Sukses

Special Content: Memburu Penyebar, Bukan Pemain di Video Porno Mirip Gisel

Artis Gisella Anastasia atau Gisel menjadi sorotan setelah video asusila mirip dirinya tersebar di media sosial, kini polisi tengah melakukan penyidikan.

Jakarta - Rekaman video porno mirip artis Gisella Anastasia (Gisel) viral di media sosial dan menjadi perhatian luas. Kasus ini juga sudah dilaporkan ke polisi oleh sejumlah pengacara.

Sekelompok pengacara yang membuat laporan video porno mirip Gisel ke Polda Metro Jaya menggunakan Pasal 27 ayat 1 dan atau Pasal 45 ayat 1 UU Nomor 19 Tahun 2016 Tentang ITE dan atau Pasal 4 ayat 1 Jo Pasal 29 UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dan atau Pasal 8 Jo Pasal 34 UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi.

Laporan itu diterima Polda Metro Jaya dengan nomor LP: TBL/6608/XI/Yan.2.5/2020/SPKT PMJ tanggal 7 November 2020. Terkait rekaman video porno, baik pihak penyebar dan pemain yang terlibat turut dilaporkan ke polisi. Selain itu, polisi juga sudah memeriksa pelapor kasus video porno mirip Gisel.

Salah satunya pengacara yang sudah diperiksa polisi yakni Febriyanto Dunggio. Dua orang saksi juga ikut dimintai keterangan oleh penyidik, di mana mereka adalah saksi yang diajukan pihak pelapor dalam laporan ini.

"Kita mengundang saudara FD, pekerjaan pengacara, untuk kita minta klarifikasi yang bersangkutan sebagai pelapor," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus.

"Dengan membawa bukti-bukti apa yang dia persangkakan terhadap lima akun yang mengedarkan video asusila yang mirip saudari G," tambah Yusri.

Pengacara lain yang juga melaporkan kasus rekaman video porno mirip Gisel yakni Pitra Romadoni Nasution. Menurut Yusri, muatan materi laporannya hampir sama dengan Febriyanto Dunggio yaitu melaporkan Pasal 27 Jo Pasal 45 UU ITE dan atau Pasal 8 Jo Pasal 34 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi.

Polisi juga meminta bantuan beberapa saksi ahli untuk mengusut laporan terkait video porno mirip Gisel, di antaranya saksi ahli bahasa dan informasi serta transaksi elektronik. Pengusutan juga dilakukan polisi terhadap para pemilik akun media sosial yang menyebarkan video porno mirip Gisel.

"Kita sedang mem-profiling akun-akunnya ini. Kan yang terlapor ini akun-akun dulu. Kita pelajari dulu siapa dia, baru ketahuan siapa nanti ininya (pemilik akun)," ucap Yusri.

"Ada lima akun yang dilaporkan pelapor terhadap video asusila yang mirip Saudari G, public figure. Dari lima akun ini, sudah tiga yang dihapus, tapi jejak digital tidak akan pernah hilang," tuturnya.

Gelar perkara kasus ini telah dilakukan penyidik Polri usai seluruh keterangan dikantongi. Pada Kamis (12/11/2020), Polda Metro Jaya meningkatkan status perkara video asusila mirip Gisel dari penyelidikan ke tahap penyidikan.

Polisi juga akan memanggil Gisel untuk keperluan proses penyelidikan. Selain itu, polisi terus memburu penyebar pertama video porno ini.

"Apakah yang di dalam gambar tersebut yang mirip saudari G dan JI akan diperiksa? Ya kita akan selidiki dulu siapa yang ada di dalam video itu. Karena itu akan bersinggungan atau mengarah ke UU pornografi tentang siapa yang buat itu," ucap Yusri lagi.

Terkait video porno mirip Gisel, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) sudah menurunkan atau take down dari sejumlah platform di dunia maya, terutama media sosial.

"Paralel kami berkoordinasi dengan platform medsos terkait untuk melakukan take down. Beberapa di antaranya sudah dilakukan take down," jelas Staf Khusus Menteri Komunikasi dan Informatika Bidang Digital dan Sumber Daya Manusia, Dedy Permadi.

Klarifikasi Gisel

Bagi Gisel, ini bukan pertama kalinya dia diterpa kasus video porno yang mirip dengan dirinya. Pada Oktober 2019, ibu satu orang anak ini melapor ke polisi menyusul beredarnya video porno yang mirip dirinya di media sosial.

Saat itu, Gisel membantah wanita yang di video tersebut adalah dirinya dan memilih menempuh jalur hukum karena merasa dirugikan akibat beredarnya video porno tersebut.

