Sukses

FPI Ganti Nama Setelah Dibubarkan, KSP: Apapun Namanya Tak Ada Tempat di Negeri Ini

Ngabalin meyakini, haluan Front Persatuan Islam adalah negara Khilafah Islamiyah. Menurut dia, hal itu bertolak belakang dengan dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Rencana pengubahan nama Front Pembela Islam menjadi Front Persatuan Islam usai dibubarkan pemerintah ditanggapi serius oleh Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP), Ali Mochtar Ngabalin. Menurut dia, apa pun namanya,  tetap tidak ada tempat untuk FPI.

"Front Persatuan Islam (FPI) apapun namamu kau tidak ada tempat di Republik ini," tulis Ngabalin dalam Twitternya @AliNgabalinNew, Jumat (1/1/2020).

Ngabalin meyakini, haluan Front Persatuan Islam adalah negara Khilafah Islamiyah. Menurut dia, hal itu bertolak belakang dengan dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia.

"Basis & haluanmu adalah negara Khilafah Islamiyah itu adalah sebuah pembangkang terhadap negara & konstitusi yang sah & berlaku," jelas dia.

Ngabalin mewanti generasi muda Islam untuk sadar diri dan terlindung dari organisasi masyarakat yang memiliki dugaan kecenderungan gerakan radikal.

"Awas jangan gagal paham. Generasi muda Islam harus terlindungi dari ormas radikal," dia menandasi.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Rencana Ubah Nama FPI

Kuasa Hukum FPI Sugito Atmo Pawira mengatakan, pihaknya bakal berdiskusi dengan para pengurus Dewan Pimpinan Pusat (DPP) FPI, apakah akan berganti nama organisasi atau tidak.

"(Wacana FPI ubah nama) itu nanti sambil jalan, nanti kami diskusikan dulu dengan pengurus DPP. Karena jangan dipersulit sebagai kuasa hukum," kata Sugito kepada wartawan, Rabu (30/12/2020).

Meski sudah dianggap bubar pada 2019, ia menyatakan bahwa FPI pernah terdaftar pada 2018 lalu.

"Oh dulu pernah (Daftar SKT) tahun 2018, tapi kan ada kendala itu sebelumnya menjadi teknis yang ada di sana," sebutnya.

Sementara itu, Wakil Sekertaris FPI Aziz Yanuar mengatakan, bahwa Surat Keterangan Terdaftar (SKT) tidaklah wajib bagi ormas.

"MK mengatur pasal ketentuan MK 2013 bahwa itu tidak ada daftar pendaftaran itu. SKT itu tidak wajib, sukarela saja," ujar Aziz.

Meski tidak wajib, pihaknya tetap mengajukan atau mendaftar SKT secara formal. Namun, pengurusan SKT mengalami kendala.

"(Pernah) diurus, kita secara formal kita mengajukan, kita juga sekarang bertahap berkomunikasi dengan yang ada di Kemendagri dan macam-macam. Tapi kan ini ada kendala, ya sudah biarkan saja, yang penting kita niatnya baik secara hukum kita mengikuti prosedur yang benar," kata Aziz

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.