Sukses

E-KTP Kilat Buronan Korupsi yang Tak Kunjung Tertangkap

Dalam waktu satu jam 79 menit, Djoko Tjandra telah mengantongi e-KTP dan langsung digunakan untuk mendaftar PK di PN Jaksel.

Liputan6.com, Jakarta - Buronan terpidana kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) terkait pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra kembali menjadi sorotan publik setelah kembali ke Indonesia dan tetap lolos eksekusi hukum.

Djoko Tjandra yang telah buron sejak 2009 itu bahkan bisa mengurus KTP elektronik atau e-KTP secara kilat dan digunakan untuk mendaftarkan peninjauan kembali (PK) terkait kasus hukum yang membelitnya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Djoko Tjandra yang juga dikenal dengan nama Tjan Kok Hui itu diketahui membuat e-KTP di Kelurahan Grogol Selatan, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Dia datang sendiri ke kelurahan bersama pengacaranya. 

Jaksa Agung ST Burhanuddin terheran-heran mengetahui Djoko Tjandra dengan bebas masuk ke Indonesia tanpa dicekal pihak Imigrasi. Kendati, Burhanuddin mengakui bahwa Kejaksaan Agung kecolongan terkait keberadaan buronannya itu. 

Apalagi Kejaksaan Agung hingga kini masih belum mampu menangkap Djoko Tjandra untuk melaksanakan putusan Mahkamah Agung (MA). Dia divonis pidana 2 tahun penjara dan denda Rp 15 juta karena terbukti bersalah melakukan korupsi dalam perkara cessie Bank Bali. Putusan itu dijatuhkan pada pertengahan Juni 2009.

"Saya belum mendapatkan informasi apakah hari ini datang di sidang atau tidak. Tapi yang saya herankan adalah, kami memang ada kelemahan, pada tanggal 8 Juni, Djoko Tjandra informasinya datang di Pengadilan Jakarta Selatan untuk mendaftarkan PK-nya, jujur ini kelemahan intelijen kami," kata Burhanuddin saat rapat bersama DPR, Senin 29 Juni 2020.

Direktur Jenderal (Dirjen) Kependudukan dan Pecatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Zudan Arif Fakrulloh mengungkapkan, Djoko Soegiarto Tjandra yang mengganti namanya menjadi Joko Soegiarto Tjandra itu membuat e-KTP dalam waktu singkat.

Dalam waktu 1 jam 19 menit atau 79 menit, e-KTP Djoko Tjandra sudah tercetak.

"Dari database Dukcapil dapat diketahui, perekaman e-KTP yang bersangkutan dilakukan pada pukul 07.27 WIB. Pencetakan KTP-el dilakukan pada pukul 08.46 WIB, sehingga dibutuhkan waktu kurang lebih 1 Jam 19 menit," kata Zudan dalam keterangannya, Selasa (7/7/2020).

Singkatnya waktu tersebut tidak mengherankan Zudan. Sebab, pembuatan e-KTP saat ini bisa saja selesai dengan catatan waktu lebih cepat dari milik Djoko Tjandra.

Cepatnya pembuatan e-KTP saat ini, lanjut Zudan, didukung oleh perbaikam sistem perekaman. Sehingga, dalam durasi 24 jam selama satu hari, direktoratnya dapat mencetak e-KTP sesuai data perekam.

"94,34 persen e-KTP selesai dalam waktu kurang dari 24 jam. Secara keseluruhan, data pembuatan selama Juni 2020 menunjukkan bahwa terdapat pembuatan 889.521 e-KTP," terang Zudan.

Zudan menegaskan, pembuatan e-KTP dengan waktu kilat tidak hanya bisa dilakukan Djoko Tjandra. Menurut data direkoratnya, ada 28,94 persen atau 257.477 data e-KTP yang selesai dalam kurun waktu 60 menit di seluruh Indonesia.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Dukcapil Tak Punya Data Buronan

Zudan menambahkan, bahwa nama Djoko Tjandra tercatat sebagai Warga Negara Indonesia (WNI) dalam database kependudukan. Kendati, Djoko Tjandra sempat dikabarkan pindah kewarganegaraan menjadi WN Papua Nugini selama buron.

"Sampai saat ini Ditjen Dukcapil dan Dinas Dukcapil Provinsi DKI belum pernah menerima informasi tentang pelepasan kewarganegaraan," kata Zudan, Selasa (7/7/2020).

Dia menuturkan, Ditjen Dukcapil membutuhkan informasi dan data dari Kemenkumham terkait kewarganegaraan Joko Soegiarto Tjandra. "Apabila terbukti yang bersangkutan sudah menjadi WNA, maka KTP el dan KK WNI akan dibatalkan oleh Dinas Dukcapil DKI," jelas Zudan.

Menurut dia, sampai saat ini Ditjen Dukcapil tidak memiliki data tentang data cekal dan buronan.

"Dan belum pernah mendapatkan pemberitahuan tentang subyek hukum yang menjadi buronan atau DPO dari pihak yang berwenang," ungkap Zudan.

Menurut dia, agar kasus seperti ini dapat dicegah, Ditjen Dukcapil dan Dinas Dukcapil perlu diberi pemberitahuan tentang data orang yang dicekal, DPO/buronan.

"Apabila sudah ada data buronan/DPO, maka Dukcapil tetap akan memproses rekam sidik jari dan irish mata serta foto wajah agar data penduduk tersebut masuk ke dalam data base kependudukan. Namun, KTP elektroniknya akan diberikan pada saat yang bersangkutan memenuhi kewajiban hukumnya," tuturnya. 

