Sukses

ICW Temukan Ada Potensi Kerugian Negara Rp 169,1 Miliar dari Pengadaan Alat Tes Covid-19

Dewi menyebutkan, total kerugian negara merupakan akumulasi retur reagen di 78 laboratorium pada 29 Provinsi. Total barang yang dikembalikan kepada BNPB sebanyak 498.644 alat tes.

Liputan6.com, Jakarta Indonesian Corruption Watch (ICW)) menyampaikan adanya potensi kerugian negara dari pengadaan alat tes uji Covid-19, sebesar Rp 169,1 miliar. Kerugian dihasilkan kualitas dari sejumlah alat yang tidak sesuai.

Peneliti ICW Dewi Anggraini mengatakan, sepanjang April-September 2020, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menunjuk tujuh perusahaan untuk pengadaan alat uji Covid, seperti reagen.

Namun, ketika alat telah didistribusikan kepada sejumlah rumah sakit, justru terjadi retur karena masa pakai alat mendekati kedaluwarsa.

"Ada kasus pengembalian barang berupa reagen oleh rumah sakit di Jawa Timur kepada BNPB, dikembalikan 3 September 2020 karena masa kedaluwarsa 19 Oktober. Jumlah reagen dikembalikan 1.850 buah," ujar Dewi, Kamis (18/3/2021).

Dewi menyebutkan, total kerugian negara merupakan akumulasi retur reagen di 78 laboratorium pada 29 Provinsi. Total barang yang dikembalikan kepada BNPB sebanyak 498.644 alat tes.

Dalam pengadaan alat kesehatan tersebut, Dewi menjelaskan, BNPB tidak cermat cenderung lalai dalam melakukan pengadaan barang dalam kondisi darurat. Menurutnya, sempitnya durasi masa pakai alat kesehatan yang ditawarkan oleh perusahaan yang ditunjuk menunjukan tidak adanya pengawasan serta penjaminan kualitas barang oleh BNPB.

ICW juga menemukan keanehan dalam proses pengadaan alat kesehatan di masa pandemi Covid-19 yaitu penunjukan perusahaan mengadakan alat kesehatan akan tetapi tidak memiliki latar belakang atau pengalaman dalam pekerjaan tersebut.

"Pembelian komponen uji spesimen berupa PCR dan RNA diduga tidak memiliki dasar dan berpotensi menimbulkan kerugian negara. Salah satu hal yang dapat diidentifikasi adalah jenis mesin yang digunakan oleh setiap laboratorium, namun sayangnya informasi tersebut tidak ada di dalam dokumen pengadaan," jelasnya.

Atas hasil temuan itu, Dewi mendesak agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menindalkanjuti untuk mengusut dugaan potensi kerugian negara.

Sementara Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) segera melakukan audit atas pengadaan alat kesehatan yang dilakukan oleh BNPB. 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Satgas Klaim Tak Ada Kerugian Negara

Perwakilan Satgas Covid-19 Nasser memastikan tak ada kerugian dalam pengadaan alat tes (test kit) reagen sansure karena saat ini semua alat tes tersebut sudah didistribusikan ke laboratorium lain yang membutuhkan.

Dia mengatakan BNPB telah membentuk tim dengan memasukkan unsur dari BPKP serta Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) sebagai bagian dari transparansi proses pengadaan.

Pengadaan alat tes reagen sansure ini juga telah mendapat sejumlah rekomendasi dari rekan-rekan dokter termasuk dari Sekjen Persatuan Rumah Sakit Indonesia (Persi), Lia G Partakusuma, setidaknya ada tiga rekomendasi sebelum diputuskan menggunakan alat tes reagen sansure.

Setelah alat tes itu tiba di tanah air, ia menjelaskan, lantas didistribusikan kepada 88 laboratorium, namun ternyata tidak semua laboratorium itu memiliki peralatan biomolekuler yang memadai sehingga terdapat lebih dari 21 laboratorium yang tidak bisa menggunakan alat tes itu.

Terkait temuan itu, BPKP bersama BNPB menindaklanjuti setelah dilakukan rapat koordinasi lantas diputuskan untuk menarik alat tes yang ada di laboratorium-laboratorium yang mengalami kesulitan tersebut.

"Tanggal 3 Agustus 2020 semua alat tes yang tidak bisa dipakai itu kita tarik semua, kata Nasser.

Lantas, setelah alat tes itu ditarik kemudian segera didistribusikan lagi ke laboratorium-laboratorium lain yang memiliki peralatan tes biomolekuler lebih lengkap.

Sehingga kalau disebut telah terjadi kerugian Rp170 miliar dari alat tes yang ditarik, sebenarnya tidak terjadi. Mengingat semua alat itu sudah kita distribusikan semuanya, kata Nasser.

"Bahkan sampai saat ini alat tes reagen sansure ini masih dipakai dan diminta dari laboratorium-laboratorium yang membutuhkan," katanya.

 
Reporter: Yunita Amalia
Sumber: Merdeka.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.