Sukses

Jubir: Jam Kerja Dibagi, Pegawai Diabetes dan Hipertensi Tetap WFH

Selain mengatur jam kerja, instansi pemerintah, BUMN maupun swasta diminta untuk tetap mengizinkan pegawainya yang memiliki risiko tinggi terpapar Covid-19 kerja dari rumah.

Liputan6.com, Jakarta - Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 mengeluarkan Surat Edaran Nomor 8 Tahun 2020 tentang Pengaturan Jam Kerja pada Adaptasi Kebiasaan Baru Menuju Produktif dan Aman dari Covid-19 di Wilayah Jabodetabek.

Dalam surat tersebut, instansi pemerintah, BUMN, maupun swasta diminta membagi jam kerja menjadi dua gelombang.

Gelombang pertama, jam kerja dimulai pukul 07.00 sampai 07.30 WIB. Pada tahap ini, jam kerja selesai pukul 15.00 hingga 15.30 WIB.

Sementara gelombang kedua, jam kerja dimulai pukul 10.00 sampai 10.30 WIB. Jam kerja akan berakhir pada pukul 18.00 hingga 18.30 WIB.

"Upaya ini ditujukan agar kemudian terjadi keseimbangan antara moda transporasi umum dengan jumlah penumpang, agar protokol kesehatan khususnya physical distancing betul-betul bisa dijamin," ungkap Juru Bicara Pemerintah Percepatan Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto di Gedung BNPB, Jakarta Timur, Minggu (14/6/2020).

Selain mengatur jam kerja, lanjut dia, instansi pemerintah, BUMN maupun swasta diminta untuk tetap mengizinkan pegawainya yang memiliki risiko tinggi terpapar Covid-19 kerja dari rumah atau work from home (WFH).

Misalnya, kata Yurianto, pekerja yang memiliki penyakit hipertensi, diabetes atau penyakit paru obstruksi menahun.

"Ini diharapkan masih tetap diberikan kebijakan untuk bekerja dari rumah. Ini penting karena kelompok-kelompok inilah yang rentan," ucap dia.

Demikian juga, lanjut Yurianto, untuk pekerja lanjut usia. Dia menekankan, karyawan yang lanjut usia sebaiknya kerja di rumah.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Banyak Pengguna Transportasi Umum

Yurianto mengungkapkan, surat edaran ini diterbitkan berangkat dari keresahan terhadap jumlah pengguna transportasi umum yang sangat banyak.

Jika seluruh karyawan berangkat pada jam yang bersamaan, sementara transportasi umum tak bisa menampung, maka upaya untuk physical distancing sulit dilakukan.

"Oleh karena itu, akan menjadi sulit dan sangat berisiko manakala secara bersamaan sejumlah rekan kita yang harus bekerja bersama-sama pada jam yang hampir sama menuju ke tempat pekerjaan," jelas Yurianto.

 

Reporter: Titin Supriatin

Sumber : Merdeka

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.