Sukses

Gelombang Penolakan RUU Cipta Kerja Dibayangi Kepentingan dan Covid-19

Gelombang protes Rancangan Undang-Uncang Cipta Kerja (RUU Cipta Kerja) yang disetujui oleh pemerintah dan DPR tampaknya tak usai hanya di tanggal 6-8 Oktober 2020 kemarin.

Liputan6.com, Jakarta Gelombang protes Rancangan Undang-Uncang Cipta Kerja (RUU Cipta Kerja) yang disetujui oleh pemerintah dan DPR tampaknya tak usai hanya di tanggal 6-8 Oktober 2020 kemarin. Buruh, mahasiswa dan berbagai elemen disebut berjanji akan kembali menggelar aksi serupa.

Kaum buruh dan mahasiswa siap memperjuangan aspirasi dan kepentingannya. Yakni, tak ingin RUU Cipta Kerja tersebut menjadi UU yang dipandang membebani masyarakat luas. Sementara ada sejumlah elemen masyarakat juga bakal turun, yang ingin menumbangkan kedzoliman.

Salah satu kaum buruh, datang dari Deputi Presiden Bidang Konsolidasi Dewan Eksekutif Nasional Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (DEN KSBSI) Surnadi mengatakan, pihaknya akan menggelar aksi tolak RUU Cipta Kerja selama lima hari, sejak 12 Oktober hingga 16 Oktober 2020, di Istana Merdeka Jakarta.

Aksi demonstrasi ini tertuang dalam surat pemberitahuan aksi kepada Polri tertanggal 9 Oktober 2020. "Iya benar, kami aksi Senin," ujar dia saat dikonfirmasi, Minggu (11/10/2020).

Dia menjelaskan, salah satu alasannya tetap melaksanakan aksi karena kecewa, lantaran saran yang dikeluarkan KSBI dalam pertemuan Tim Tripartit tidak diakomodasi dalam UU Omnibus Law klaster ketenagakerjaan. Kemudian, undang-undang tersebut dinilai sangat mendegradasi hak-hak dasar buruh jika dibandingkan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

KSBI menilai setidaknya ada empat hak yang mendasar buruh yang direbut, yaitu PKWT atau kontrak kerja tanpa batas, outsourcing diperluas tanpa batas jenis usaha, upah dan pengupahan diturunkan, dan besaran pesangon diturunkan. Terakhir, KSBSI menilai beberapa ketentuan yang dirancang dalam UU Omnibus Law pada pihak pengusaha melalui Kadin dan Apindo dalam Tim Tripartit pada 10-13 Juli 2020 telah sepakat dengan Tim Serikat Pekerja atau Serikat Buruh untuk tetap sesuai eksisting.

"Maka berdasarkan hal di atas DEN KSBSI dengan ini memberitahukan akan melakukan aksi unjuk rasa dari Senin hingga Jumat di Istana Kepresidenan dengan tuntutan menolak Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja dan mendesak Presiden Joko Widodo menerbitkan Perppu pembatalan Undang-undang tersebut," kata dia.

Tak hanya kaum buruh, para mahasiswa akan turun, salah satunya datang dari Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) berencana akan menggelar aksi lanjutan.

Koordinator Pusat Aliansi BEM SI Remy Hastian menegaskan, aksi penolakan terhadap RUU Cipta Kerja tidak hanya sebatas pada 8 Oktober 2020 kemarin. Dia menegaskan, pihaknya menuntut agar seluruh mahasiswa dan masyarakat Indonesia bergerak dan melanjutkan penolakan.

"Kami Aliansi BEM Seluruh Indonesia menegaskan dan mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk menanamkan niat dan usaha yang kuat, bahwasanya kita belum kalah. Kami belum kalah, perjuangan harus terus berlanjut," tukas Remy.

Selain dari kaum buruh dan mahasiswa, Persaudaraan Alumni atau PA 212 bersama Front Pembela Islam (FPI) dan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama juga akan turun. Tiga perkumpulan itu membentuk aliansi yang dinamakan Aliansi Nasional Anti Komunis (ANAK) NKRI, yang akan melakukan aksi pada 13 Oktober 2020 mendatang.

Wakil Sekretaris Jenderal PA 212 Novel Bamukmin menyatakan, aksi menolak RUU Cipta Kerja tersebut akan dipusatkan di depan Istana Merdeka. Adapun, aksi menolak tersebut dilaksanakan pukul 13.00 WIB sampai dengan selesai.

"Temanya tolak UU Ciptaker, ayo bangkit bersatu menyuarakan kebenaran. Hentikan UU yang menyengsarakan rakyat. Tumbangkan kedzoliman," ungkap Novel.

Terkait jumlah masa aksi, Novel menyatakan belum bisa membeberkan lantaran aksi dilaksanakan di setiap daerah, tidak terpusat di Jakarta saja."Itu semua setiap daerah mengadakan aksi, jadi masa tergantung daerahnya masing masing," tutur Novel.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Antisipasi Pihak Keamanan

Terkait gelombang aksi tersebut, Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Nana Sudjana bersama Pangdam Jaya Mayjen TNI Dudung Abdurachman menggelar apel untuk memastikan kesiapan pasukan.

