikian mobil yang melaju di ruas jalan tol.

Menurut dia, pengendara yang melewati batas kecepatan yang telah ditentukan bisa terdeteksi.

"Kita koordinasi dengan pihak Transjakarta untuk memasang kamera di jalur Transjakarta dan pihak pengelola jalan tol. Khusus di tol supaya pengelola jalan tol memasang kamera e-TLE khususnya speeding kamera. Artinya kamera yang dapat memantau batas kecepatan atau kendaran yang melebihi batas kecepatan," papar dia.

Kakorlantas Polri Irjen Istiono mengatakan, pada 28 April 2021 nanti pihaknya akan memasang tilang elektronik di 10 polda. Wilayah yang akan dipasang ETLE, kata dia, adalah titik yang dinilai krusial berdasarkan maping dan analisis polri.

"Secara teknis di lapangan kita terus bekerja untuk merampungkan program ini secara bertahap hingga 34 polda nanti terpasang semua," kata Istiono.

Istiono mengatakan, sejauh ini pengadaan ETLE masih bersumber dari dana hibah dari Pemprov DKI Jakarta, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara dan beberapa daerah lain.

"Banyak partisipasi dari pemerintah daerah setempat yang memberikan ETLE ini, banyak hibah dari Pemrov DKI, misalnya, kemudian Jawa Barat, beberapa daerah lain, Sulsel, Sulut. Belum pakai anggaran Polri sendiri," tandas Istiono.

 

 

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Bagaimana Sistem ETLE Bekerja?

Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) atau e-tilang bisa di bilang sistem pengaturan lalu lintas yang tergolong baru di Indonesia.

Di sejumlah negara, seperti Australia, Belgia, Kanada, Arab Saudi dan Inggris, sistem ini telah diterapkan lebih dulu, namun dengan nama berbeda, yaitu automatic number-plate recognition (ANPR).

Sistem ETLE ini sejatinya tidak berbeda jauh dengan sistem penilangan konvensional. Yang berbeda, penindakaannya dilakukan secara online. Proses deteksi pelanggaran dimulai melalui CCTV yang terpasang di sejumlah titik wilayah jangkauan ETLE.

Dirlantas Polda Metro Jaya Kombes Sambodo Purnomo Yogo mengatakan, jika terjadi pelanggaran maka kamera CCTV akan mengcapture kendaraan dan otomatis terdata di back office. Hasil foto itu kemudian masuk ke basis data Pusat Pengendali Lalu Lintas Nasional Polri atau NTMC. 

Secara teknis CCTV ini dapat men-capture kendaraan, walau dalam kecepatan tinggi, hingga 300 kilometer per jam

"Apabila cocok antara data foto dan data kendaraan dalam waktu 7 hari yang bersangkutan harus melakukan konfirmasi baik melalui Web atau telpon atau datang ke posko," kata Sambodo.

Jika pelanggar melakukan konfirmasi maka petugas akan memberikan kode briva via sms kemudian pelanggar bisa datang ke ATM atau bank untuk melakukan pembayaran. Namun jika tidak melakukan konfirmasi dalam 7 hari maka STNK akan diblokir.

Denda yang dibayarkan sesuai jenis pelanggaran yang diatur Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.  

Sementara, untuk wilayah yang belum memiliki ETLE maka penilangan akan dilakukan secara manual dengan semi elektronik. Yaitu, petugas kepolisian tetap akan menilang secara manual, kemudian pelanggar tersebut akan difoto. Hasil foto tersebut akan dikirim ke sistem elektronik tilang.

"Tilang manual tetap dilakukan dengan skala prioritas, kita lebih mengutamakan dengan semi elektronik. Difoto tapi nanti diproses. Enggak seperti ETLE, tapi itu semi otomatik ya, kita nilang tapi prosesnya seperti ETLE," kata Kakorlantas Polri Irjen Istiono.

Jadi, kata dia, semua masyarakat yang ditilang tidak bisa mengelak karena semua data sudah diproses secara elektonik.

"Kalau ditindak mesin mana bisa, semua buktinya sudah lengkap semua, nggak bisa mengelak semua. Kita pun kalau nggak bener ya ditilang sama mesin itu," ujar Istiono.

3 dari 3 halaman

Ubah Budaya Masyarakat

Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah menilai penerapan tilang elektronik ini tak akan optimal jika kesadaran masyarakat kurang. Untuk itu, dia polri perlu mengedukasi msyarakat soal tata tertib lalu lintas. 

"Selama ini masyarakat kita itu masih sangat diabaikan, tidak hanya masyarakat bawah tetapi juga masyarakat atas juga," kata Trubus kepada Liputan6.com di Jakarta, Selasa (23/3/2021).

Kemudian, kata dia, selama ini pelanggaran lalu lintas banyak diselesaikan secara "kekeluargaan" dengan oknum anggota polisi. Sementara dengan menggunakan ETLE tidak bisa lagi.

