Sukses

Sedang Resesi, Indonesia Dinilai Berada di Periode Survival

Setelah pandemi bisa diatasi, lanjut dia, kegiatan ekonomi mengarah ke normal baru bisa masuk ke tahap pemulihan.

Liputan6.com, Jakarta - Selama pandemi Covid-19 belum diatasi, Indonesia belum akan merangkak ke fase pemulihan investasi. Menurut ekonom Universitas Indonesia Muhammad Chatib Basri, saat ini yang terjadi adalah yang penting selamat.

"Akan ada periode yang disebut sebagai survival, itu adalah sekarang, mencapai titik terendah di quarter kedua, improve sedikit di quarter ketiga, naik lagi terus, tapi belum sampai ke normal, selama pandemi masih jadi problem, saya melihat periodenya periode survival," jelasnya pada webinar "Peluang Mendorong Investasi Saat Pandemi" dalam Bicara Data Virtual Series, Senin (9/11/2020).

Setelah pandemi bisa diatasi, lanjut dia, kegiatan ekonomi mengarah ke normal baru bisa masuk ke tahap pemulihan.

"Recovery hanya bisa dilakukan kalau pandeminya harus bisa di-address, kalau tidak bisa di-address Anda akan berhadapan dengan yang saya sebut skala ekonomi. Kalau kapasitas terpasangan masih banyak, saya nggak mungkin beroperasi 100 persen, ngapain saya berinvestasi kan?" lanjut mantan Menteri Keuangan Indonesia ini.

Menurut Chatib, invetasi akan kembali masuk atau naik ketika ekonomi sudah mulai normal.

"Hitungan sederhana, ekonomi kita baru masuk kondisi normal itu di 2022, di situlah kita baru bisa bicara ekspansi, investasi swasta dan macam-macam," tambahnya.

Pada saat itu penting memastikan adanya kemudahan dan kepastian investasi terutama di daerah. Selain, lanjut Chatib, perlu memasukkan prinsip pembangunan berkelanjutan yaitu mengedepankan isu lingkungan dan perlindugan sosial. Tren sumber-sumber dana global saat ini menurut dia punya perhatian besar pada isu tersebut dalam keputusan investasinya.

"Mereka mulai menghindari pembiayaan sektor-sektor yang dinilai mengganggu environment, financing-nya sudah agak susah," tambahnya.

Untuk itu, campur tangan pemerintah sangat penting, misalnya dengan menghapus subsidi bahan bakar fosil untuk mendorong penggunaan energi terbarukan dan ramah lingkungan.

Sementara itu, Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro, Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Hidayat Amir sepakat dengan analisis Chatib Basri, bahwa saat ini ekonomi tanah air berada dalam fase survival.

"Makanya yang dilakukan pemerintah dengan APBN 2020 dan akan diteruskan pada 2021, sepanjang Covid-19 masih ada, prioritasnya ya menangani kesehatan," katanya.

Di masa survival, kata Hidayat memang berat untuk mendorong investasi. Meski demikian dia meyakini situsai survival sangat sementara, terlebih sebagai negara berkembang Indonesia sangat menjanjikan.

"Pasti akan terjadi recovery, dan harapannya recovery itu tidak hanya cukup mengembalikan pada situasi awal, tetapi juga menjaga momentumnya," tambahnya.

Artinya, pada saat pemulihan nanti seharusnya sisi investasi bisa bergerak lebih cepat dengan disokong bukan hanya kebijakan fiskal tetapi juga penyederhanaan regulasi.

 

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Mendorong Konsumsi Masyarakat

Sementara itu, Partner Tax Research & Training Services Danny Darussalam Tax Center, Bawono Kristiaji mengatakan, ke depan dalam memberi insetif pajak pemerintah perlu melihat fasenya.

"Sekarang, instrumens fiskalnya lebih untuk menjaga likuiditas perusahaan di tengah badai, yang kedua fasenya initial recovery," ujar Bawono.

Initial recovery yang dimaksud Bawono jika dari sisi pajak, misalnya dengan mendorong konsumsi yang akan terjadi ketika ekspetasi masyarakat sudah mulai tumbuh yang ditandai dengan mulai berani berbelanja. Jika ekspektasi belum muncul, upaya mendorong belanja masyarakat akan sia-sia.

"Yang terakhir, fase di mana kita perlu maintenance, bagaimana kestabilannya, bagaimana menjaga daya saing dan investasi," jelas Bawono.

Sementara itu, Deputi Pengembangan Iklim Penanaman Modal (PIPM) BKPM Yuliot menjelaskan, realisasi invetasi sudah mencapai target 74,8 persen dari target sepanjang 2020 yang mencapai Rp 817,2 triliun.

"Nilai investasi sepanjang Januari sampai September 2020 juga naik 1,7 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Dari sisi pelaku usaha dari realisasi PMDN itu biasanya sekitar 45 persen, ini sampai dengan September 2020 realisasi PMDN sudah mencapai Rp 309,9 triliun atau 57,7 persen dari capaian realisasi secara keseluruhan, untuk PMA terjadi sedikit penurunan, ini tentu sejalan dengan realisasi invetasi secara global," kata Yuliot.

BKPM optimistis target investasi tahun ini akan tercapai. Menurut Yuliot, pelaku usaha masih berkomitmen untuk melaksanakan investasi yang telah diteken sebelum pandemi.

"Baik dalam rangka PMDN maupun PMA, persoalannya dengan pandemi ini ada keterbatasan-keterbatasan," Dia memungkasi.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.