Sukses

Beragam Tanggapan Terkait Polemik Pengadaan Mobil Dinas Pimpinan KPK

Plt Jubir KPK, Ali Fikri mengatakan, pengadaan mobil dinas untuk petinggi lembaga antirasuah telah disetujui DPR RI.

Liputan6.com, Jakarta - Beragam tanggapan bermunculan terkait polemik rencana pengadaan mobil dinas bagi pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan sejumlah pejabat struktural di lembaga anti rasuah.

Wakil Ketua Komisi III Ahmad Sahroni misalnya. Dia menyatakan bahwa wajar jika seorang pimpinan sebuah lembaga negara mendapatkan fasilitas. 

Namun, pandangan berbeda dilontarkan mantan Wakil Ketua KPK Laode M Syarif. Menurutnya pengadaan mobil dinas saat ini kurang tepat, mengingat negara tengah fokus menangani kasus kemiskinan yang semakin meningkat akibat pandemi Covid-19.

Laode juga menyebut, selama dirinya masih aktif memimpin KPK, tidak pernah ada pembahasan pengadaan mobil dinas baru bagi pimpinan. 

"Kami tidak pernah membahas tentang pengadaan mobil dinas baru buat pimpinan dan pejabat struktural," tuturnya saat dikonfirmasi Liputan6.com, Jumat (16/10/2020).

Lantas, seperti apa sikap para Dewan Pengawas KPK terkait rencana pengadaan mobil dinas bagi pimpinan dan pejabat struktural di lembaga anti rasuah yang kini menjadi polemik? 

 

 

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 7 halaman

Abraham Samad: Tidak Tepat Jika Mobil Terlalu Mewah

Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad turut menyoroti rencana pembelian mobil dinas pimpinan lembaga antirasuah. Dia menilai, pengadaan mobil dinas pimpinan KPK era Firli Bahuri itu tidak tepat.

Selain diajukan dalam kondisi krisis ekonomi akibat pandemi, pengadaan mobil dinas juga tidak sesuai dengan prinsip kesederhanaan KPK yang selama ini dipegang teguh.

"Di KPK ada code of conduct, kode prilaku. KPK adalah lembaga role model bagi lembaga yang ada, jadi role model tentang pengelolaan anggaran, yaitu harus menggunakan anggaran itu secara ketat, memberikan penghematan, kesederhanaan dalam fasilitas, kalau yang diwacanakan (pengadaan mobil dinas pimpinan) tidak sedrhana lagi," kata Abraham kepada Liputan6.com, Jumat (16/10/2020).

Menurut Abraham, jika memang pengadaan mobil dinas sangat diperlukan, maka sebaiknya jenis kendaraan yang dipilih harus dibatasi. Tidak perlu mobil mewah yang harganya mahal.

"Innova saya kira cukup, seperti jaman sebelumya, seperti jaman saya juga, maka tidak tepat jika mobilnya terlalu mewah," ucapnya.

Lebih lanjut, dia menambahkan, sebaiknya rencana pembelian mobil dinas pimpinan KPK ditiadakan dulu untuk sementara. Walau anggaran tersebut direalisasi di akhir 2021, namun dia meyakini tidak ada yang bisa menjamin bahwa krisis ekonomi telah sirna saat itu.

3 dari 7 halaman

Dewas KPK Tak Pernah Diikutkan dalam Pembahasan

Sementara itu, anggota Dewan Pengawas (Dewas) KPK Albertina Ho menegaskan, pihaknya tidak menyetujui rencana pengadaan mobil dinas untuk pimpinan dan pejabat struktural di lembaga antirasuah.

"Seperti yang sudah disampaikan oleh Ketua Dewas, Dewas tidak pernah mengikuti pembahasan di internal KPK mengenai hal ini," tutur Albertina saat dikonfirmasi, Jumat (16/10/2020).

Anggota Dewas KPK lainnya, Syamsudin Haris juga mengatakan hal serupa. Pihaknya tidak mengetahui siapa yang mengusulkan pembelian mobil dinas tersebut.

"Dewas sama sekali tidak tahu adanya usulan pembelian mobil dinas untuk pimpinan dan Dewas Tahun Anggaran 2021. Siapa yang mengusulkan, kita enggak tahu. Intinya, Dewas akan menolak mobil dinas tersebut," kata Syamsudin.

4 dari 7 halaman

Ketua Dewas KPK Menolak Diberi Mobil Dinas

Ketua Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) Tumpak Hatorangan Panggabean menyatakan menolak jika diberikan mobil dinas.

