Sukses

Jaksa KPK Minta Tenaga Ahli DPR Jujur di Sidang Kasus Suap Izin Ekspor Benur

Jaksa penuntut umum pada KPK meminta tenaga ahli DPR Chusni Mubarok berkata jujur dalam sidang lanjutan perkara suap izin ekspor benur atau benih lobster.

Liputan6.com, Jakarta Jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta tenaga ahli DPR Chusni Mubarok berkata jujur dalam sidang lanjutan perkara suap izin ekspor benur atau benih lobster di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Duduk sebagai terdakwa dalam perkara ini adalah pemilik PT Dua Putra Prakasa Pratama (PT DPPP) Suharjito.

Awalnya, jaksa bertanya soal pemalsuan tanda tangan yang dibubuhkan Chusni di atas nama Achmad Bahtiar, komisaris sebuah perusahaan. Belakangan diketahui perusahaan yang dimaksud adalah PT Aero Citra Kargo (ACK). PT ACK merupakan perusahaan jasa angkut ekspor benur lobster.

"Iya saya tanda tangan dokumen kesediaan menjadi komisaris. Setelah itu beberapa saat kemudian untuk tanda tangan buku rekening," ujar Chusni di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (10/3/2021).

Chusni merupakan adik kandung dari Achmad Bahtiar. Chusni mengaku menandatanganinya lantaran Bahtiar tengah berada di luar kota.

Chusni mengaku menandatanganinya di rumah dinas DPR. Chusni mengaku diberikan spesimen atau tanda tangan Bahtiar oleh kakaknya itu.

"Saya dikasih spesimennya, karena saya yang bisa menandatangankan, saya diminta beliau, dikasih spesimennya, karena posisi beliau di Malang," kata Chusni.

Kemudian jaksa mencecar apakah Bahtiar selain menjadi komisaris juga merupakan pemegang saham. Chusni mengaku tak tahu akan hal tersebut.

Jaksa kemudian bertanya siapa yang membawa dokmen dan akte perusahaan. Chusni mengaku yang membawa adalah Amiril Mukminin dan Amri. Amiril merupakan sekretaris pribadi Edhy Prabowo sementara Amri disebutkan sebagai Direktur Utama PT ACK.

"Pak Amiril sama Pak Amri," kata Chusni.

Ketika dicecar nama perusahaan yang dimaksud, Chusni mengaku tidak tahu. "Saya tidak baca," kata dia.

Jaksa tak lantas percaya dengan jawaban Chusni. "Saudara tenaga ahli loh Pak, masa tandatangani saja enggak dibaca. Pasti ada nama perusahaannya?" tanya jaksa.

Chusni yang kembali menjawab tidak ingat lantas diancam oleh jaksa penuntut umum soal ancaman pidana memberikan keterangan tidak benar.

"Saya ingatkan, saksi disumpah, ada jeratan hukumnya kalau saksi tidak memberikan keterangan dengan benar," kata Jaksa.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Dalam dakwaan, Edhy Prabowo membeli bendera perusahaan PT ACK

Dalam surat dakwaan disebutkan Edhy Prabowo membeli bendera perusahaan PT Aero Citra Kargo (ACK) milik Siswadhi Pranoto Loe melalui Amiril Mukminin selaku Sekretaris Pribadi Edhy Prabowo. Amiril kemudian mengubah akta perusahaan dengan memasukkan nama Nursan dan Amri yang merupakan teman dekat dan representasi Edhy Prabowo dalam struktur PT ACK.

PT ACK lalu bekerja sama dengan PT Perishable Logistics Indonesia (PLI). PT. PLI menetapkan biaya operasional pengiriman sebesar Rp 350 per-ekor BBL dan PT. ACK menetapkan biaya sebesar Rp 1.450 per-ekor BBL sehingga biaya keseluruhan untuk ekspor BBL adalah sebesar Rp 1.800 per-ekor BBL.

Biaya itu diterima PT. ACK dan dibagi seolah-olah dalam bentuk deviden kepada para pemegang saham sesuai dengan prosentase kepemilikan sahamnya yaitu Nursan 41,65 persen, Amri 40,65 persen dan Yudi Surya Atmaja 16,7 persen serta PT. Detrans Interkargo sebanyak 1 persen.

Nursan lalu meninggal dunia sehingga namanya diganti oleh Achmad Bachtiar yang juga selaku representasi Edhy Prabowo.

Bagian Finance PT ACK bernama Nini pada periode Juli-November 2020 membagikan uang yang diterima perusahaan-perusahaan eksportir BBL lain kepada pemilik saham PT ACK seolah-olah sebagai deviden yaitu kepada Achmad Bachtiar senilai Rp 12,312 miliar, kepada Amri senilai Rp 12,312 miliar dan Yudi Surya Atmaja sebesar Rp 5,047 miliar.

Uang dari biaya operasional itu lalu dikelola Amiril Mukminin atas sepengetahuan Edhy Prabowo dan dipergunakan untuk membeli sejumlah barang atas permintaan Edhy Prabowo.

Diberitakan sebelumnya, Pemilik PT Dua Putera Perkasa Pratama (DPPP) Suharjito didakwa menyuap Menteri Keluatan dan Perikanan Edhy Prabowo. Jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan Suharjito menyuap Edhy sebesar USD 103 ribu dan Rp 706 juta.

Suharjito menyuap Edhy Prabowo melalui Safri dan Andreau Misanta Pribadi selaku staf khusus Menteri Kelautan dan Perikanan (KP), Amiril Mukminin selaku sekretaris pribadi Edhy Prabowo, Ainul Faqih selaku staf pribadi Iis Rosita Dewi sebagai anggota DPR sekaligus istri Edhy Prabowo, dan Siswandi Pranoto Loe selaku Komisaris PT. Perishable Logistics Indonesia (PT. PLI) sekaligus Pendiri PT. Aero Citra Kargo (PT. ACK).

Jaksa menyebut, pemberian suap yang diberikan Suharjito kepada Edhy melalui lima orang itu dengan tujuan agar Edhy Prabowo mempercepat persetujuan perizinan ekspor benih lobster atau benur di KKP tahun anggaran 2020. Menurut Jaksa, uang tersebut diperuntukkan untuk kepentingan Edhy Prabowo dan istrinya, Iis Rosita Dewi.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.