Sukses

Komisi II Minta KPU Siapkan Aturan Sanksi bagi Pelanggar Protokoler Kesehatan di Pilkada

Arwani menyebut, Komisi II DPR RI meminta Mendagri untuk mengoptimalkan koordinasi dan pengawasan bersama Instansi terkait dan Kepala Daerah dan Ketua Gugus Tugas Penanganan Covid-19 di daerah.

 

Liputan6.com, Jakarta - Komisi II DPR RI memberikan waktu hingga 14 September 2020 kepada penyelenggara Pemilihan Umum (Pemilu) untuk membuat aturan terkait sanksi bagi pelangar protokoler kesehatan selama penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).

"Melihat banyaknya pelanggaran terhadap protokol kesehatan Covid-19 dalam tahapan pendaftaran, Komisi II DPR RI meminta Menteri Dalam Negeri, KPU RI, Bawaslu RI, dan DKPP untuk merumuskan aturan penegakan disiplin dan sanksi hukum yang lebih tegas pada seluruh tahapan penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020 selambat-lambatnya tanggal 14 September 2020, sehingga dapat menjamin keselamatan peserta, penyelenggara pemilu, dan pemilih,” ujar Arwani sesuai isi rekomendasi Komisi II, Kamis (10/9/2020).

Arwani menyebut, Komisi II DPR RI meminta Menteri Dalam Negeri untuk mengoptimalkan koordinasi dan pengawasan bersama Instansi terkait dan Kepala Daerah dan Ketua Gugus Tugas Penanganan Covid-19 di daerah.

"Sehingga dapat mengantisipasi setiap potensi meluasnya penyebaran pandemi covid-19 selama penyelenggaraan tahapan Pilkada serentak 2020,” ucapnya.

Selain itu, Komisi II DPR RI mendesak KPU RI berkoordinasi dengan Bawaslu RI untuk memperbaiki penyusunan daftar pemilih. “Segingga dapat menjamin hak pilih masyarakat dalam Pilkada serentak 2020,” ucapnya.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Tak Ada Diskualifikasi

Sementara itu, Ketua KPU Arief Budiman menjelaskan mengapa pihaknya tidak dapat memberikan hukuman diskualifikasi bagi paslon pelanggar protokol kesehatan.

“Sanksinya apa? Undang-Undang hanya menyebut tiga hal (paslon diskualifikasi) pertama apabila money politic, kedua mahar, ketiga mutasi,” ujar dia.

"Mungkin karena saat disusun belum ada Covid-19, hingga belum ada sanksi diskualifikasi bagi pelanggar,” tambahnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.