Sementara untuk kasus video kali ini, Gisel mengaku bingung harus bagaimana menanggapinya. Mantan istri artis Gading Marten ini merasa sedih, karena terkena masalah yang serupa seperti tahun lalu.

"Aku bingung klarifikasinya gimana, soalnya bukan kali pertama ya kena di aku. Sebenarnya sedih, cuma ya sudah enggak apa-apa dihadapi saja. Mohon doanya ya agar bisa cepat terlewati," kata Gisel.

Mengenai gorden jendela di video porno itu, yang disebut banyak pihak memiliki kemiripan dengan gorden yang ada di rumah Gisel, runner-up Indonesian Idol Musim Kelima ini merasa sedih menanggapinya.

"Yang tahu aku ya tahulah, cuma ada aja yang enggak terlalu deket (bilang) 'Itu kamar kamu banget gordennya."

"Cuma kan sedih, aku enggak mungkinlah ngapa-ngapain di kamarku yang sama Gempi, kan kayak, ya gitu deh," ungkap perempuan berusia 29 tahun ini.

Gisel sendiri mengaku sudah menonton video mirip dirinya yang tersebar luas itu. Menurut Gisel, penampilan wanita yang ada dalam video tersebut sekilas memang mirip dengan wajahnya. Tapi setelah ditonton dengan seksama dan dilihat dari berbagai sisi, Gisel sambil bercanda malah melihat wanita di dalam video itu mirip dengan temannya jika dilihat dari sisi yang berbeda.

Ibu berusia 29 tahun itu kembali menegaskan bahwa pemain wanita dalam video syur yang viral disebar di media sosial itu bukan dirinya. Keyakinan Gisel itu dikarenakan warna dan gaya rambut hingga postur tubuh si sosok wanita sangat berbeda jauh dengan dia.

 

 

Saksikan Video Berikut Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Jerat Pidana yang Menanti

Pelapor kasus video porno mirip Gisel memakai Pasal 27 ayat 1 dan atau Pasal 45 ayat 1 UU Nomor 19 Tahun 2016 Tentang ITE dan atau Pasal 4 ayat 1 Jo Pasal 29 UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dan atau Pasal 8 Jo Pasal 34 UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dalam laporannya ke Polda Metro Jaya.

Pasal 27 ayat 1 sendiri mengatur bahwa orang yang dikenakan pasal UU ITE ialah mereka yang mendistribusikan dokumen elektronik. Pasal ini menyatakan, perbuatan pelanggaran asusila menjadi klausul pelanggaran.

Lalu pasal 45 ayat 1 mengatur tentang sanksi dari pelanggaran pasal 27 ayat 1. Mereka yang terbukti melanggar bakal diganjar sanksi pidana penjara hingga denda.

"Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar."

 

Pasal 29 UU No. 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi menyatakan bahwa mereka yang turut memperbanyak dapat dikenakan pidana. Mereka juga dapat dikenakan denda dan atau pidana penjara.

"Setiap orang yang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 12 tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp250 juta dan paling banyak Rp6 miliar."

Berkaca pada kasus Ariel Noah dan Luna Maya serta Cut Tari pada 2010, bukan tidak mungkin sosok dalam video porno mirip Gisel bisa dikenai pasal serupa. Ariel kala itu dinyatakan melanggar Pasal 29 juncto Pasal 4 UU 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. Ariel divonis penjara tiga tahun enam bulan dikenakan denda Rp 250 juta. Ariel sempat dijerat pasal 27 UU ITE, namun tidak terbukti ikut menyebarkan. Hukuman yang dijatuhkan atas Ariel itu lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum.

Analis Forensik Digital yang menangani kasus video asusila Ariel, Ruby Alamsyah, menyatakan, logikanya sosok yang ada dalam video porno mirip Gisel, bisa saja terkena hukuman seperti Ariel. Namun, karena saat ini proses hukum masih berlangsung, bisa saja ada hal lain yang belum terungkap.

Saat diminta polisi membantu menangani siapa penyebar pertama video asusila Ariel- Luna Maya dan Ariel-Cut Tari, Ruby mengaku melakukan pengungkapan digital forensik analisis. Untuk video porno mirip Gisel, menurut dia, cara yang sama bisa dilakukan.

