Sukses

DPRD DKI Dukung Penundaan Izin Operasional Sektor Hiburan

Dinas Parekraf khawatir, jika sektor hiburan diperbolehkan untuk dibuka kembali meski hanya restoran, akan ada celah yang melanggar ketentuan protokol kesehatan.

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Zita Anjani mendukung Pemerintah Provinsi DKI menunda izin operasional sektor usaha hiburan. Zita menuturkan, buka tutup satu usaha atau kegiatan di masa pandemi tidak dilihat berdasarkan jenis usaha melainkan risiko penularan Covid-19.

Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu mengatakan, risiko tempat usaha hiburan akan penularan virus Corona cukup tinggi, karena ruangan yang tertutup sekaligus sulitnya menerapkan jaga jarak fisik. Terlebih tempat pijat atau terapis.

"Tempat hiburan ini kan semacam closed-circuit, alias tertutup dan cenderung orang berkumpul dalam kuantitas padat ruangan tertutup. Apalagi terapis, orang berjarak terlalu dekat di ruangan yang terbatas," ujar Zita, Rabu (22/7/2020).

Zita menambahkan, di masa sulit pandemi saat ini, Pemprov dituntut jeli  mengizinkan sektor mana saja yang boleh beroperasi. Disamping melihat risiko penularan virus, Pemprov juga dituntut agar roda perekonomian ibu kota tidak mati suri.

Selain melihat risiko penularan, Zita menambahkan sektor usaha yang dibolehkan beroperasi harus mendatangkan manfaat dan keberpihakan di situasi pandemi.

"Kalau hiburan malam untuk apa? Saya belum lihat ada manfaat signifikan di sana. Pajak hiburan malam hanya 25 persen, kalau untuk kepentingan ekonomi, kita bisa cari lewat jalan lain demi menjaga kesehatan, tidak hanya di tempat hiburan malam," tuturnya.

"Saya berharap kebijakan covid ini tidak mundur ke belakang, harus pro inovasi. Jangan sampai sekolah tutup, tempat hiburan buka."

Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Parekraf) DKI Jakarta Cucu Ahmad Kurnia mengatakan sudah sering kali pihaknya melakukan pertemuan dengan pelaku usaha industri. Pertemuan itu untuk membahas titik tengah operasional sektor hiburan di masa pandemi Covid-19.

Namun, dari rangkaian pertemuan tersebut, Gugus Tugas Covid-19 DKI Jakarta belum yakin protokol kesehatan di sektor hiburan mampu menekan penularan virus yang menyerang pernafasan.

"Sudah sering. Cuma protokolnya belum bisa meyakinkan tim gugus covid terutama masalah menjaga social distancingnya," kata Cucu saat dikonfirmasi, Selasa, 21 Juli 2020.

Dinas Parekraf pun masih ragu kendati, pelaku usaha hiburan siap jika hanya membuka restoran saja, sementara karaoke dan bar ditutup. Sebab, perizinan restoran, karaoke, dan bar terpisah.

Cucu khawatir jika sektor hiburan diperbolehkan untuk dibuka kembali meski hanya restoran, akan ada celah yang melanggar ketentuan protokol kesehatan.

"Nah ini yang mereka harus bisa komit," tuturnya.

Sementara Ketua Asosiasi Pengusaha Hiburan Jakarta (Asphija) Hana Suryani menegaskan pelaku usaha dan karyawan sektor hiburan berkomitmen menerapkan protokol kesehatan.

Lagipula menurut Hana, konsistensi pelaku usaha dapat dikontrol oleh seluruh pihak dengan adanya penandatanganan pakta integritas pelaku usaha dengan Pemprov DKI, yang kemudian ditempel di pintu masuk tempat hiburan.

"Untuk menjamin protokolnya gimana kalau dari Dinas Pariwisata itu apabila sebuah usaha mau buka dia itu harus menandatangani pakta integritas dari si pengusaha nya langsung dan itu dipajang langsung di pintu masuk jadi terlihat oleh si pengunjung dan karyawan agar semua orang tahu bahwa si pengusaha ini taat dengan protokol jadi controlling ada di mana-mana," ujar Hana.

Diketahui sejumlah pekerja dan pelaku usaha hiburan mendatangi Balai Kota DKI Jakarta, menuntut Pemerintah Provinsi DKI segera membuka usaha sektor hiburan.

Kelompok yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Hiburan Jakarta (Asphija) menilai pemerintah tidak adil terhadap pelaku usaha hiburan.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pertimbangkan Nasib Karyawan

Hana mempertanyakan penutupan sektor usaha hiburan di Jakarta. Sebab, selama usaha ditutup, tidak ada atensi dari pemerintah terhadap karyawan dan pelaku usaha.

"Mau sampai kapan usaha hiburan ditutup? Tidak ada perhatian dari pemerintah baik Pemprov maupun pusat kepada kami," ujar Hana.

Lebih lanjut, selain tidak ada kejelasan waktu operasi usaha hiburan kembali dibuka, tidak ada solusi konkret yang diberikan oleh Pemprov. Di masa Pembatasan Sosial Berskala Besar PSBB transisi, Hana juga menilai sektor usaha hiburan kerap kali tidak dijadikan prioritas. Pasalnya, saat sektor usaha diizinkan kembali beroperasi, hal itu tidak berlaku bagi sektor hiburan.

Padahal, kata Hana, seluruh pihak yang tergabung Asphija berkomitmen penuh menerapkan protokol kesehatan untuk menekan tingkat penularan Covid-19.

"Kami yang mempunyai izin legal malah dilarang buka. Sementara tempat yang tidak ada izin usahanya bebas beroperasional dengan segala pelanggarannya, emang mereka dapat teguran, dan sempat ada yang disegel, lalu usaha tersebut buka lagi," keluh Hana.

Hana pun menuntut Pemprov DKI untuk adil terhadap sektor hiburan, dan mempertimbangkan nasib karyawan dan pelaku usaha.

"Kami hanya disuguhkan denga kepanikan dan kecemasan. Justru ini yang membuat Kami tidak sehat, 94 persen pasien Covid-19 bisa sembuh, lalu bagaimana nasib puluhan ribu karyawan yang kelaparan?"

 

Reporter: Yunita Amalia

Sumber: Merdeka.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.