Sukses

Potret Nadiem Makarim Kenakan Ti'i Langga, Topi Khas Pulau Rote

Mendikbud Nadiem Makarim berkunjung ke Pulau Rote untuk melihat langsung proses belajar mengajar di daerah tersebut saat pandemi Covid-19.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim terus melanjutkan kunjungan kerjanya ke pelosok negeri di tengah situasi pandemi Covid-19. Setelah bertandang ke Poso dan Gianyar, kini ia menginjakkan kaki di tanah Rote, Nusa Tenggara Timur (NTT) pada Rabu (11/11/2020).

Kehadiran Nadiem Makarim di Kabupaten Rote Ndao untuk memastikan program dan kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) berjalan baik di daerah tersebut.

Pertama-tama Nadiem mengunjungi Taman Kanak-kanan (TK) Negeri Pembina, Londalusi, Rote Timur. Ia ingin melihat langsung bagaimana kondisi pembelajaran selama pandemi Covid-19 di daerah tertinggal, terdepan dan terluar (3T) itu.

Ia mengatakan kondisi di daerah tidak bisa diketahui secara langsung jika hanya dipantau dari Jakarta.

“Luar biasa. Pada saat ke lapangan, kita dapat mengetahui program-program mana yang benar sudah dirasakan dan mana yang belum,” ujar Mendikbud Nadiem Makarim.

Dalam kesempatan itu, Nadiem menjajal mengenakan Ti’i Langga, topi khas Rote Ndao. Nadiem tampak tetap mengenakan penutup kepala yang bentuknya mirip dengan topi sombrero dari Meksiko itu, kendati dirinya tengah menghadap ke layar sebuah komputer.

Ti’i Langga terbuat dari daun lontar yang dikeringkan. Di sisi kanan-kirinya terlihat meliuk, dan bagian tengahnya menyembul seperti sebuah tanduk tegak lurus.

Ti’i Langga merupakan aksesoris dari pakaian tradisional untuk pria Rote. Topi itu akan dikenakan pada momen-momen tertentu, misalnya pada saat menarikan tarian tradisional Foti, tarian khas daerah setempat.

Konon karena sifat alami daun lontar yang makin lama makin kering, maka Ti’i Langga pun akan berubah warna dari kekuningan menjadi makin kecokelatan. Bagian yang meruncing pada topi tersebut makin lama tidak akan tegak, tetapi cenderung miring dan sulit untuk ditegakkan kembali.

Hal itu dipercaya melambangkan sifat asli orang Rote yang cenderung keras, di mana semakin tua akan semakin melunak. Selain itu, Ti’i Langga disebut juga merupakan simbol kepercayaan diri dan wibawa pemakainya.

Selain mengenakan Ti’i Langga, Mendikbud yang saat itu tengah memakai batik warna gelap juga tersampir di bahu kirinya kain khas Rote, yakni Lafe Tei.

Dalam foto lain, Nadiem Makarim terlihat juga mengenakan sarung khas Rote yang disebut Lambi Tei.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kesan Nadiem di Pulau Rote

Ada hal yang paling berkesan bagi Mendikbud dalam kunjungan tersebut. Nadiem yang biasa melihat kemajuan infrastruktur di Jakarta, kini dihadapkan pada minimnya infrastruktur di Rote Ndao.

Pulau Rote menurutnya tak mempunyai infrastruktur sebaik di Pulau Jawa.

“Saya baru dari Palu, Gianyar, setelah itu saya ke Rote. Jelas sekali kelihatan infrastruktur yang belum baik, jaringan internet yang belum baik, sarana dan prasarana itu sangat besar kesenjangannya. Jadi ini yang harus benar-benar kita jembatani dan itu menjadi suatu hal yang menjadi prioritas kami,” ujarnya.

Dalam kesempatan itu, Mendikbud juga menyarankan agar Pemerintah Kabupaten Rote Ndao, memperbolehkan pembelajaran tatap muka di sekolah dengan tetap menjalankan protokol kesehatan yaitu menjaga jarak, memakai masker dan rajin cuci tangan. Mengingat Kabupaten Rote Ndao saat ini berada pada zona hijau dan kuning.

“Saya tahu adik-adik ini sudah rindu sekolah, kangen bermain bersama teman-teman, banyak juga orang tua sekarang ini yang stres membimbing anak belajar di rumah,” tutur Mendikbud.

Nadiem mengingatkan kembali kepada kepala sekolah dan guru-guru di sana bahwa berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) empat Menteri, yaitu Mendikbud, Menteri Kesehatan, Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri, keputusan mengenai pelaksanaan pembelajaran tatap muka di sekolah bagi zona hijau dan kuning berada di tangan pemerintah daerah, kepala sekolah dan orang tua siswa. Jika ketiga pihak tersebut menyetujui untuk melakukan sekolah tatap muka, maka boleh dilaksanakan pembelajaran tatap muka tersebut.

“Jadinya kalau zonanya hijau atau kuning, di mana Rote sudah kuning itu diperbolehkan tetapi tidak dipaksa. Itu juga tergantung orang tuanya, kepala sekolahnya, dan tetap harus mengikuti protokol kesehatan, misalnya masuknya pun harus 50 persen kapasitasnya,” ujarnya.

Di sana Nadiem melihat sendiri bagaimana keadaan para siswa. Ia pun merasa khawatir dengan kondisi orang tua yang tidak punya gawai dan jaringan internet yang tidak memadai. Berkaca dari hal itu jika pembelajaran jarak jauh (PJJ) tetap dilaksanakan, maka akan mengakibatkan peserta didik tidak belajar sama sekali.

“Saya khawatir mereka pun tidak belajar apa-apa di masa pandemi ini, karena tentunya mereka anak-anak yang ekonominya paling membutuhkan. Jadi jangan sampai anak-anak kita tertinggal,” terangnya.

Oleh karena itu, Mendikbud Nadiem berharap relaksasi yang sudah diberikan oleh pemerintah digunakan oleh pemerintah daerah dan sekolah, agar peserta didik yang tidak bisa melaksanakan PJJ segera bisa kembali belajar di sekolah.

“Jadi bagi yang benar-benar membutuhkan asal orang tuanya setuju, tolong segera anak-anak ini kembali sekolah,” ungkapnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.