Sukses

Ketua KPK Masih Temukan Praktik Korupsi Jelang Pilkada 2020

Firli mengatakan, KPK masih menemukan dugaan suap, gratifikasi, hingga jual beli suara untuk memenangkan calon kepala daerah tertentu.

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Komjen Firli Bahuri mengaku masih menemukan praktik kotor menjelang Pilkada serentak 2020. Pilkada serentak sendiri rencananya bakal digelar 9 Desember 2020 mendatang.

"KPK mensinyalir masih ada upaya untuk mengotori pesta demokrasi Pilkada serentak 2020 dan penanganan pandemi Covid-19, dengan praktik-praktik korupsi," ujar Firli dalam keterangannya, Selasa (15/9/2020).

Firli mengatakan, KPK masih menemukan dugaan suap, gratifikasi, hingga jual beli suara untuk memenangkan calon kepala daerah tertentu.

"Suap, gratifikasi, jual-beli suara, hingga keterlibatan cukong sebagai pemodal bagi pasangan calon kepala daerah, memang mewarnai hampir perhelatan pemilu," kata Firli.

Sebagai langkah pencegahan, Firli mengaku pihaknya telah membangun dan menerapkan konsep three prongs approaches dan menggunakan masyarakat untuk mendapatkan informasi.

Firli menyatakan, setiap informasi dari masyarakat akan ditindaklanjuti oleh Keduputian Pencegahan. Setidaknya agar pesta Pilkada serentak 2020 tak benar-benar dikotori oleh oknum tertentu.

"Jangan pernah berfikir KPK akan kesulitan untuk memantau pergerakan khususnya potensi tindak pidana korupsi dalam perhelatan pilkada serentak 2020 di 270 daerah dengan rincian 9 provinsi, 224 kabupaten dan 37 kota," kata Firli.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

4 Potensi Korupsi

Sementara untuk anggaran penanganan pandemi Covod-19, Firli menyebut KPK telah mengidentifikasi 4 potensi korupsi pada penanganan COVID19, sekaligus membuat 4 Langkah Antisipasi yang dilihat juga di aplikasi Jaga Bansos.

Empat potensi tersebut yakni, potensi Korupsi Pengadaan Barang/Jasa mulai dari kolusi, mark-up harga, kickback, konflik kepentingan dan kecurangan. Kemudian potensi korupsi filantropi atau sumbangan pihak ketiga. Potensi korupsi pada proses refocusing dan realokasi anggaran Covid-19 untuk APBN dan APBD.

Keempat potensi korupsi penyelenggaraan bantuan sosial oleh pemerintah pusat dan daerah.

"KPK mengidentifikasi titik rawan pada pendataan penerima, klarifikasi dan validasi data, belanja barang, distribusi bantuan, serta pengawasan," kata Firli.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.