Sukses

Setara Institute: Masalah Toleransi Jadi Tantangan Terbesar Menteri Agama Baru

Ismail mengatakan, sebagai menteri agama, Yaqut harus menjadi menteri untuk semua agama, bukan hanya memprioritaskan kelompok atau satu agama saja.

Liputan6.com, Jakarta Jokowi resmi melantik Yaqut Cholil Qoumas sebagai Menteri Agama bersama 5 menteri dan 6 wakil menteri baru lainnya di Istana Kepresidenan Jakarta. 

Direktur Eksekutif SETARA Institute, Ismail Hasani berharap, Yaqut Cholil Qoumas bisa menjawab harapan publik terkait dengan aspirasi menteri untuk semua agama dan keyakinan.  Menurut Ismail, menjaga toleransi antar umat beragama dinilai menjadi salah satu tantangan bagi pria yang biasa disapa Gus Yaqut itu.

"Saya ingin mengingatkan bahwa menteri agama adalah menteri untuk semua agama dan keyakinan," ujar Ismail Hasani kepada wartawan, Rabu (23/12/2020).

Karena itu, kata Ismail, salah satu tantangan yang harus dijawab menteri agama baru pengganti Fachrul Razi itu adalah memberikan pelayanan keagamaan baik itu dalam kegiatan keagamaan maupun juga pendidikan keagamaan untuk semua agama kepercayaan.

"Saya berharap menteri agama menjalankan kepemimpinan toleransi dan antikorupsi dan melayani. Jadi menjalankan kepemimpinan toleransi antikorupsi dan melayani," tuturnya.

Ismail mengatakan, isu toleransi sudah sejak lama menjadi tantangan pemerintah. Dia melanjutkan, isu toleransi menjadi salah satu pekerjaan rumah (PR) Kementerian Agama selain Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kepolisian.

"Dan ini harus ditangani dan direspons secara baik oleh menteri agama baru, dan dengan menggunakan cara-cara yang demokratis. Tidak seperti Pak Fachrul Razi sebelumnya misalnya visi menangani toleransi memang ada, tapi cara-cara yang ditawarkannya adalah cara-cara yang kurang demokratis, seperti sertifikasi ulama, penyediaan bacaan khutbah dan lain sebagainya, ini saya kira sesuatu yang mengikis jaminan kebebasan sipil warga," ujarnya.

Adapun tantangan lain yang harus dijawab Yaqut Cholil Qoumas, kata dia, adalah mengenai 421 produk hukum daerah yang diskriminatif dan 72 produk hukum daerah yang intoleran.

Dia mengakui, masalah Perda-perda diskriminatif itu merupakan kewenangan langsung dari Kementerian Dalam Negeri untuk memberikan perhatiannya.

Namun,karena sebagian besar Perda-perda ini berhubungan dengan soal kehidupan keagamaan atau diskriminasi-diskriminasi berbasis agama dan keyakinan, Yaqut menurut Ismail harus memberikan perhatian bagaimana kemudian mengambil prakarsa mengatasi persoalan Perda-perda diskriminatif.

"Karena Perda-perda inilah di lapangan menjadi justifikasi, menjadi pembenaran praktek-praktek diskriminasi,"  kata dia.

 

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Masalah Korupsi di Kemenag

Tantangan selanjutnya mengenai kepemimpinan antikorupsi. Ismail mengatakan, Yaqut Cholil Qoumas harus mampu menggiatkan atau mengakselerasi reformasi birokrasi Kemenag. Dia mengingatkan bahwa Kemenag memiliki sekitar 450 ribu pegawai.

"Karena ini salah satu urusan kementerian, urusan negara, urusan pemerintahan maksud saya yang tidak diserahkan ke Pemerintah Daerah, didesentralisasikan, itu soal agama, karena itu birokrasinya besar, 450 ribu pegawai, dan ini belum memperoleh penanganan serius dari menteri-menteri sebelumnya, bagaimana kemudian birokrasi Kemenag ini bekerja lebih progresif dan tentu saja bersih," katanya.

Ismail melanjutkan, satuan-satuan kerja di bawah Kemenag termasuk perguruan tinggi harus betul-betul dipastikan menjalankan reformasi birokrasi yang sungguh-sungguh, bukan hanya sekadar memasang spanduk wilayah bebas korupsi ataupun wilayah zona integritas.

"Tetapi betul-betul harus tercermin dalam kinerja pegawai atau PNS Kemenag, reformasi tata kelola di lingkungan Kemenag saya kira jadi PR serius, jangan lupa bahwa Kemenag termasuk salah satu kementerian dengan anggaran jumbo dalam setiap tahunnya dan ini menuntut pertanggungjawaban yang serius pula," tuturnya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.