Sukses

Interaksi Minimal 15 Menit Dalam Waktu 24 Jam, Disarankan Lakukan Tes Swab PCR

kriteria 'kontak erat' berlaku jika seseorang berbicara atau berada di dalam satu ruangan yang sama dengan jarak enam kaki (1,8 meter) selama 15 menit berturut-turut atau non-stop bersama orang terkonfirmasi COVID-19.

Liputan6.com, Jakarta - Penelitian pola penularan virus COVID-19 terus dilakukan untuk memonitor mekanisme persebaran virus yang terus berkembang. Pemprov DKI pun mengikuti pedoman terbaru dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mengenai pedoman pengulangan tes Swab PCR berdasarkan definisi kontak erat terbaru.

Pedoman ini diperbarui setelah adanya laporan kasus seorang petugas lapas di Vermont, Amerika Serikat yang positif COVID-19, usai melakukan 22 interaksi selama kurang lebih 8 (delapan) jam dengan narapidana yang juga terinfeksi virus COVID-19.

Melalui pantauan CCTV, terlihat interaksi yang dilakukan petugas dengan para napi tergolong singkat dan tidak memenuhi kriteria sebagai kontak erat.

Sebelumnya, kriteria 'kontak erat' berlaku jika seseorang berbicara atau berada di dalam satu ruangan yang sama dengan jarak enam kaki (1,8 meter) selama 15 menit berturut-turut atau non-stop bersama orang terkonfirmasi COVID-19.

Namun, diketahui kemudian petugas tersebut mengalami gejala-gejala COVID-19 dan setelah dilakukan tes PCR dinyatakan positif. Kasus yang menimpa petugas lapas di Vermont tersebut memunculkan kesimpulan baru bahwa interaksi yang terjadi dalam waktu singkat pun masuk kriteria sebagai 'kontak erat'.

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, Widyastuti menerangkan, pada Pedoman Pencegahan Dan Pengendalian Corona Virus DIsease 2019 (COVID-19) Revisi Ke-5, kasus kontak erat dilakukan karantina tanpa pemeriksaan swab PCR sejak seseorang dinyatakan sebagai kontak erat selama 14 hari sejak kontak terakhir dengan kasus probable atau konfirmasi COVID-19 (kecuali tenaga kesehatan yang tetap dilakukan pemeriksaan swab PCR).

"Namun rekomendasi yang dikeluarkan oleh CDC yang menyatakan jika kapasitas pemeriksaan swab PCR memadai, pemeriksaan swab PCR disarankan untuk semua kontak erat dengan pasien yang terinfeksi SARS-CoV-2. Karena potensi penularan asimtomatik dan pra-gejala pada individu yang berkontak dengan pasien yang terinfeksi SARS-CoV-2 harus segera diidentifikasi dan diuji untuk memutus rantai penularan SARS-CoV-2," terang Widyastuti.

Lebih lanjut, atas dasar rekomendasi dari CDC-WHO dan memperhatikan kapasitas pemeriksaan laboratorium PCR di DKI Jakarta, dan dalam Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 79 tahun 2020 tentang Penerapan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan Sebagai Upaya Pencegahan Dan Pengendalian COVID-19, dalam pasal 17 ayat 2, disebutkan bahwa anggota masyarakat yang memenuhi kontak erat atau suspek berdasarkan penyelidikan epidemiologi dilakukan pengambilan spesimen/ swab untuk pemeriksaan RT-PCR atau tes cepat molekuler (TCM).

"Jika hasil RT-PCR atau TCM positif namun tidak menunjukkan gejala atau ada gejala namun ringan dan tidak memerlukan perawatan medis, dapat melakukan isolasi mandiri pada tempat yang telah ditentukan. Jika positif dan membutuhkan perawatan medis, dapat menuju rumah sakit rujukan," lanjut Widyastuti.

Sementara dokter umum lulusan Universitas Indonesia yang saat ini sedang menempuh pendidikan Ph.D kardiovaskular di Kobe University, Jepang turut menjelaskan kapan seseorang dianggap kontak erat dengan penderita COVID-19.

"Bila kontak erat dengan pasien konfirmasi/probable COVID-19 berdasarkan kurun waktu, pasien COVID-19 bergejala (simptomatik) ialah 2 hari sebelum gejala muncul hingga waktu pasien telah diisolasi. Sedangkan untuk pasien COVID-19 tidak bergejala (simptomatik) ialah 2 hari sebelum swab PCR dengan hasil positif pertama hingga waktu pasien telah diisolasi," jelas Adam.

Ia pun memaparkan perbedaan pedoman dasar kontak erat terbaru dengan sebelumnya. “Sebelumnya definisi kontak erat berdasarkan CDC ialah dalam jarak < 6 kaki (1,8 meter) dalam waktu 15 menit berturut-turut, kini merujuk pedoman baru menjadi dalam jarak < 6 kaki (1,8 meter) dalam waktu minimal total 15 menit dalam durasi 24 jam,” paparnya.

Lebih jauh ia menjelaskan dalam pedoman baru ini ada durasi waktu yang perlu diperhatikan antara kontak erat baru dengan yang lama.

“Perhitungan berdasarkan CDC yang baru itu ada akumulasi, jadi misalnya jarak duduk 3 meter tapi kalau sempat ngobrol di pantry 10 menit dan ngobrol lagi di toilet 7 menit, jadinya tetap terhitung kontak erat,” ujar Adam.

Kemudian, merujuk rekomendasi WHO dan CDC untuk kasus tanpa gejala dan gejala ringan hingga sedang yang hanya perlu dikarantina tak lagi menularkan virus setelah hari ke-10 terhitung dari munculnya gejala.

Rekomendasi tersebut juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh National Centre for Infectious Diseases and the Chapter of Infectious Disease Physicians, Academy of Medicine, Singapore, yang menyimpulkan bahwa masa penularan SARS-COV-2 pada individu yang bergejala dimulai pada 2 hari sebelum munculnya gejala, dan berlanjut hingga hari ke 7 -10 setelah muncul gejala.

Replikasi virus aktif menurun secara cepat setelah minggu pertama munculnya gejala dan virus yang hidup tidak lagi ditemukan setelah minggu kedua munculnya gejala walaupun pemeriksaan PCR masih mendeteksi adanya RNA virus. Untuk kasus konfirmasi tanpa gejala yang waktu munculnya gejala (onset) dimulai saat diambil spesimen/swab RT-PCR, maka setelah 10 hari dari masa onset (dari tanggal dilakukan tes PCR) dapat ditetapkan telah menyelesaikan masa isolasi.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.