Sukses

Sidang Bansos, Ahli: Penunjukan Langsung Vendor Kewenangan PPK

Ahli dalam sidang kasus bansos Covid-19 menyebut, dalam keadaan darurat, PPK dapat menunjuk langsung vendor untuk mengadakan barang.

Liputan6.com, Jakarta - Ahli Hukum Pengadaan Barang dan Jasa Universitas Trisakti Anna Maria Tri Anggraini menyebut mekanisme penunjukan langsung terhadap vendor pengadaan barang dan jasa pemerintah merupakan kewenangan penuh dari pejabat pembuat komitmen (PPK), termasuk di kasus bansos Covid-19.

Anna menyebut, dalam keadaan darurat, PPK dapat menunjuk langsung vendor untuk mengadakan barang. Tujuannya agar barang tersebut bisa diperoleh dalam waktu cepat.

Hal ini disampaikan Anna saat menjadi ahli dalam sidang lanjutan kasus dugaan suap pengadaan bantuan sosial (bansos) Covid-19 dengan terdakwa Harry Van Sidabukke di Pengadilan Tipikor, Rabu (7/4/2021).

"PPK dalam hal ini mempunyai kewenangan penuh untuk menentukan seseorang menjadi vendor (pengadaan barang dan jasa)," ujar Anna dalam persidangan.

Pada kasus ini, PPK pengadaan barang dan jasa bansos sembako dalam rangka penanganan Covid-19 di Kemensos yakni Mateus Joko Santoso (MJS). Matheus mempunyai kewenangan penuh menentukan vendor pengadaan barang untuk kebutuhan bansos paket sembako.

Anna mengatakan, dalam keadaan darurat seperti pandemi Covid-19 saat ini, PPK bisa menggunakan diskresi atau kewenangannya untuk menunjuk secara langsung vendor mengadakan barang yang dibutuhkan masyarakat.

"Dalam keadaan darurat, PPK akan mengusahakan segala cara untuk memilih atau menentukan seorang vendor yang mempunyai kemampuan sehingga tujuan pengadaan barang dalam bentuk sembako dapat terlaksana agar kebutuhan pangan masyarakat terpenuhi," kata dia.

Meski demikian, kata Anna, PPK dalam melakukan penunjukkan langsung pengadaan barang tetap memperhatikan 3 aspek dari vendor, yakni kemampuan dasar, pengalaman, dan memenuhi kualifikasi, yakni kualifikasi administrasi, kualifikasi teknik dan kualifikasi harga.

"Ukuran yang dipakai PPK secara umum adalah kemampuan dasar, ini terkait dengan aspek permodalan dan kedua biasanya dicarikan bahwa dia sudah berpengalaman untuk pengadaan barang sejenis," ungkap dia di sidang kasus korupsi bansos Covid-19.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Dakwaan

Sebelumnya, pengusaha sekaligus konsultan hukum Harry Van Sidabukke didakwa menyuap mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara sejumlah Rp 1,28 miliar. Suap diberikan Harry karena mendapat pengerjaan proyek pengadaan sembako terkait penanganan pandemi Virus Corona Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek.

Jaksa menyebut, Harry Sidabukke menyuap Juliari lantaran Harry mendapatkan pengerjaan paket sembako sebanyak 1.519.256 melalui PT Pertani (Persero) dan melalui PT Mandala Hamonangan Sude.

Jaksa menyebut, uang suap itu tidak hanya ditujukan kepada Mensos Juliari, melainkan juga terhadap Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) untuk pengadaan barang/jasa bansos Covid-19 pada Direktorat Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial Kemensos.

Harry didakwa dengan Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sementara, kuasa hukum mantan Menteri Sosial Juliari Batubara, Dion Pongkor menyoroti peran Matheus dalam pengadaan barang bansos sembako untuk penanganan Covid-19. Dion menduga Matheus berbohong soal pungutan fee untuk bantuan sosial (bansos) Covid-19.

Pasalnya, keterangan Matheus dan keterangan sejumlah saksi dalam kasus dugaan korupsi Bansos tersebut berbeda soal besaran pungutan fee bansos.

Selain itu, Dion juga menduga Matheus yang bermain untuk menentukan pungutan fee dari setiap paket bansos untuk kepentingan pribadinya, tanpa sepengetahuan Juliari.

"MJS ini memungut fee bansos itu sebenarnya adalah permainan dia sendiri, tetapi karena sekarang sedang masalah hukum, tinggal dia melemparkan ke atas," ujar Dion dalam keterangannya Rabu (31/3/2021).

"Apalagi, ada keterangan saksi lain dalam kasus bansos ini yang menyatakan kalau vendor tidak memenuhi (pungutan fee yang diminta MJS), MJS tidak akan mengeluarkan pembayaran. Kewenangan pembayaran itu kan, ada sama PPK (pejabat pembuat komitmen)," Dion menambahkan.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.