Sukses

Airlangga: Krisis Akibat Pandemi Corona Bisa Terjadi hingga 2021

Airlangga mengatakan, pandemi Covid-19 memberikan tekanan pada perekonomian, baik dari sisi permintaan maupun penawaran. Semua indikator memberikan sinyal pelemahan ekonomi.

Liputan6.com, Jakarta Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan langkah pemerintah memulihkan perekonomian yang mengalami pelemahan karena pandemi corona atau Covid-19.

Airlangga mengatakan, setidaknya 3 (tiga) dampak terhadap perekonomian, yaitu penurunan pertumbuhan ekonomi, peningkatan pengangguran, dan peningkatan kemiskinan.

Untuk mengatasi tiga persoalan itu, Airlangga menekankan, setiap langkah yang diambil tersebut selalu mempertimbangkan aspek kesehatan, sosial, ekonomi, dan keuangan. Langkah pemerintah yang diambil pertama, program Exit Strategy yaitu pembukaan ekonomi secara bertahap menuju tatanan kenormalan baru.

Kedua, program Pemulihan Ekonomi Nasional. Ketiga, Reset dan Transformasi Ekonomi. “Reset menjadi penting karena berbagai sektor ekonomi sudah turun minus sehingga dari minus itu perlu dikembalikan ke nol, lalu dari nol kita akan transformasikan agar berkembang menjadi positif,” ujar Airlangga saat menjadi pembicara pada webinar Kajian Ekonomi HIPMI #4. 

Menko Airlangga menjelaskan, pandemi Covid-19 memberikan tekanan pada perekonomian, baik dari sisi permintaan maupun penawaran. Semua indikator memberikan sinyal pelemahan ekonomi.

"Kita sedang berada di situasi yang tidak normal. Ini penting agar kita semua mempunyai pemahaman yang sama bahwa kondisi yang terjadi saat ini adalah sama dengan 215 negara lain di dunia. Hampir seluruh negara di dunia masuk di dalam periode minus. Pandemi ini pun berdampak besar pada berbagai sektor perekonomian, ini yang membedakan dengan krisis di tahun 1998 dan 2008,” terang dia.

Tetapi, Indonesia memiliki resiliensi lebih kuat dari negara lain. Tiga negara yang masih relatif positif secara ekonomi adalah Cina, India, dan Indonesia. Selain itu, ekonomi Indonesia di tahun 2020 diprediksi masih di jalur positif, yaitu menurut proyeksi IMF akan tumbuh 0.5% dan menurut World Bank diperkirakan tidak tumbuh (0%).

"Kalau kita lihat di kuartal pertama Indonesia juga masih positif, tapi memang di kuartal kedua dengan adanya PSBB, Indonesia diprediksi masuk di dalam jalur minus sekitar -3%,” kata Menko Perekonomian.

Di kuartal I tahun 2020, dari sisi konsumsi (demand), yang membuat kontraksi adalah konsumsi yang pertumbuhannya turun dari biasanya di atas 5% (5.3% di kuartal I tahun 2019) menjadi 2.7%. Kemudian investasi tumbuh 1.7%, lalu konsumsi pemerintah masih menunjang dalam bentuk belanja negara melalui anggaran, yaitu tumbuh sebesar 3.7%.

Sementara dari sisi dunia usaha (supply), sektor manufaktur ada di 2.1% dan perdagangan di 1.6%, namun pertanian ada di 0%. ”Jadi pertanian ini menjadi perhatian untuk kembali bisa menopang di saat ekonomi seperti ini.

"Di bulan Juni-Juli akan ada panen raya, maka sektor ini diharapkan bisa membuat kuartal ketiga 2020 tidak terlalu turun, apalagi didukung adanya new normal,” jelas Airlangga.

Dia pun memberi gambaran bahwa krisis akibat Pandemi Covid-19 ini tidak akan selesai sampai akhir tahun 2020. ”Bisa terus bergeser ke tahun 2021, 2022, untuk recovery,” sambung Airlangga.

Namun, kata Airlangga, pemerintah sudah menyiapkan skenario defisit anggaran dan akan mengembalikannya di tahun 2023. ”Sehingga kita punya ruang untuk melakukan stimulus fiskal maupun untuk pembiayaan,” tutur dia.

Kemudian, jika dilihat dari segi ekspor impor, neraca ekspor turun dan yang bisa menahan penurunan adalah sektor industri pengolahan.

”Mining mengalami penurunan, kemudian oil and gas. Dari segi impor, konsumsi juga menurun banyak. Bahan baku turun. Lalu, yang menjadi catatan adalah capital juga turun, itu berarti investasi turun dan penciptaan lapangan terbatas,” papar Menko Airlangga.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Sektor Keuangan Terdampak

Dari sisi penerimaan pajak sektoral, sektor pertambangan, transportasi, konstruksi dan real estate, perdagangan, manufaktur, serta keuangan mengalami penurunan.

"Jika sektor keuangan sudah terdampak, itu berarti membutuhkan langkah-langkah koordinasi Pemerintah bersama BI dan OJK secara cepat. Dengan catatan, cepat dan tidak tersandung oleh aparat hukum,” tegas Menko Perekonomian.

Dia pun menyebut, ada beberapa sektor yang tertekan dampak Covid-19 namun mulai terjadi pembalikan arah seiring dengan pembukaan ekonomi, seperti otomotif dan distribusi bahan bangunan.

"Memang terjadi penurunan dalam, namun ada sinyal membaik dan positif terkait dengan pembukaan ekonomi," kata dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.