Sukses

Rapat dengan ESDM, Komisi VII DPR Bahas DMO Batu Bara

Anggota Komisi VII DPR RI Muhammad Nasir mempertanyakan informasi terkait adanya perusahaan batu bara yang tidak menjalankan aturan DMO.

Liputan6.com, Jakarta Semua badan usaha, diharapkan segera menerapkan kebijakan pemanfaatan dan strategi perbaikan pengadaan batu bara demi menjamin ketersediaan pasokan batubara yang berkelanjutan untuk pasar domestik dan ketahanan energi nasional.

Demikian dikatakan Komisi VII DPR RI kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif. Hal tersebut diungkapkan dalam rapat kerja Komisi VII DPR yang dimpimpin Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno dengan ESDM pada Senin (22/3).

Sebelumnya, Anggota Komisi VII DPR RI Muhammad Nasir mempertanyakan informasi terkait adanya perusahaan batu bara yang tidak menjalankan aturan DMO. Di mana pemerintah mewajibkan masing-masing pemegang Ijin Usaha Pertambangan (IUP), Ijin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B), untuk memenuhi DMO sebesar 25 persen dari rencana jumlah produksi batu bara yang disetujui.

Hal tersebut semata untuk memenuhi kebutuhan batu bara dalam negeri. Pemerintah juga menetapkan harga jual batu bara untuk pembangkit listrik di dalam negeri maksimal 70 per ton dolar Amerika.

"Setelah rapat ini, kita dudukan pembentukan Panja Energi Primer, siapa perusahaan yang tidak setor DMO untuk dicabut izinnya," ujar Nasir.

Nasir mengungkapkan pihaknya mendapatkan informasi adanya Pembangkit Listrik Tenaga Uap yang berubah bahan bakarnya dari batu bara ke gas. Karena stok batu bara untuk pembangkit listrik hanya cukup untuk tiga hari.

Jika stok batu bara hanya cukup untuk tiga hari, hal tersebut tentu akan berisiko bagi operasional pembangkit listrik, termasuk yang dioperasikan PT PLN (Persero). Pada akhirnya kondisinya tidak lagi Indonesia terang, melainkan Indonesia gelap.

"Begini, ini kewalahan PLN, stok (batu bara) pembangkit cuma tiga hari. Kalau terjadi bencana, bukan Indonesia terang, tapi Indonesia gelap," tegas politisi Fraksi Partai Demokrat itu.

Menjawab hal tersebut, Menteri ESDM Arifin Tasrif menjelaskan bahwa realisasi penyerapan batu bara untuk domestik tidak sesuai target, atau kurang dari 137 juta ton dari total realisasi produksi 560 juta ton. Penyerapan untuk dalam negeri (terganggu) karena adanya pandemi Covid-19 untuk PLN dan IPP (pengembang listrik swasta).

Tidak hanya itu, Arifin mengaku ada sejumlah PLTU PLN yang rusak, sehinga bahan bakar batu bara digantikan dengan gas. Sedangkan salah satu penyebab terhambatnya pasokan batu bara ke pembangkit listrik PLN pada akhir tahun sampai dengan awal tahun ini karena faktor cuaca buruk.

"Jadi ada gelombang besar, hujan, dan lainnya, ini menghambat. Lalu ada kerusakan pembangkit PLN, kami sudah bantu dengan suplai gas yang ada di inventori," ujarnya. 

 

(*)    

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini