Sukses

Pimpinan DPR: Polemik Kata Anjay Jangan Terus Diperdebatkan, Tak Ada Manfaat

Polemik kata Anjay mencuat setelah ada pernyataan dari Komnas PA yang meminta istilah tersebut tak digunakan.

Liputan6.com, Jakarta Polemik kata 'anjay' turut menjadi perhatian pimpinan DPR RI. Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad menilai, istilah anjay tidak perlu diperdebatkan terus menerus, sebab tidak ada manfaatnya.

“Saya pikir masalah anjay ini lebih baik jangan menjadikan perdebatan tidak sehat. Karena apapun itu tidak ada manfaatnya, kemudian menjadi perdebatan-perdebatan kita anggap tidak perlu," kata Sufmi di kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (31/8/2020).

Polemik kata Anjay menurutnya dimulai setelah ada pernyataan dari Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA). Pernyataan tersebut dinilai sebagai salah satu tafsir kata dan bukan pidana secara umum.

“Memang dalam rilis Komnas PA itu kemudian Komnas PA membuat tafsir hukum secara kasuistik ya. Bukan pidana secara umum, namun karena itu menjadi rilis resmi dari Komnas PA, sehingga itu kemudian menjadi polemik," ujar Sufmi.

Apabila kata anjay akan ditarik ke ranah pidana, menurut Sufmi, perlu terlebih dahulu dikaji secara mendalam.

"Jadi sebaiknya memang hal seperti ini kemudian harus kaji secara mendalam dan tidak perlu diperdebatkan di publik. Lebih baik memikirkan bagaimana sama-sama menjalankan protokol Covid,” kata politikus Partai Gerindra itu menandasi.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Larang Anjay yang Bermakna Hujatan

Sementara itu, Ketua Umum Komnas PA, Arist Merdeka Sirait menjelaskan, imbauan larangan menggunakan kata anjay harus dipandang dari dua prespektif tempat dan makna.

Pihaknya melarang penggunaan kata anjay yang bisa bermakna hujatan dan berujung perundungan.

"Kalau mengandung unsur merendahkan martabat mencederai orang dan menimbulkan kebencian, itu bentuk kekerasan yang dilarang. Karena melanggar UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, itu adalah bentuk kekerasan verbal dan bisa dipidana," kata Arist

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.