Sukses

Eks Menpora Imam Nahrawi Ajukan Diri sebagai Justice Collaborator

Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi mengajukan diri untuk membantu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam mengungkap kasus dana hibah KONI.

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi mengajukan diri untuk membantu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam mengungkap kasus dana hibah Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) atau disebut justice collaborator (JC).

"Demi Allah demi Rasulullah, saya akan membantu majelis hakim yang mulia, jaksa penuntut umum dan KPK untuk mengungkap perkara duit Rp 11 miliar itu, kabulkanlah saya sebagai JC," kata Imam saat membacakan nota pembelaan (pledoi) di gedung KPK Jakarta, Jumat (20/6/2020).

Sidang dilakukan melalui sarana video conference, Imam Nahrawi berada di gedung KPK sedangkan jaksa penuntut umum (JPU) KPK, majelis hakim dan sebagian penasihat hukum berada di pengadilan Tipikor Jakarta.

JPU KPK menuntut Imam agar divonis selama 10 tahun penjara ditambah denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan karena dinilai terbukti menerima suap senilai Rp 11,5 miliar dan gratifikasi sebesar Rp 8,648 miliar dari sejumlah pejabat Kemenpora dan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI).

"Sesungguhnya siapa yang bersengkokol untuk mensangkakan dan mendakwakan saya menjadi pesakitan. Apakah untuk menutup hal lain, hal yang lebih besar dengan mengorbankan saya sebagai terdakwa. Sangat jelas di fakta sidang menyebut ada instiusi kejaksaan yang dialiri dana dari KONI dan bukti rekaman menyebut oknum-oknum BPK, Kementerian Keuangan yang sama sekali tidak ditanya dan diungkap," tambah Imam seperti dikutip dari Antara.

Selain vonis penjara dan denda, JPU KPK juga mewajibkan Imam Nahrawi membayar uang pengganti sebesar Rp 19.154.203.882 yaitu sejumlah suap dan gratifikasi yang dinikmati Imam yang bila tidak dibayar diganti pidana penjara selama 3 tahun.

Selanjutnya JPU KPK meminta pencabutan hak politik Imam selama 5 tahun setelah selesai menjalani pidana pokoknya.

Imam dalam nota pembelaannya mengaku tidak pernah melakukan persengkongkolan jahat untuk mendapat uang suap dan gratifikasi.

"Saya sudah bersumpah di atas Alquran bahwa saya tidak tahu menahu, tidak meminta, tidak memerintahkan, tidak menerima bahkan demi Allah saya tidak terlibat dalam persekongkolan jahat ke mana duit Rp 11 miliar itu," ungkap Imam.

Menurut Imam, mantan asisten pribadinya Miftahul Ulum sudah membuka ke mana arah uang Rp 11 miliar itu mengalir tapi tidak dijadikan dasar mengungkap fakta yang jujur dan sebenarnya.

"Apakah ini tidak lanjut dari istilah persekongkolan jahat yang harus dan wajib disematkan pada pundak Imam Nahrawi? Sebagai terdakwa saya mohon berulang kali dikonfritir dengan saksi Hamidy, Johnny, Lina Nurhasanah, Miftahul Ulum untuk mengungkap aliran dana Rp11,5 miliar agar suap KONI terang benderang tapi JPU tidak mengabulkan dengan alasan waktu," tambah Imam.

Imam pun minta dibebaskan dari semua tuntutan JPU KPK.

"Saya mohon dibebaskan dari semua tuntutan jaksa penuntut umum KPK dan tuntutan jaksa penuntut umum KPK dan saya memohon dengan sangat agar dipulihkan nama baik dan harga diri saya untuk saya bisa bebas kembali ke tengah-tengah hangatnya keluarga, melanjutkan pengabdian di medan juang dan terus mengupayakan prestasi tanah air semakin menjulang tinggi dan mengharumkan nama Indonesia menjadi macan Asia," kata Imam.

Sedangkan untuk nama-nama yang terungkap di persidangan yang menerima dana suap yang bersumber dari dana hibah KONI Pusat, Imam meminta untuk segera ditindaklanjuti.

"Saya memohon kepada penyidik KPK dan JPU untuk segera menindaklanjuti persekongkolan jahat yang ada di KONI Pusat agar tidak ada lagi muncul korban seperti saya," tambah Imam.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Minta Maaf pada Jokowi

Kepada Persiden Joko Widodo, Imam mengucapkan terima kasih karena telah mengangkat saya sebagai Menpora pada Kabinet Kerja periode 2014-2019.

"Saya bangga pernah membantu bapak selama Bapak menjabat sebagai Presiden serta sampai saat mengajukan surat pengunduran diri sebagai Menpora. Selama saya menjabat saya tidak pernah mendapat teguran secara lisan maupun tulisan dari Bapak Jokowi. Saya juga bersemangat hingga Indonesia berhasil mendapat perhatian dunia dengan status bergengsi dan disegani tidak hanya di Asia tapi juga di level internasional," ungkap Imam.

Namun ia pun meminta maaf karena tidak cermat untuk mengontrol anak buah.

"Tetapi saya mohon maaf atas ketidakcermatan mengontrol anak buah di Kemenpora RI sehingga menimbulkan masalah hukum karena itu terjadi karena terlalu fokusnya saya selama 4 tahun terhadap amanah dan tugas-tugas utama yang telah Presiden percayakan kepada saya," ungkap Imam.

Tidak ketinggalan Imam mengucapkan terima kasih kepada istrinya Shobibah Rohmah dan ketujuh anaknya.

"Kepada istriku tercinta Shobibah Rohmah atas salah, khilaf dosa abah selama ini, sayang salahmu sudah kumaafkan sejak hati ini bersatu dalam cintamu. Terima kasih atas sabarmu, ikhlasmu, relamu dan sediamu atas senyum ketika badai datang menerpa kau bisikkan ada Allah yang memiliki jagat alam raya ini," kata Imam.

Dalam dakwaan pertama, Imam Nahrawi bersama bekas asisten pribadinya Miftahul Ulum dinilai terbukti menerima uang seluruhnya berjumlah Rp 11,5 miliar dari Sekretaris Jenderal Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Ending Fuad Hamidy dan Bendahara Umum KONI Johnny E Awuy.

Tujuan pemberian suap itu adalah untuk mempercepat proses persetujuan dan pencairan Bantuan Dana Hibah yang diajukan oleh KONI Pusat kepada Kemenpora tahun kegiatan 2018.

Selanjutnya dalam dakwaan kedua, Imam Nahrawi bersama-sama Ulum didakwa menerima gratifikasi senilai total Rp 8,648 miliar yang berasal dari sejumlah pihak.

Terkait perkara ini, Miftahul Ulum selaku eks asisten pribadi mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi divonis 4 tahun penjara ditambah denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan pada 15 Juni 2020 lalu.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.