Sukses

Special Content: BIN Kembali ke Pelukan Presiden

BIN jadi sorotan. Intelijen Indonesia itu akan langsung berada di bawah Presiden.

Liputan6.com, Jakarta - Misterius, rahasia, tertutup dan bahkan angker. Itulah kesan masyarakat pada umumnya perihal dunia Intelijen, termasuk Badan Intelijen Negara atau BIN.

Pekerjaannya bersifat rahasia. Senyap. Apabila situasi di masyarakat berlangsung aman, tentram, dan damai, itu berarti BIN menjalankan tugas.

Kini, induk intelijen Indonesia itu jadi sorotan. Bukan karena cara kerjanya, melainkan karena tidak lagi berada di bawah Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenkopolhukam).

Dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 73 Tahun 2020, BIN akan langsung berada di bawah Presiden. Dengan sistem baru ini, harapannya, presiden akan lebih cepat, tepat, efektif, dan efisien dalam mengambil kebijakan, serta memperketat kerahasiaan informasi tersebut.

Presiden sebagai single client BIN akan mendapat penyampaian informasi secara langsung. Namun, koordinasi dengan kementerian atau lembaga lainnya tetap bisa dilakukan, demikian juga dengan Kemenkopolhukam.

"BIN langsung berada di bawah presiden karena produk intelijen negara lebih langsung dibutuhkan oleh presiden," kata Menko Polhukam, Mahfud Md.

"Tapi setiap Kemenko bisa meminta info intelijen kepada BIN. Saya sebagai Menko Polhukam selalu mendapat info dari Kepala BIN dan sering meminta BIN memberi paparan di rapat-rapat Kemenko," ucapnya.

Keberadaan intelijen di bawah langsung pemimpin negara sudah jauh lebih dulu dilakukan oleh negara-negara besar dunia, seperti Amerika Serikat dengan CIA, Inggris dengan MI6, dan Rusia dengan FSB (dulu KGB). 

 

Saksikan Video BIN di Bawah Presiden

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Disatukan Sukarno

Sesungguhnya, Indonesia juga melakukannya saat Presiden Sukarno membentuk Badan Koordinasi Intelijen pada 5 Desember 1958. Badan itu menyatukan semua lembaga intelijen, termasuk dari tentara dan kepolisian, agar lebih solid.

"Sudah dari awal BIN dibentuk di bawah Presiden. Undang-Undang intelijen tahun 2011 itu menyatakan di pasal 27 Badan Intelijen Negara bertanggung jawab langsung di bawah presiden," kata Pengamat Intelijen UI, Ridlwan Habib saat dihubungi Liputan6.com.

"Dan itu diperkuat dengan Peraturan Presiden tentang BIN tahun 2012 pasal 1 yang menyatakan bahwa Kepala BIN bertanggung jawab kepada presiden. Jadi, bukan sesuatu yang baru-baru amat," Ridlwan menambahkan.

Ridwan juga menyebut, lingkup BIN sekarang menjadi lebih luas. "Karena BIN ini kan memang bukan sekadar Polhukam. BIN bisa di PMK, di perekonomian, dan lain-lain. Jadi, BIN ini urusannya banyak sekali, tidak hanya dikerucutkan dalam Polhukam. Jadi, wajar jika dikeluarkan dari ranah koordinasi Menkopolhukam," ujarnya.

Berdasarkan Perpres Nomor 34 Tahun 2010 tentang Badan Intelijen Negara juga disebutkan BIN merupakan lembaga pemerintah non-kementerian yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.

Pengalihan kooordinasi BIN ke Presiden ini membuat badan itu tidak wajib melapor ke Kemenkopolhukam. "Semua ditujukan untuk efisiensi agar terjadi percepatan distribusi informasi," Deputi VII BIN Wawan Hari Purwanto, menjelaskan dalam keterangan resminya.

Di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, BIN juga mendapat dukungan penuh. Itu terbukti dari kenaikan anggaran pada 2019 dari Rp 5,35 triliun menjadi Rp 7,42 triliun pada 2020.

 

3 dari 5 halaman

Tantangan Intelijen Indonesia

Menurut Ridlwan Habib, sistem BIN di bawah presiden memunculkan pertanyaan tentang pengawasan intelijen di Indonesia. Sampai saat ini, hanya Komisi I DPR yang diberikan wewenang untuk pengawasan khusus kepada intelijen. "Siapa sebenarnya yang berhak mengawasi kinerja intelijen, karena kan intelijen kan pada kodratnya akan kerja tertutup dan rahasia. Apakah itu cukup hanya Komisi I DPR?" ucap Ridlwan.

"Bagaimana dengan pengawasan dari masyarakat sipil atau LSM? Di negara yang lebih maju, seperti contohnya AS, pengawasan intelijen itu dilakukan bukan hanya oleh parlemen, tapi juga dilakukan oleh masyarakat," ungkapnya.

Ridlwan menjelaskan, Intelijen Indonesia dikenal dengan kekuatan mengumpulkan informasi dan penyamaran. Tapi, Intelijen Indonesia dinilai memiliki kelemahan dalam hal analisa.

