Sukses

Soeharto dan Ibu Tien, Perjodohan yang Membawa Cinta Sejati

Perjodohan tak melulu menakutkan, terkadang justru melalui cara itulah kita menemukan pasangan terbaik., hal itulah yang dialami Presiden ke-2 RI Soeharto dengan Siti Hartinah atau yang akrab disapa Ibu Tien.

Liputan6.com, Jakarta - Perjodohan tak melulu menakutkan, terkadang justru melalui cara itulah kita menemukan pasangan terbaik, hal itulah yang dialami Presiden ke-2 RI Soeharto dengan Siti Hartinah atau yang akrab disapa Ibu Tien.

Soeharto pertama kali bertemu Tien saat bersekolah di Wonogiri, Jawa Tengah. Kala itu, Tien satu kelas dengan adik sepupu Harto yang bernama Sulardi. Belum ada benih-benih cinta di antara mereka.

Kisah mereka berawal kala Soeharto yang berusia 26 tahun dan sedang bertugas di Yogyakarta, dia didatangi oleh keluarga Prawirowihardjo yang tak lain merupakan paman sekaligus orangtua angkatnya. Di tengah pembicaraan mereka, Ibu Prawiro pun menanyakan soal rencana pernikahan kepada Harto.

Harto yang saat itu berpangkat Letkol tidak begitu serius menanggapi pertanyaan bibi sekaligus ibu angkatnya itu. Namun, Ibu Prawiro terus mendesak dan mengingatkan Harto pentingnya sebuah pernikahan yang tidak boleh terhalangi oleh apapun termasuk perang.

"Tetapi, siapa pasangan saya? Saya balik bertanya kepada mereka. Saya tidak punya calon," ujar Pak Harto dalam otobigrafi Soeharto: Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya halaman 43-45, dikutip dari Merdeka.

Ibu Prawiro pun meminta Harto agar tidak pusing dengan masalah perjodohan. Dia ternyata telah memiliki calon yang cocok untuk mendampingi Harto. Perempuan itu tak lain dan tak bukan adalah Siti Hartinah.

"Kamu masih ingat dengan Siti Hartinah, teman satu kelas adikmu, Sulardi, waktu di Wonogiri?" tanya Ibu Prawiro.

Harto ternyata masih ingat dengan sosok Tien. Namun, dia tak yakin Tien mau menjadi istrinya. Keraguan itu karena Tien merupakan putri seorang bangsawan Jawa sementara dia hanyalah anak seorang petani.

"Apa dia akan mau? Apa orangtuanya akan memberikan? Mereka orang ningrat. Ayahnya, Wedana, pegawai Mangkunegaran," ungkap Harto dengan perasaan minder.

Ibu Prawiro mencoba membesarkan hati Harto. Dia kemudian berjanji mengurus semuanya, dengan jaminan kedekatannya dengan keluarga Kandjeng Pangeran Harjo (KPH) Soemoharjomo, ayah dari Tien.

Tanpa disangka, keluarga KPH Soemarjomo mau menerima tawaran Ibu Prawiro. Akhirnya, kedua keluarga itu sepakat untuk menggelar upacara 'nontoni' yaitu, mempertemukan antara calon pengantin pria dengan calon pengantin wanita.

"Agak kikuk juga, sebab sudah lama saya tidak melihat Hartinah dan keragu-raguan masih ada pada saya, apakah dia akan benar-benar suka kepada saya," tutur Harto.

Pertemuan itu berujung pada pembicaraan mengenai penentuan hari pernikahan. Harto dan Tien kemudian menikah di Solo Jawa Tengah pada 26 Desember 1947. Pernikahan keduanya hanya digelar sederhana karena adanya perang yang sedang berkecamuk pada masa itu.

Bahkan, penerangan di malam hari terpaksa harus dibuat redup untuk menghindari kemungkinan adanya serangan dari Belanda. Tiga hari usai pernikahan, Harto langsung memboyong Tien ke kota tempatnya bertugas, Yogya.

Sejak saat itulah, Tien selalu setia mendampingi Harto hingga menjadi Presiden RI selama tiga dekade. Hampir sebagian besar hidup Soeharto diisi oleh sosok Tien. Perempuan kelahiran 23 Agustus 1923 itu juga ada saat Soeharto melewati masa-masa sulit memimpin Orde Baru.

Melalui pernikahannya dengan Tien, Soeharto dikaruniai 3 orang putra dan 3 putri. Mereka adalah Siti Hardijanti Rukmana, Sigit Harjojudanto, Bambang Trihatmodjo, Siti Hediati Hariyadi, Hutomo Mandala Putra, dan Siti Hutami Endang Adiningsih.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Tak Mau Mendua

Cinta Harto begitu kuat kepada Tien. Harto tidak mau menduakan cinta Tien dengan mempratikkan poligami. Bagi Harto, tidak ada wanita lain selain Tien.

"Hanya ada satu Nyonya Soeharto dan tidak ada lagi yang lainnya. Jika ada, akan timbul pemberontakan yang terbuka di dalam rumah tangga Soeharto," ujar Pak Harto dalam otobiografi Soeharto: Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya halaman 229, dikutip dari Merdeka.

Kesetiaan itu terus dipegang Harto meski Tien terlebih dahulu meninggalkannya. Tien meninggal dunia pada 28 April 1996 di usia 72 tahun saat Soeharto masih memimpin negara. Tugas Tien sebagai Ibu Negara kemudian dilanjutkan oleh anak sulungnya, Siti Hardijanti Rukmana atau yang lebih dikenal Mbak Tutut.

Hingga Soeharto meninggal dunia pada 27 Januari 2008, hanya ada satu perempuan yang menjadi istrinya. Dia adalah Siti Hartinah atau Ibu Tien. Soeharto dimakamkan di Astana Giri Bangun Solo, satu lokasi dengan makam Ibu Tien.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.