Sukses

Novel Baswedan Anggap Pemerintah Tak Dengar Aspirasi Masyarakat Terkait RUU Ciptaker

Para buruh kini turun ke jalan menolak UU Cipta Kerja yang telah disahkan pada, Senin 5 Oktober 2020.

Liputan6.com, Jakarta - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan turut mengomentari pengesahan RUU Cipta Kerja. Menurut Novel, meski banyak pakar yang menyebut RUU Cipta Kerja hanya akan merugikan masyarakat, namun pemerintah seolah tak bergeming.

"Sekian banyak alasan yang disampaikan pemerintah soal perlunya UU Omnibus Law. Sekalipun pakar dan banyak yang katakan akan rugikan masyarakat," ujar Novel dalam keterangnnya, Selasa (6/10/2020).

Novel mengatakan, RUU Cipta Kerja dengan RUU KPK tak jauh berbeda. Menurut Novel, dalam mengesahkan sebuah RUU menjadi UU, pemerintah tak pernah memerhatikan dan mendengarkan aspirasi masyarakat.

"Bila kemudian hari ternyata salah, lalu bagaimana? Terhadap UU KPK juga sama, dan setelah disahkan akibatnya buruk bagi KPK, dibiarkan saja," kata Novel.

Para buruh kini turun ke jalan menolak RUU Cipta Kerja yang telah disetujui DPR pada Senin 5 Oktober 2020. Menurut Novel, nantinya pemerintah akan meminta para buruh dan masyarakat lainnya untuk mengajukan judical reeview ke Mahkamah Konstitusi. Sama seperti dengan UU KPK.

"Seringkali dikatakan bila tidak sesuai, JR ke MK. Lupa, ya, bila mensejahterakan masyarakat berantas korupsi dan sebagainya itu kewajiban pemerintah?" kata Novel.

Novel menyesalkan sikap Pemerintah dan DPR yang tidak mendengar aspirasi rakyat. Dia pun lantas mempertanyakan keberpihakan Pemerintah tersebut.

"Aneh, pemerintah justru berhadapan dengan masyarakat yang seharusnya dilayani atas haknya. Memang pemerintah berpihak dan bertindak untuk siapa?," Novel mengatakan.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pastikan Kehadiran Negara untuk Pekerja

RUU Cipta Kerja harus dapat memberikan manfaat bagi semua pihak. Pesan ini disampaikan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dalam sambutannya saat menyampaikan pandangan pemerintah terhadap RUU tersebut pada Rapat Paripurna DPR RI di Senayan, Jakarta, Senin (5/10/2020).

"Terutama untuk masyarakat, pelaku usaha, dan pemerintah," ungkap Airlangga. Berbagai manfaat tersebut tertuang dalam 15 Bab dan 186 Pasal dalam RUU Cipta Kerja. Beberapa di antaranya adalah dukungan untuk UMKM.

"Dengan RUU Cipta Kerja pelaku usaha UMKM dalam proses perizinan cukup hanya melalui pendaftaran," tambah Airlangga.

Ada pula dukungan untuk koperasi, seperti kemudahan dalam pendirian koperasi dengan menetapkan minimal jumlah 9 orang anggota. Koperasi diberikan keleluasaan untuk melaksanakan prinsip usaha Syariah, serta dapat memanfaatkan teknologi.

Untuk Sertifikasi Halal, Airlangga menambahkan pemerintah menanggung biaya sertifikasi untuk UMK. Dilakukan pula percepatan dan kepastian dalam proses sertifikasi halal, serta memperluas Lembaga Pemeriksa Halal, yang dapat dilakukan oleh Ormas Islam dan Perguruan Tinggi Negeri.

Terkait perkebunan di kawasan hutan, masyarakat diberi izin untuk pemanfaatan atas ketelanjuran lahan dalam kawasan hutan.

"Untuk lahan masyarakat yang berada di kawasan konservasi, masyarakat dapat memanfaatkan hasil perkebunan dengan pengawasan dari pemerintah," ucap Ketua Umum Partai Golkar itu.

Sementara untuk nelayan yang sebelumnya proses perizinan kapal ikan harus melalui beberapa instansi, maka dengan RUU Cipta Kerja cukup diproses di Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Masalah perumahan, backlog perumahan masyarakat dalam RUU Cipta Kerja akan dipercepat dan diperbanyak pembangunan rumah untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) yang dikelola oleh Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan (BP3).

"Bank Tanah juga akan melakukan reforma agraria dan redistribusi tanah kepada masyarakat," tambah Airlangga.

Di samping itu, lewat RUU Cipta kerja dilakukan peningkatan perlindungan kepada pekerja. Antara lain negara hadir untuk kepastian pemberian pesangon melalui program Jaminan Kehilangan Pekerjaan yang dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan.

Pemerintah juga berkontribusi dalam penguatan dana yang akan dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan. Program JKP tidak mengurangi manfaat Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKm), Jaminan Hari Tua (JHT), dan Jaminan Pensiun (JP) tanpa menambah beban iuran dari pekerja atau pengusaha.

"Kini pengaturan jam kerja disesuaikan dengan sistem kerja Industri 4.0 dan ekonomi digital. Bahkan RUU Cipta Kerja tidak menghilangkan hak cuti haid, cuti hamil yang telah diatur dalam UU Ketenagakerjaan," ungkap Airlangga.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.