Data yang banyak dan berlimpah itu gagal ditata dengan baik, karena kekurangan analis intelijen, yang memahami metode analisa intelijen sehingga produk intelijennya seharusnya tidak sama dengan produk jurnalistik.

Menurut Ridlwan, Kepala BIN saat ini, Budi Gunawan, mulai coba memperbaiki dan meningkatkannya dengan menghadirkan program pacasarjana atau S2 di STIN (Sekolah Tinggi Intelijen Negara).

Kendati demikian, level intelijen Indonesia dengan negara-negara lain sesungguhnya tidak kalah. Mantan dosen S2 Kajian Intelijen UI, mendiang Supono Sukirman, yang juga mantan Deputi III BIN, pernah bercerita keunggulan intelijen Indonesia dibanding negara-negara lain, termasuk Amerika Serikat dan Rusia.

Supono pernah dikirim mewakili intelijen Indonesia untuk semacam kursus internasional selama hampir satu tahun di Israel. Intelijen Israel, Mossad, menjadi penyelenggara dan pengujinya.

Pesertanya dari agen di hampir seluruh dunia. Dan berdasarkan cerita yang didengar Ridlwan, Supono menunjukkan data Indonesia menjadi nomor satu di bidang penyamaran dan pengumpulan data.

Tantangan lain untuk BIN di masa sekarang, di era keterbukaan, lembaga yang dipimpin Jenderal Polisi Budi Gunawan ini mesti mengikuti zaman. BIN kini memiliki akun resmi media sosial seperti di Twitter, Instagram, bahkan YouTube, sesuatu yang tidak familiar di masa lalu. Namun, urusan rahasia negara dan BIN tetap menyimpannya rapat-rapat.

4 dari 5 halaman

Sejarah BIN

Perjalanan BIN sebagai lembaga Intelijen negara telah menapaki jalan panjang. Sejak dibentuk pasca proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia pada bulan Agustus 1945, organisasi intelijen negara ini sudah enam kali berganti nama.

Mulai dari Badan Rahasia Negara Indonesia (BRANI), Badan Koordinasi Intelijen (BKI), Badan Pusat Intelijen (BPI), Komando Intelijen Negara (KIN), Badan Koordinasi Intelijen Negara (BAKIN), hingga yang terbaru BIN.

Saat pertama berdiri, lembaga intelijen ini dipimpin oleh Zulkifli Lubis bersama sekitar 40 mantan tentara Pembela Tanah Air (Peta) yang menjadi penyelidik militer khusus.

Personel-personel Intelijen pada lembaga ini merupakan lulusan Sekolah Intelijen Militer Nakano, yang didirikan pendudukan Jepang pada tahun 1943. Zulkifli sendiri merupakan lulusan sekaligus komandan Intelijen pertama.

Dari sana BIN melalui jalan panjang. Pada awal Mei 1946, dilakukan pelatihan khusus di daerah Ambarawa. Sekitar 30 pemuda lulusannya menjadi anggota Badan Rahasia Negara Indonesia (BRANI). Lembaga ini menjadi "Payung" gerakan Intelijen dengan beberapa unit ad hoc, bahkan operasi luar negeri.

Sepanjang tahun 1952-1958, seluruh angkatan dan Kepolisian memiliki badan Intelijen sendiri-sendiri tanpa koordinasi nasional yang solid. Maka 5 Desember 1958 Presiden Soekarno membentuk Badan Koordinasi Intelijen (BKI) dan dipimpin oleh Kolonel Laut Pirngadi sebagai Kepala.

Selanjutnya, 10 November 1959, BKI menjadi Badan Pusat Intelijen (BPI) yang bermarkas di Jalan Madiun, yang dikepalai oleh DR Soebandrio. Di era tahun 1960-an hingga akhir masa Orde Lama, pengaruh Soebandrio pada BPI sangat kuat diikuti perang ideologi Komunis dan non-Komunis di tubuh militer, termasuk Intelijen.

Pada 22 Agustus 1966, Soeharto mendirikan Komando Intelijen Negara (KIN) yang dipimpin oleh Brigjen Yoga Sugomo sebagai Kepala. Kepala Komando Intelijen Negara (KIN) bertanggung jawab langsung kepada Soeharto.

Sebagai lembaga Intelijen strategis, maka BPI dilebur ke dalam KIN yang juga memiliki Operasi Khusus (Opsu) di bawah Letkol Ali Moertopo dengan asisten Leonardus Benyamin (Benny) Moerdani dan Aloysius Sugiyanto.

Kurang dari setahun, 22 Mei 1967 Soeharto mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) untuk mendesain KIN menjadi Badan Koordinasi Intelijen Negara (BAKIN). Mayjen Soedirgo menjadi Kepala BAKIN pertama.

Lalu pada tahun 2000, Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) mengubah BAKIN menjadi Badan Intelijen Negara (BIN) sampai sekarang.

5 dari 5 halaman

Infografis Sepak Terjang BIN

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.