Menurut dia, hal ini sesuai dengan Pasal 8 UU No 24 Tahun 2013, yaitu salah satu kewajiban Dinas Dukcapil adalah memberikan pelayanan yang sama dan professional kepada setiap penduduk atas setiap pelaporan peristiwa kependudukan dan peristiwa penting.

"Ditjen Dukcapil juga sudah mendapat laporan dari Lurah Grogol Selatan bahwa pihak petugas di kelurahan tidak ada yang mengetahui bahwa yang bersangkutan (Djoko Tjandra) adalah buron sehingga memproses permohonan seperti biasanya," tutur Zudan.

Menurut dia, dalam database kependudukan, data Djoko Tjandra selama sembilan tahun tidak melakukan transaksi dan belum melakukan perekaman.

"Seluruh kasus seperti ini, data penduduk dinonaktifkan. Dan akan aktif secara otomatis apabila bersangkutan datang dan melakukan perekaman KTP-el," pungkasnya.

Sementara itu, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly menjelaskan, pihaknya tidak dapat mencekal Djoko Tjandra lantaran dia tidak masuk daftar merah pemberitahuan (red notice) dari Interpol.

"Seandainya dia masuk dengan benar, dia tidak bisa kami halangi karena dia tidak masuk dalam red notice," ujar Yasonna di Kompleks Parlemen RI, Senayan, Jakarta, Kamis (2/7/2020). 

Menurut dia, Djoko Tjandra sudah tidak masuk lagi dalam daftar merah pemberitahuan Interpol sejak 2014.

Meski begitu, Yasonna menegaskan, hingga saat ini nama Djoko Tjandra tidak pernah ditemukan masuk ke Indonesia melalui pintu perlintasan keimigrasian.

Yasonna mengatakan bahwa Kemenkumham, melalui Direktorat Imigrasi sudah melakukan pengecekan terhadap semua data perlintasan keimigrasian di pelabuhan dan bandara untuk melacak apakah benar Djoko Tjandra telah masuk ke Indonesia pada 8 Juni 2020.

"Yang pasti kalau dari segi perlintasan keimigrasian sampai sekarang tidak ada. Kami sudah cek semua data perlintasan, baik laut, laut itu misalnya (pelabuhan) Batam, maupun udara, misalnya di (Bandara) Kualanamu (Medan), (Bandara) Ngurah Rai (Bali), apalagi itu, enggak ada sama sekali namanya Djoko Tjandra," ujar Yasonna

3 dari 3 halaman

Kronologi Perekaman E-KTP Djoko Tjandra

Lurah Grogol Selatan Asep Subhan menjelaskan kronologi terbitnya KTP elektronik atas nama Djoko S Tjandra, terpidana pengalihan hak tagih Bank Bali yang selesai kurang dari satu jam.

Menurut Asep, hal itu berawal saat dirinya dihubungi oleh pengacara Djoko Tjandra bernama Anita untuk keperluan pengurusan KTP kliennya. Asep dihubungi sekitar tanggal 3 Juni 2020. Dia mengaku baru kenal Anita saat dirinya dihubungi hari itu.

"Pengacaranya menanyakan apakah KTP Pak Djoko masih tercatat di Kelurahan Grogol," kata Asep di Jakarta, Senin (6/7/2020).

Untuk mengetahui status kependudukannya, Asep lantas meminta Nomor Induk Kependudukan (NIK) guna mengecek dalam sistem kependudukan yang ada di Kelurahan Grogol Selatan.

Setelah menerima kiriman foto NIK Djoko Tjandra, Asep lalu mengecek di sistem kependudukan dan tercatat bahwa Djoko Tjandra masih berstatus warga Grogol Selatan.

Hanya saja data KTP milik Djoko Tjandra belum elektronik sehingga untuk dicetak, yang bersangkutan harus melakukan perekaman.

Asep menerangkan kepada Anita proses perekaman KTP tidak bisa diwakilkan tetapi harus yang bersangkutan langsung hadir ke Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) yang ada di Kelurahan Grogol Selatan.

"Saya hanya mengarahkan setiap warga yang mengurus KTP langsung saja ke PTSP tidak melalui kelurahan," kata Asep seperti dikutip Antara.

Asep mengaku saat mengecek data Djoko Tjandra tidak mengetahui bahwa yang bersangkutan adalah buronan Kejaksaan Agung karena tidak tertulis di sistem.

Menurut dia, jika di sistem kependudukan tertulis statusnya sebagai buronan, tidak akan mungkin KTP elektronik tersebut terbit.

"Yang tertulis di sistem dia adalah warga Grogol Selatan dan belum melakukan perekaman KTP elektronik," kata Asep.

Setelah mendapatkan informasi dari lurah, Djoko Tjandra bersama pengacaranya melakukan perekaman KTP elektronik di Satuan Pelaksana Kependudukan dan Catatan Sipil (Satpel Dukcapil) Kelurahan Grogol Selatan pada 8 Juni 2020.

Dengan KTP elektronik yang diterbitkan Satpel Dukcapil Kelurahan Grogol Selatan itulah Djoko Tjandra mendaftarkan permohonan Peninjauan Kembali (PK) terkait penetapan vonis dua tahun yang harus dijalankannya pada hari yang sama.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.