Nana menuturkan, pihaknya akan menjamin kemananan di Jakarta. Bahkan pihaknya sudah mengevaluasi mengenai aksi penolakan RUU Cipta Kerja. "Kami ingin menjamin keamanan ketertiban di Jakarta. Sudah kami evaluasi dan persiapan dalam menghadapi permasalahan yang ada," kata Nana di Lapangan Monas, Jakarta Pusat, Senin (12/10/2020).

Dia menegaskan, apel gabungan ini sekaligus menunjukkan bahwa TNI dan Polri solid dan terus bersinergi untuk menjaga keamanan dan ketertiban khususnya di wilayah ibu kota.

"Kami bersama-sama TNI dan Pemprov DKI Jakarta akan maksimalkan pola pengamanan dalam menghadapi permasalah yang ada di depan," ujar Nana.

Dia menerangkan, demonstrasi dijamin Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. TNI dan Polri dalam hal ini siap melayani, mengawal, dan mengamankan aksi unjuk rasa agar berjalan dengan damai, termasuk dalam menyampaikan aspirasi menolak RUU Cipta Kerja.

"Tetapi ketika mereka melakukan upaya anarkisme kita pun mencoba bersabar dan akan melakukan tindakan. Kita kedepankan humanis, persuasif, tetapi akan tegas ketika masyarkat melakukan upaya anarkisme," ujar dia.

Sementara itu, Pangdam Jaya Mayjen TNI Dudung Abdurachman menyatakan kesiapan membantu kepolisian dalam rangka antisipasi aksi unjuk. "Saya tekankan kepada TNI bahwa pegang teguh Sapta Marga sumpah prajurit dan delapan wajib ABRI. kemudian tingkatkan soliditas antara TNI dan Polri di dalam laksanakan tugas agar mencapai tujuan yang sama," jelas Dudung.

Bahkan, untuk mencegah hal yang tidak diinginkan, Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya membuat skenario rekayasa lalu lintas di sekitar Istana Negara.

Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Kombes Pol Sambodo Purnomo Yogo mengatakan, bahwa pengalihan arus lalu lintas bersifat situasional. "Pengalihan arus ini tergantung situasi dan kondisi di lapangan," kata Sambodo saat dihubungi, Senin (12/10/2020).

 

3 dari 4 halaman

Kepentingan dan Covid-19

Direktur Lembaga Pemilih Indonesia (LPI), Boni Hargens mengatakan, ada dua kelompok dalam demo RUU Cipta Kerja 8 Oktober 2020 kemarin. Kemungkinan, lanjut dia, akan terus ada saat aksi lanjutan.

Menurut dia, yang pertama kelompok buruh dan para aktivis termasuk mahasiswa, yang memang ideologis memperjuangan menolak RUU Cipta Kerja. Kelompok seperti ini penting didengarkan. "Kelompok tipe ini tentu penting untuk diterima sebagai kritik dan saran untuk evaluasi dalam konteks judicial review," jelas Boni.

Dia menuturkan, kelompok kedua, adalah kelompok yang mencoba memanfaatkan para buruh dan aktivis dalam menolak RUU Cipta Kerja, yang berbagai latar belakang.

"Bahkan ada kelompok pengacau yang biasa dikenal sebagai kaum anarko. Massa tipe kedua inilah yang kemarin dalam aksi terlibat aksi anarkisme, pengrusakan fasilitas umum, termasuk penyerangan terhadap aparat keamanan dari kepolisian," tutur Boni.

Dia menduga, kelompok massa kedua ini tidak memikirkan kemaslahatan buruh, hanya sekedar menjadikan isu buruh sebagai pintu masuk untuk menyerang pemerintah. "Kelompok ini yang secara pragmatis direkrut dan dimobilisasi untuk terlibat dalam aksi anarkis," jelas Boni.

Sementara itu, Ketua Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Doni Monardo mengatakan, berdasarkan data yang dia peroleh, aksi unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja dalam dua hari terakhir menimbulkan banyak kasus positif terinfeksi virus corona.

Dia meminta masyarakat yang menggelar aksi tetap memperhatikan ancaman Covid-19. Menurutnya banyak warga yang diminta menjalani pengujian virus corona dan ternyata hasilnya positif Covid-19.

"Ini membahayakan diri mereka serta keluarga mereka kalau kembali ke rumah," kata Doni melalui keterangan tertulis, Sabtu, 10 Oktober 2020.

Doni menjelaskan bahwa status darurat kesehatan masih berlaku. Masyarakat diminta untuk menjaga jarak dan menghindari kerumunan agar terhindar dari Covid-19.

"Kalau sekarang banyak masyarakat mengabaikan protokol kesehatan, secara sengaja membuat kerumunan, maka mereka bukan hanya melanggar peraturan, tetapi membahayakan diri dan juga keluarga yang mereka sayangi," ucap mantan Komanda Paspampres itu.

Doni mengatakan, kondisi pandemi virus corona di Indonesia belum kondusif. Karena itu semua pihak diminta menjalankan protokol kesehatan secara ketat demi menurunkan angka penularan dan angka kematian.

