Sukses

Pengacara Sebut Kasus Jiwasraya Merupakan Risiko Pasar Modal

Tim pengacara terdakwa membantah tudingan jaksa yang menyebut pasar modal sebagai modus operandi korupsi.

Liputan6.com, Jakarta - Pengadilan Tipikor kembali menggelar sidang lanjutan kasus dugaan korupsi di PT Asuransi Jiwasraya, Rabu (17/6/2020).

Sidang digelar dengan agenda pembacaan replik jaksa penuntut umum (JPU) atas eksepsi atau nota keberatan yang disampaikan tim penasihat hukum terdakwa kasus Asuransi Jiwasraya.

Dalam repliknya, jaksa meminta majelis hakim menolak semua eksepsi yang diajukan tim penasihat hukum para terdakwa. Jaksa menilai perbuatan para terdakwa terkait pasar modal dan ekonomi adalah kesimpulan yang mengada-ada dan tidak berdasar sehingga hanya dianggap modus operandi saja.

Tim penasihat hukum pun keberatan atas replik penuntut umum. Tim penasihat hukum terdakwa Joko Hartono Tirto, Kresna Hutauruk memaparkan sejumlah alasan keberatan atas replik penuntut umum.

Menurutnya, kasus Jiwasraya masuk dalam ranah hukum yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal, bukan tindak pidana korupsi.

"Ini artinya, kasus Jiwasraya bukan perkara korupsi dan merugikan negara, melainkan risiko dalam pasar modal. Hal ini tercermin dari surat dakwaan JPU yang hampir 95% isinya terkait masalah pasar modal," ujar Kresna di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (17/6/2020).

Kresna menyebut, sejak awal dirinya sudah mengatakan bahwa permasalahan yang menjerat kliennya bukan kasus korupsi, melainkan persoalan pasar modal.

"Sehingga, sangat tepat kalau UU yang digunakan adalah UU pasar modal dan OJK," kata dia.

Selain itu, dalam tanggapannya, jaksa lebih banyak menyatakan pembahasan nota keberatan sudah masuk ke materi pokok perkara, padahal menurut Kresna, nota keberatan yang disampaikan tim penasihat hukum banyak membahas masalah formil namun tidak ditanggapi oleh jaksa.

"Hal itu menunjukkan sebenarnya JPU tidak mampu membantah dalil-dalil kami," kata Kresna.

Penasihat hukum terdakwa Heru Hidayat, Soesilo Aribowo turut membantah penyebutan eksepsi terdakwa terkait pasar modal sebagai modus operandi korupsi pada PT Asuransi Jiwasraya.

"Kalau yang namanya modus operandi itu hanya sesaat, suatu tindak pidana modus operandi sesaat saja, ini kan terdakwa ini, seperti Heru Hidayat kemudian Joko Tirto itu kan memang pekerjaannya di pasar modal, tidak ada modus operandi," kata Soesilo di lokasi yang sama.

Soesilo menuturkan, kliennya sebagai Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera, memiliki pekerjaan membuat keputusan di pasar modal. Sehingga, bila disebut pasar modal merupakan bagian dari korupsi di PT Asuransi Jiwasraya dinilai tidak tepat.

"Tindak pidananya enggak pas, dilakukan sebagai tindak pidana korupsi, nanti kalau seperti itu semua BUMN yang melakukan go public atau penawaran umum di pasar modal dengan menggunakan rekening ada modus operandi di situ susah," kata Soesilo.

Oleh karena itu, Soesilo menegaskan perkara yang menjerat kliennya bukan ranah tindak pidana korupsi. Hal-hal yang dilakukan kliennya dan terdakwa lain merupakan bagian dari keputusan yang mesti dikeluarkan dan merupakan kebijakan di pasar modal.

"Pekerjaan mereka yang ada di situ memang ada di pasar modal. Saya kira yang menjadi poin penting dari apa yang disampaikan pada intinya menurut kita tetap tidak tepat," kata Soesilo.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Jaksa Minta Eksepsi Terdakwa Ditolak

Sebelumnya, jaksa penuntut umum menolak eksepsi atau nota keberatan para terdakwa kasus dugaan korupsi di PT Asuransi Jiwasraya. Jaksa pun berharap Majelis Hakim Pegadilan Tipikor ikut menolak eksepsi yang diajukan para terdakwa.

"Memohon kepada Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang berwenang memeriksa, dan mengadili perkara ini untuk memutuskan menolak keseluruhan keberatan yang diajukan oleh tim penasehat hukum terdakwa," ujar jaksa di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (17/6/2020).

Jaksa menilai eksepsi yang diajukan para terdakwa sudah masuk dalam materi pokok perkara. Maka dari itu, menurut jaksa, untuk membuktikannya harus dilanjutkan ke tahapan berikutnya, atau sidang tetap dilanjutkan.

"Kami secara tegas menyatakan keberatan tim penasehat hukum terdakwa tersebut, karena sudah masuk dalam lingkup materi pokok perkara yang kebenarannya akan dibuktikan lebih lanjut dalam pemeriksaan di persidangan," kata jaksa.

Jaksa juga membantah keberatan para terdakwa yang menilai perbuatan mereka merupakan pelanggaran pasar modal dan bukan tindak pidana korupsi. Menurut jaksa, pasar modal hanya menjadi modus para terdakwa dalam korupsi yang mereka lakukan.

"Pasal modal hanya instrumen modus operandi dari perbuatan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh terdakwa Joko Hartono Tirto bersama-sama dengan Benny Tjokrosaputro, Heru Hidayat yang bekerjasama dengan pihak-pihak PT asuransi Jiwasraya Persero yakni Hendrisman Rahim, Hari Prasetyo, dan Syahmirwan," kata jaksa.

Jaksa mendakwa enam orang terdakwa, yakni Komisaris PT Hanson International Benny Tjokrosaputro, Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera (Tram) Heru Hidayat, mantan Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya Hendrisman Rahim, mantan Direktur Keuangan PT Asuransi Jiwasraya Hary Prasetyo, mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan PT Asuransi Jiwasraya Syahmirwan, serta Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto.

Jaksa menyebut keenamnya telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 16,8 triliun. Kerugian itu muncul dari salah kelola dana investasi nasabah Jiwasraya. Jaksa menyebut tiga petinggi Jiwasraya memperoleh duit, saham, mobil dan paket wisata terkait perjanjian kerja sama dengan para pengusaha dan manajer investasi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.