"Nah yang jadi masalah kan itu bagaimana kalau sudah berpindah tangan kendaraannya ini harus ada edukasi kepada masyarakat enggak mudah," kata dia.

Trubus berharap denda yang ditetapkan kepada para pelanggar tidak sedikit dan bisa memberikan efek jera.

"Seenggaknya (denda) harus tinggi supaya masyarakat lebih taat. Sebenarnya saya setuju jika denda ini tidak hanya uang, tetapi juga ada penegakan hukum lain, misalnya mereka keterlaluan ugal-ugalan ya harusnya didenda bukan hanya pidana," kata dia.

Pengamat Transportasi Ellen Tangkudung berpendapat penggunaan ETLE sangat efektif untuk mengurangi pelanggaran. Hal ini, kata dia, terlihat dari diterapkannya ETLE di DKI Jakarta mulai akhir 2018 lalu.

"Dulu baru beberapa titik saja sudah bisa mengurangi angka pelanggaran," kata Ellen kepada Liputan6.com, Selasa (23/3/2021).

Selain itu, Ellen mengatakan, sistem tersebut sudah diterapkan di banyak negara. Hasilnya, dapat mengubah budaya masyarakat menjadi lebih tertib berlalu lintas.

"Pengalaman kalau di luar negeri memang membuat budaya orang-orang di sana menjadi lebih taat pada hukum karena mereka tahu, ada kamera di mana-mana, bisa tertangkap mereka," kata Ellen.

Ellen berharap kamera CCTV tilang elektronik ini bisa dipasang di seluruh polda dengan jumlah yang banyak.

Setidaknya ada tiga hal yang membuat tilang elektronik efektif. Pertama, tidak adanya interaksi langsung dengan petugas. Menurut Ellen, cara itu dinilai cukup ampuh mengurangi praktik kecurangan yang dilakukan oleh pelanggar, maupun petugas kepolisian di jalan.

"Tentu diharapkan tidak ada lagi deal-deal antara pelanggar dan polisi di jalan, Jadi enggak ada lagi istilah 'damai di tempat'," kata dia. 

Selanjutnya, menurut Ellen, harus ada basic data yang akurat dari registrasi dan identifikasi kendaraan. Sehingga tidak terjadi kebingungan dari kedua pihak dalam penegakan hukum.

"Nomor pelat mobil mesti diperhatikan, mobil harus akurat karena elektronik mengandalkan data," singkat dia.

Sedangkan ketiga, sosialisasi kepada masyarakat harus lah tepat sasaran, hal ini berdampak pada pengetahuan masyarakat jika terbukti melanggar. Selain itu menurut Ellen, pengawasan terhadap penerapan sistem tersebut juga harus diperketat.

"SOP jelas, masyarakat tahu efek melanggar, dan petugas tahu jika berlaku curang, maka pungli dapat dihindari,” terang dia.

Ellen pun menekankan agar aturan ETLE ini dibarengi dengan upaya Polri membenani SDM. "Sekarang lengkapi dulu infrasukturnya, ada backoffice, orang yang liat monitor kameranya, SDM harus belajar, dan melihat teknologi yang lebih baru," tandas Ellen.

Sementara Ketua Institut Studi Transportasi, Ki Darmaningtyas menekankan yang penting saat ini bagaimana agar kamera CCTV itu bisa dipasang di seluruh wilayah Indonesia sehingga setiap pelanggaran di jalan dapat dikenai sanksi sesuai dengan tingkat pelanggarannya.

"Kendalanya adalah infrastruktur ETLE itu sekarang masih terfokus di kota-kota besar saja dan itu pun belum merata. Taruhlah kota Jakarta ini saja, belum semua ruas jalan dipasangi kamera CCTV sebagai alat monitornya, sehingga dikhawatirkan nanti pelanggaran akan banyak terjadi di jalan-jalan yang belum dipasangi kamera CCTV," kata Darmaningtyas.

Jadi kalau Polri bertekat ingin melaksanakan ETLE, kata dia, maka yang perlu dilakukan adalah memperbanyak infrastruktur kamera CCTV dan dilakukan monitoring secara serius melalui ruang control yang ada di setiap Polres, kalau di kota-kota besar dapat dikecilkan lagi melalui ruang control Polsek.

"Rasanya memang kuno polisi lalu lintas berdiri di tepi jalan sepanjang hari, bahkan malam untuk mengatur lalu lintas. Itu hanya ada di Indonesia. Di Malaysia saja kita tidak temukan polisi berdiri di tepi jalan sepanjang hari," ujar dia.

Saat ini, kata Darmaningtyas polisi hanya perlu melakukan pengawasan lalu lintas melalui dalam ruangan kontrol.

"Membangun control room dan pemeliharaannya itu yang menjadi tantangan Kapolri ke depan. Tapi dengan tekat yang kuat, Kapolri baru mestinya bisa mewujudkannya," tandas Darmaningtyas.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.