"Tindakan untuk menciptakan kerumunan dalam jumlah besar dan mengabaikan protokol kesehatan akan menambah beban dokter dan tenaga medis yang sudah berjuang keras menyelamatkan kesehatan masyarakat," tuturnya.

Doni khawatir massa yang berkerumun di luar ketika pulang justru membawa virus. Sehingga, bisa membahayakan keluarga terutama yang lanjut usia. "Ketika pulang ke rumah bertemu orang yang disayangi dam dikasihi, mereka yang tidak pernah keluar rumah pun akan terpapar Covid, resikonya sangat besar bagi keluarga yang punya komorbid atau yang sudah lansia," jelas Doni.

Bahkan, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhamamdiyah Abdul Mu'ti menegaskan pihaknya tidak turut serta dalam rencana sejumlah organisasi Islam berunjuk rasa menolak UU Cipta Kerja di Istana, Selasa 13 Oktober 2020 Besok.

"Muhammadiyah tidak ada hubungan, dan tidak akan ikut dalam aksi yang akan dilaksanakan oleh sejumlah organisasi Islam pada Selasa (13/10)," kata dia kepada wartawan di Jakarta, Senin (12/10/2020).

Ia mengatakan Muhammadiyah saat ini lebih fokus pada penanganan COVID-19 dan dampaknya terhadap pendidikan, ekonomi, serta kesehatan masyarakat.

Dalam situasi sekarang, kata dia, sebaiknya semua pihak bisa menahan diri untuk tidak melakukan kegiatan yang melibatkan massa dalam jumlah besar, termasuk demonstrasi.

"Aksi demonstrasi lebih banyak mudarat daripada manfaatnya. Dalam Islam diajarkan agar meninggalkan perbuatan yang lebih banyak mengandung mudarat dibandingkan manfaat. Dalam hukum Islam hal yang sangat mendesak (aham) harus lebih diprioritaskan di atas hal yang penting (muhim)," kata dia.

 

4 dari 4 halaman

Tengah Difinalisasi

Sementara dari DPR sendiri, menurut Sekretaris Jenderal DPR RI Indra Iskandas, draf RUU Cipta Kerja yang disetujui menjadi undang-undang, masih tengah dirapikan redaksionalnya oleh Badan Legislasi (Baleg). Sehingga belum diberikan oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi.

"Jadi yang disebut 7 hari adalah 7 hari kerja. Nah 7 hari kerja itu adalah hari Rabu, Sabtu-Minggu nggak dihitung. Nah yang disebut di dalam UU itu 7 hari kerja mulai Rabu, bukan hari ini,” kata Indra kepada wartawan, Senin (12/10/2020).

Menurut dia, dalam pengaturan redaksionalnya, wajar jika nanti terjadi penambahan halaman. Namun Indra menegaskan, apa yang dilakukan Baleg DPR terhadap RUU Cipta Kerja, jelas tak mengubah subtansi. Enggak ada (perubahan subtansi). Itu hanya typo dan format. Kan format dirapikan, jadinya spasi-spasinya kedorong semua halamannya," kata Indra.

Tenaga Ahli Utama KSP Ali Mochtar Ngabalin menyebut, diperkirakan pekan depan salinan Undang-Undang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) dapat diakses oleh publik. Salinan akan diunggah ke laman resmi DPR RI.

"Saya kemarin sudah berkomunikasi dengan teman-teman di Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, kemungkinan dalam pekan depan itu, setelah mereka lengkapi kemudian mereka akan masukkan (UU Cipta Kerja) ke website DPR RI. Kemudian bisa dilihat oleh semua orang," kata Ali Ngabalin dalam wawancara khusus dalam program Liputan6 SCTV, Minggu (11/10/2020).

Ali Ngabalin menjelaskan UU Cipta Kerja yang sudah diketok palu dalam Rapat Paripurna di DPR RI, Senin (5/10/2020) berjumlah 900-an halaman. Sementara draf final yang selama ini beredar ada sekitar seribu halaman lebih.

"Jangan juga draf ini diobrak-abrik goreng sana, goreng sini. Yang sangat kita sayangkan itu karena keluar dari mulut orang cerdik pandai. Orang-orang yang punya latar belakang Ilmu Hukum," katanya.

Ali Ngabalin menuturkan, jika UU Cipta Kerja sudah berada di tangan Presiden Joko Widodo, maka dipastikan tak akan lama untuk disetujui.

"Saya ingin memastikan bahwa pasti presiden tidak akan mungkin lama-lama, meskipun ya jangka waktu yang ditetapkan itu sekitar tiga bulan. Tetapi saya mau bilang bahwa kalau bisa secepatnya dan presiden sering lalai begitu. Lebih cepat beliau akan menandatangani dan seterusnya," ucap dia.

Dia memastikan hadirnya Undang-Undang Cipta Kerja akan memberikan manfaat luas bagi masyarakat. "Saya pastikan itu, tidak mungkin ada satu produk undang-undang yang begini dahsyat diperbincangkan masyarakat kemudian undang-undang ini tidak mendatangkan manfaat," katanya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.