"Logikanya begitu (hukuman seperti Ariel). Tapi kan negara kita tidak menganut hukum yang seperti negara-negara maju seperti itu. Kalau ada contoh kasusnya dan terbukti sama, ya hukumnya sama. Kita enggak nih. Tetap pembuktian. Tugas pertama ya memastikan siapa orang yang di dalam (video), untuk menetapkan tersangka. Kalau untuk menetapkan tersangka seperti kasus Ariel, kan harus dibuktikan dulu siapa orang tersebut. Banyak cara untuk membuktikan," terang Ruby Alamsyah saat dihubungi Liputan6.com.

"Kalau terkait pasalnya, logikanya sih siapa pun orang yang di dalamnya ya. Kalau serupa seperti kasus Luna Maya dan Ariel, ya logikanya akan bisa terkena tuntutan hukum yang sama," tuturnya.

Video porno mirip Gisel begitu masif penyebarannya di internet, demikian pula dengan kasus Ariel, Luna Maya, dan Cut Tari. Menurut Ruby, hal itu tidak terlepas penetrasi pengguna internet di Indonesia yang tinggi.

"Indonesia salah satu negara di dunia dengan pengguna media sosial tertinggi di dunia. Akhirnya apa? Netizen di Indonesia tinggi banget dan cukup aktif. Nah, selanjutnya terkait konten. Kontennya kebetulan pornografi yang diduga public figure, itu men-trigger saja," ujar Ruby.

"Kan gini, konten positif atau negatif bisa jadi viral, tergantung parameter-parameternya. Coba bayangin parameternya enggak ada. Bukan public figure. Pasti enggak heboh-heboh banget, karena enggak peduli siapa."

 

3 dari 5 halaman

Pelanggaran Hak Atas Privasi

Peneliti Institute for Criminal and Justice Reform ( ICJR), Maidina Rahmawati, mengatakan, sosok pria dan wanita dalam video panas tersebut harusnya diposisikan sebagai korban, bukan pelaku.

"Orang yang berada di video itu tidak menghendaki adanya penyebaran konten tersebut. Ketika tidak ada kehendak, maka bisa dikatakan, adanya video itu adalah untuk kepentingan pribadi. Dalam konteks kepentingan pribadi, konstitusi Indonesia, UU ITE dan UU Pornografi melindungi kepentingan pribadi dan harusnya aparat hukum melihat orang dalam video itu dalam kacamata bahwa mereka adalah korban," kata Maidina kepada Liputan6.com.

Ia menjelaskan, siapa pun yang berada dalam video tersebut, yang sama sekali tidak menghendaki adanya penyebaran ke publik, tidak dapat dipidana, atas dasar dua hal.

Pertama, dalam konteks UU Pornografi, orang dalam video yang tidak menghendaki penyebaran video, tidak dapat dipidana. Terdapat batasan penting dalam UU Pornografi, bahwa pihak-pihak yang melakukan perbuatan “Membuat” pornografi tidak dapat dipidana, apabila dilakukan untuk tujuan diri sendiri dan kepentingan sendiri. Dengan demikian perbuatan membuat pornografi tidak bisa dipidana apabila dilakukan untuk kepentingan diri sendiri atau kepentingan pribadi (Pasal 4 UU Pornografi).

Pasal 6 UU Pornografi juga menyebutkan larangan "Memiliki atau menyimpan” tidak termasuk untuk dirinya sendiri dan kepentingan sendiri. Dalam risalah pembahasan UU Pornografi juga dijelaskan bahwa yang didefinisikan sebagai perbuatan kriminal adalah pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi di ruang publik, ada aspek mendasar yaitu harus ditujukan untuk ruang publik. Jadi, selama konten tersebut adalah kepentingan pribadi, ketentuan hukum dan konstitusi di Indonesia melindungi hak tersebut.

Kedua, dalam Pasal 27 ayat (1) UU ITE tentang mendistribusikan, mentransmisikan, membuat dapat diaksesnya informasi elektronik, dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan harus didudukan kembali sesuai tujuan pembentukannya. Tujuan pengaturan Pasal 27 ayat (1) UU ITE adalah mencegah penyebaran konten melanggar kesusilaan di ranah publik digital. Mutlak, Pasal 27 ayat (1) harus merujuk pada ketentuan dalam Pasal 282 ayat (2) KUHP tentang menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan di muka umum tulisan, gambaran atau benda yang telah diketahui isinya melanggar kesusilaan, serta merujuk pula pada ketentuan UU Pornografi.

Batasan untuk dapat dijerat pasal ini bahwa konten tersebut harus benar-benar ditujukan kepada publik, harus juga telah diketahui oleh pelaku sebagai konten melanggar kesusilaan. Pembuatan konten atau korespondensi pribadi, sama sekali tidak dapat dijerat dengan Pasal 27 ayat (1).

