Sukses

Pengurus Golkar Berharap Kudeta dan Konflik di Myanmar Segera Berakhir

Jessica berpandangan, kepemimpinan yang sah suatu negara sudah seharusnya melalui mekanisme yang konstitusional.

Liputan6.com, Jakarta - Publik dunia dikejutkan ketika militer Myanmar yang dipimpin Jenderal Senior Min Aung Hlaing melakukan kudeta kepada pemimpin sah hasil pemilu Aung San Suu Kyi. Berbagai kecaman hadir dari negara-negara besar antara lain Amerika Serikat, Australia dan Inggris. Indonesia sendiri menyatakan prihatin atas kondisi yang terjadi di Myanmar.

Mencermati kejadian ini, Pengurus DPP Partai Golkar Bidang Luar Negeri Dr Jessica N Widjaja juga menyampaikan keprihatinannya. Dia berpandangan, kepemimpinan yang sah suatu negara sudah seharusnya melalui mekanisme yang konstitusional.

"Kudeta tidak pernah menjadikan suatu negara menjadi lebih baik. Semoga militer Myanmar dan pemerintahan sipil dapat melakukan rekonsiliasi segera untuk kebaikan rakyat dan negaranya," harap Jessica.

Wanita yang menjadi Kepala Delegasi Indonesia dalam W20 G20 ini mencermati sikap rakyat Myanmar yang diminta oleh Aung Suu Kyi menolak Kudeta.

"Rakyat Myanmar sepertinya masih memiliki trauma besar akan tragedi berdarah 1988. Keinginan menolak kudeta bisa jadi ada, namun ketakutan terhadap tindakan represif militer dapat membuat mereka enggan bersuara," jelasnya.

Membandingkan antara kudeta di Myanmar dan Thailand, Jessica menyampaikan ada perbedaan mendasar pada karakter militer kedua negara.

"Di Thailand pun pernah terjadi beberapa kali kudeta militer. Namun semua terjadi tak berdarah. Karakter militer di Thailand yang lebih mengakomodasi gerakan dialogis membuat pihak yang berseberangan dapat menemukan solusi kembali untuk negara mereka," tanggapnya.

Sementara itu, Myanmar menurut Peraih Rekor MURI ini, memiliki karakter militer yang otoritarian.

"Terbukti kudeta militer 1962 membawa Myanmar yang maju sebelumnya menjadi salah satu negara termiskin di dunia. Baru pada 2011 junta militer menyerahkan kekuasaan kembali kepada Sipil," sebutnya.

 

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Militer Tak Berpolitik

Dia berpandangan, pemerintahan sipil yang legitimate adalah salah satu parameter demokratisasi di suatu negara berjalan dengan baik.

"Militer adalah perangkat negara yang tidak berpolitik, kebutuhan kuat akan kehadiran mereka di bidang pertahanan sangat penting, namun selain itu, militer harus kembali ke barak. Militer tidak berpolitik, namun politik militer harus mengikuti politik negara. Myanmar sepatutnya berubah ke arah sana," tegas Jessica.

Terakhir, Ketua The Grandeur Center (TGC) Indonesia ini berharap agar kudeta di Myanmar tidak sampai menelan korban Jiwa.

"Nyawa manusia terlalu berharga untuk ditukar dengan sekadar kekuasaan. Concern kami kepada perlindungan wanita dan anak sedemikian besar, dan kami berharap Myanmar akan segera kembali kepada situasi yang terbaik untuk rakyat dan negara mereka," Jessica menandaskan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.