Dalam pagu anggaran yang diajukan KPK terdapat pengajuan mobil dinas untuk pimpinan, dewan pengawas, serta pejabat eselon I dan II.

"Kami dari Dewas enggak pernah mengusulkan diadakan mobil dinas bagi Dewas. Kami tidak tahu usulan dari mana itu. Kalau pun benar, kami Dewas punya sikap menolak pemberian mobil dinas tersebut," ujar Tumpak saat dikonfirmasi, Kamis (15/10/2020).

Tumpak mengatakan, dirinya dan anggota Dewan Pengawas lainnya sudah mendapatkan tunjangan transportasi yang dia rasa cukup. Jadi, dia memastikan tak mau menggunakan uang negara untuk pengadaan mobil dinas.

"Kami menolak, kenapa? Karena berdasarkan Perpres tentang Penghasilan Dewan Pengawas sudah ada diberikan tunjangan transportasi, sudah cukuplah itu. Begitu sikap kami," kata dia.

Anggota Komisi III yang juga Sekjen PPP Arsul Sani berpendapat, penolakan tersebut tak perlu dijadikan polemik.

"Kalau tidak mau ya tidak usah direalisasikan. Kembalikan saja pos anggarannya kepada Kemenkeu. Gitu aja kok repot," ujar Arsul Sani kepada wartawan, Jumat (16/10/2020).

 

5 dari 7 halaman

Laode M Syarif: KPK Harus Empati pada Kondisi Bangsa

Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif mengatakan, pembahasan pengadaan mobil dinas baru untuk pimpinan dan pejabat struktural tidak pernah dilakukan selama dirinya menjabat di lembaga antirasuah.

Menurut Laode, walaupun status para pegawai saat ini telah menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN), nilai luhur KPK seperti independen dan sederhana tidak boleh sampai ditinggalkan.

"Pimpinan KPK dan seluruh jajarannya harus berempati pada kondisi bangsa yang orang miskinnya masih mencapai 20 jutaan dan penambahan kemiskinan baru akibat Covid-19 yang menurut BPS sebanyak 26,42 juta, sehingga kurang pantas untuk meminta fasilitas negara di saat masyarakat masih prihatin seperti sekarang," jelas Laode.

6 dari 7 halaman

Wakil Ketua Komisi III: Wajar dan Sesuai Aturan

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi III Ahmad Sahroni menyebut pengadaan mobil dinas bagi Dewan Pengawas atau Pimpinan KPK merupakan sejarah baru bagi KPK.

Sahroni menyebut fasilitas tersebut belum pernah ada sebelumnya. "Ini sejarah bahwa KPK selama ini tidak pernah memilki fasilitas tersebut, padahal semua kementerian/lembaga punya," kata Sahroni di Jakarta, Jumat (16/10/2020).

Sahroni juga menyatakan bahwa pengadaan mobil dinas adalah hal wajar dan sesuai aturan. Terkait adanya penolakan dari Dewan Pengawas KPK, dia pun mengaku tak mempermasalahkan. 

"Dewas menolak hal biasa karena dewas mungkin sudah cukup dengan biaya transportasi yang ada," kata Sahroni.

Namun, Sahroni menyatakan bahwa Komisi III telah menjalankan tugasnya membahas anggaran KPK, terkait adanya penolakan atau tidak hal itu adalah urusan internal KPK.

"Terkait alokasi anggaran KPK yang diprogramkan itu adalah internal KPK sendiri yang atur segala anggarannya. Komisi 3 hanya menyetujui dan diteruskan ke badan anggaran DPR dan badan anggaran DPR melanjutkan ke kementrian keuangan," ucapnya.

7 dari 7 halaman

Senyum Febri Diansyah

Febri Diansyah mengatakan, sempat ada guyonan yang dilayangkan padanya terkait penyediaan fasilitas mobil dinas untuk sejumlah pegawai KPK.

"Tentang mobil dinas untuk pejabat di KPK, saya membaca juga sejumlah pemberitaan. Ada juga teman-teman yang bercanda dan bilang, apa enggak nyesal keluar dari KPK Feb, karena tahun depan para pejabat di KPK termasuk Kepala Biro akan mendapatkan mobil dinas. Saya senyum saja merespons hal tersebut," jelas dia.

Terlepas dari penyediaan mobil dinas, Febri berharap KPK dapat kembali dicintai masyarakat atas kinerjanya yang sungguh-sungguh memberantas korupsi.

"Masih banyak teman-teman pegawai KPK yang berniat baik dan teguh hati dalam melakukan upaya pemberantasan korupsi. Semoga mereka diberikan kekuatan lahir dan batin," Febri Diansyah menandaskan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.