Sukses

Skandal Kasus Djoko Tjandra Dinilai Tak Perlu Diambil Alih KPK, Ini Alasannya

Suparji mengingatkan, terdapat imbas negatif ketika penanganan kasus Djoko Tjandra diambil alih KPK. Satu di antaranya akan memunculkan konflik antarpenegak hukum.

Liputan6.com, Jakarta - Pakar hukum pidana Suparji Ahmad tidak setuju dengan pandangan sejumlah pihak yang menyarankan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengambil alih penanganan skandal kasus korupsi Djoko Tjandra dan Jaksa Pinangki Sirna Malasari.

Sebab, kata dia, kasus Djoko Tjandra telah tertangani dengan baik oleh penyidik Kejaksaan Agung. Terdapat progres dari penyidik Jampidsus Kejagung untuk menuntaskan kasus tersebut.

"Kasus Djoko Tjandra telah ditangani Kejagung dan perkara Pinangki sudah mau dilimpahkan ke pengadilan. Artinya ada kemajuan penanganannya, sehingga tidak perlu diambil alih KPK," kata Suparji dalam pesan singkatnya, Senin (21/9/2020).

Suparji mengingatkan, terdapat imbas negatif ketika penanganan kasus Djoko Tjandra diambil alih KPK. Satu di antaranya akan memunculkan konflik antarpenegak hukum.

"Ya, dapat jadi lambat, karena mulai penyidikan lagi. Selain itu juga bisa menimbulkan konflik antarpenegak hukum," ungkap Suparji.

Dia menerangkan, pada dasarnya pelimpahan perkara Djoko Tjandra dimungkinkan jika penanganan kasus tersebut jalan di tempat. Hal itu demi menciptakan kepastian hukum terhadap sebuah kasus.

"Pengambilalihan perkara itu dilakukan jika penanganannya lamban, tetapi jika ditangani secara jelas tidak perlu diambilalih," ujar pakar dari Universitas Al Azhar Indonesia itu.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

ICW Minta KPK Ambil Alih Kasus Djoko Tjandra

Sebelumnya, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana berharap, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera melalukan supervisi dan mengambil alih, terkait kasus pelarian Djoko Tjandra dari Indonesia yang diduga melibatkan oknum Kejaksaan Agung dan Polri.

Menurut dia, pentingnya lembaga antirasuah itu dilibatkan, untuk mencegah terjadinya konflik kepentingan, baik di Kejagung maupun Polri.

"Untuk mencegah adanya konflik kepentingan, KPK lebih baik segera mengambil alih penanganan perkara dugaan tindak pidana korupsi oknum di Kejaksaan Agung dan Kepolisian," ujar Kurnia dalam keterangannya, Jumat (7/8/2020).

Selain itu, dia menyarankan agar Kejagung segera menelisik oknum lain yang diduga terlibat dalam pelarian Djoko Tjandra. Menurut Kurnia, ini bisa menjadi momen bersih-bersih di tubuh Kejagung sendiri.

"ICW berharap agar Kejaksaan Agung segera melakukan reformasi besar-besaran serta menindak berbagai oknum yang terlibat dalam pelarian Djoko Tjandra, baik memproses etik melalui Komisi Kejaksaan atau dengan instrumen hukum," tukas Kurnia.

Pada Pasal 6 huruf b, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, KPK mempunyai tugas supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.

Kemudian, dalam Pasal 11 huruf a, KPK berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara.

Pasal ini juga memberi batasan kepada KPK terkait dengan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan yang dilakukannya, yakni terkait jumlah kerugian negara paling. KPK berwenang mengusut perkara dengan kerugian negara paling sedikit Rp 1.000.000.000 (satu miliar rupiah).

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.