"Jadi, kalau kita lihat dari konstruksi hukum, kasus ini adalah pelanggaran hak atas privasi seseorang. Yang terlibat dalam video tersebut, dokumen pribadinya diambil dan disebarluaskan dan itu pelanggaran hak atas privasi," ucap Maidina.

Kriminolog Universitas Indonesia, Adrianus Meliala, mengatakan, dalam kasus-kasus video asusila sebelumnya, ada kalanya kepolisian mengejar pelaku video, tapi ada kalanya juga mengejar penyebar video.

"Jadi, ada 2 kecendrungan. Menurut saya, perlu dipastikan, polisi mau mengejar yang mana. Apakah mau mengejar orang yang mengedarkan atau mau membuktikan bahwa Gisel adalah pelaku video," kata Adrianus kepada Liputan6.com.

Senada dengan Ruby Alamsyah, menurut Adrianus, apabila ada pihak-pihak yang melapor atau meragukan sosok di video itu Gisel atau bukan, maka bisa dilakukan uji forensik atas video tersebut.

4 dari 5 halaman

Pentingnya Keamanan Data Pribadi

Ketika foto atau video yang bersifat sangat pribadi bisa muncul ke ruang publik seperti internet, patut menjadi pertanyaan bagaimana hal itu bisa terjadi. Apakah karena kelalaian atau ada pihak yang mengambilnya secara ilegal?

Beredarnya video porno mirip Gisel di media sosial membuat kita patut lebih waspada tentang keamanan data pribadi yang bersifat sangat rahasia di gadget atau gawai kita. Menjaga keamanan data penting dan rahasia bukan perkara mudah.

Analis Forensik Digital, Ruby Alamsyah, menyatakan, keamanan data pada gadget tergantung bagaimana perilaku penggunanya. Dia menekankan perlunya kesadaran terhadap persepsi bahwa internet adalah ruang publik.

"Gadget bisa terkoneksi ke internet. Nah, internet adalah ranah publik. Berarti, data apa pun yang kita simpan di gagdet kita tadi, kalau memang penting dan sangat rahasia, harus kita simpan dengan cara yang benar-benar sesuai dan tidak bisa diakses orang lain, baik dengan cara apa pun," terang Ruby.

"Karena apa, walaupun kita simpan, enggak ada yang akses secara fisik ke device kita, tapi kalau kita cara penggunaannya salah, ya itu misalnya kita kena virus, kena malware, kena spyware, akhirnya data kita yang di dalam kan bisa diakses sama orang lain kan."

Ruby juga menjelaskan beberapa kasus kebocoran data pribadi dari gadget yang pernah dia ungkap. Dia mengingatkan bahaya virus, malware, serta spyware sebagai sarana yang dapat mengakses data rahasia di gadget kita dan mengambilnya secara ilegal.

"Itu metode yang sudah pernah terjadi di kasus-kasus kebocoran data penting dan rahasia yang pernah kita ungkap. Selanjutnya adalah saat kita melakukan back up data dari handphone lama ke yang baru di pihak ketiga atau biasanya toko gadget," ungkapnya.

"Nah, hal seperti itu juga harus dihindari, karena apa? Data back up kita itu disimpan di mana oleh mereka. Kebanyakan yang tidak sadar adalah, data kita disimpan di komputer si toko tersebut. Apakah toko itu menyimpan dengan benar? Apakah toko itu tidak mengakses secara ilegal? Dan lain-lain. Itu beberapa modus yang terjadi terkait kebocoran-kebocoran data pribadi dari gadget," tambah Ruby.

Ruby menyarankan agar masyarakat menggunakan gadget dengan bijak, termasuk dengan cara meng-install software-software pengaman, baik itu antimalware, antispyware, dan antivirus. Dia mengimbau masyarakat tidak menyimpan data-data penting atau rahasia di device manapun, kalau tidak memiliki ilmu ataupun pengetahuan yang cukup untuk bisa mengamankannya secara optimal.

"Tapi kalau perlu (menyimpan data rahasia), tinggal belajar dan konsultasi ke pihak-pihak yang mengerti agar penyimpanan data-datanya aman dan tidak bocor ke pihak lain. Lalu, pastikan kita menggunakan internet secara aman."

"Jangan sembarang klik, jangan sembarang percaya link-link yang dikirim orang. Minimal yang kita lakukan, copypaste link yang dikirim, coba taruh di pencarian google, nah apakah google menginformasikan link tersebut terindetifikasi sebagai pishing atau tidak," beber Ruby.

5 dari 5 halaman

INFOGRAFIS

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.