Sukses

Dapat SP2, Firli Bahuri Tak Bisa Ikut Promosi hingga Tugas ke Luar Negeri 6 Bulan

Firli Bahuri disebut melanggar Pasal 4 ayat 1 huruf n dan Pasal 8 ayat 1 huruf f Peraturan Dewan Pengawas tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Komisi Pemberantasan Korupsi.

Liputan6.com, Jakarta - Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi menilai Ketua KPK Firli Bahuri terbukti melanggar kode etik terkait gaya hidup mewah karena menggunakan helikopter saat bepergian ke Baturaja, Sumatera Selatan.

Firli Bahuri disebut melanggar Pasal 4 ayat 1 huruf n dan pasal 8 ayat 1 huruf f Peraturan Dewan Pengawas Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Komisi Pemberantasan Korupsi.

Dewas menjatuhkan sanksi berupa teguran tertulis dua kepada Firli Bahuri. Sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan Dewan Pengawas Nomor 2 Tahun 2020, sanksi teguran tertulis dua berlaku selama 6 bulan.

"Selama 6 bulan betul. Ini tidak bisa kita pisahkan ada di ketentuan Pasal 12," ujar Anggota Dewas KPK Albertina Ho, usai sidang etik Firli, Jakarta, Kamis (24/9/2020).

Menurut dia, selama 6 bulan ke depan, Firli Bahuri tidak bisa mengikuti program promosi, mutasi, rotasi maupun pelatihan baik yang diselenggarakan di dalam maupun luar negeri.

"Sanksi itu tidak boleh mengikuti promosi tugas belajar dan sebagainya," kata Albertina.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Termasuk Ringan

Albertina menuturkan, ada tiga sanksi dalam perkara etik, yakni ringan, sedang dan berat. Itupun tidak seperti kasus pidana yang hukumannya penjara.

Menurut dia, jika dampak dari perbuatan yang bersangkutan hanya di lingkungannya, akan dijatuhkan hukuman ringan. Jika berdampak ke insititusi atau lembaga, pelanggar kode etik akan mendapat hukuman sedang.

"Kalau dampaknya kepada negara itu tentu saja berat. Itu juga masing-masing ada sendiri. Untuk ringan teguran lisan, berikutnya teguran tertulis 1 dan 2. Kemudian sedang berbicara di sini pemotongan gaji pokok," tutur Albertina Ho.

Sementara, bagi pelanggar etik yang dijatuhi sanksi berat, akan mengalami pemotongan gaji pokok sebesar 40 persen selama 12 bulan. Berikutnya, akan diminta mengundurkan diri.

"Kenapa diminta pengunduran diri? Karena Dewas tidak mempunyai kewenangan memberhentikan sehingga yang bersangkutan harus mengundurkan diri," ujar Albertina Ho.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.