Sukses

HEADLINE: Perkantoran di Jakarta Kembali Buka, Bagaimana Menjaga agar PSBB Transisi Berkelanjutan?

Lonjakan penumpang KRL dan arus lalu lintas meningkat saat hari pertama bekerja dari kantor. Kondisi ini pun menimbulkan kekhawatiran tersendiri munculnya gelombang kedua Corona.

Liputan6.com, Jakarta - Damayanti harus bersabar untuk bisa naik KRL di Stasiun Bogor, Jawa Barat, Senin pagi, 8 Juni 2020. Butuh waktu satu jam untuk bisa naik ke gerbong KRL. Baginya, kondisi ini berbeda jauh saat masih diberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

"Saya sampai stasiun 06.20 WIB. Baru bisa naik kereta jam 07.30 WIB. Dan kereta baru jalan jam 08.00 WIB," kata Damayanti kepada Liputan6.com, Jakarta, Senin (8/6/2020).

Menurut dua, antrean panjang penumpang KRL ini terjadi setelah perkantoran di Jakarta mulai membuka aktivitasnya. Hal ini menyusul pelonggaran PSBB yang dilakukan Pemerintah Provinsi Ibu Kota Jakarta.

"Dikarenakan aturan new normal yang sudah berlaku atau PSBB transisi, ada antrean yang panjang sekali di Stasiun Kereta Bogor," ujar dia.

PSBB transisi di Jakarta mulai berlaku setelah Gubernur DKI Anies Baswedan menyampaikannya pada 4 Juni 2020. Dalam aturannya, masyarakat ataupun perusahaan diperkenankan untuk melakukan aktivitasnya dengan tetap menerapkan protokol kesehatan.

Menurut Pengamat Kebijakan Publik, Trubus Rahardiansyah, kenyataan di lapangan, masyarakat masih belum menerapkan protokol kesehatan secara maksimal. Hal itu dapat terlihat dari kondisi dalam KRL yang penumpangnya masih berjubel.

"Kalau dari pagi, tadi saya lihat kan sudah terjadi penumpukan di KRL. Terjadi banyak pelanggaran protokol kesehatan," kata dia kepada Liputan6.com, Jakarta, Senin (8/6/2020).

Infografis Transportasi Publik Jakarta saat PSBB Transisi. (Liputan6.com/Abdillah)Namun Meski begitu, lanjut Trubus, ada sisi baiknya bagi sektor perekonomian. Roda ekonomi yang berjalan lambat sejak pemberlakuan PSBB, perlahan mulai berjalan sehingga membuat masyarakat menjadi optimistis dalam menghadapi PSBB transisi ini.

"Saya juga lihat masyarakat sekarang jadi optimistis di masa PSBB transisi karena kita tahu selama WFH (work from home) itu mereka dilanda tiga hal, pertama psikososial, galau, panik, frustrasi. Dengan hari ini, mulai bisa kerja lagi, mereka merasa ada semangat hidup lagi, itu yang dilihat," ujar dia.

Agar masa PSBB transisi ini berjalan secara maksimal, Trubus mengungkapkan Pemprov DKI perlu meluncurkan strategi khusus sehingga gelombang kedua serangan virus corona tidak akan terjadi. Jurus itu di antaranya dengan menyiapkan armada transportasi umum yang cukup. Dengan begitu, penumpukan orang pun tidak terjadi.

"Karena kan sekarang aturannya hanya boleh 50 persen penumpangnya, nah sisanya kemana? Mau enggak mau mereka gunakan kendaraan pribadi. Dengan adanya itu, bisa muncul kemacetan dan ini harus diantisipasi oleh pemprov dan salah satunya dengan ganjil genap," ujar dia.

Trubus mengakui, ada pro kontra terkait penerapan ganjil genap ini. Pemprov DKI pun hingga sekarang masih meniadakan sistem ganjil genap tersebut.

"Ya memang kontra, karena sebenarnya kita kan tujuannya pemutusan mata rantai bukan dalam sudut situasi normal, nah ganjil genap ini memang saat ini jangan diterapkan dulu karena saat diterapkan, masyarakat larinya ke transportasi umum, sedangkan transport umum belum siap, dan jika nambah unit transportasi umum, harus ada pengajuan anggaran dan lainnya, jadi kan tidak mudah," terang dia.

Sejumlah orang berjalan di trotoar pada saat jam pulang kantor di Kawasan Sudirman, Jakarta, Senin (8/6/2020). Aktivitas perkantoran dimulai kembali pada pekan kedua penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi pandemi COVID-19. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Namun menurut Trubus, Pemerintah Provinsi DKI dapat menyiasati kekurangan armada ini dengan mengaktifkan kendaran kantor atau bus-bus yang dimiliki kementerian lembaga.

"Itu dipakai saja untuk masyarakat umum, punya TNI-Polri kan juga ada. Kalau mengandalkan 50 persen transportasi umum terus, sulit juga," ujar dia.

Jadi yang terpenting, kata Trubus, penegakan protokol kesehatan harus menjadi yang utama. Jangan sampai terjebak dalam polemik ganjil genap.

"Karena kalau kita terjebak di ganjil genap begitu, semua malah menyimpang. Jadi kembali ke pemutusan mata rantai Covid-19, bagaimana pemerintah melakukan monitoring, evaluasi, terus-menerus dan akses kemudahan masyarakat supaya ekonomi produktif lagi," ujar dia.

Untuk itu, keberhasilan PSBB transisi di DKI Jakarta menurut dia, dapat dilihat dari sejumlah indikasi. Selain epidemiologi, kenaikan jumlah orang dalam pemantauan (ODP) dan pasien dalam pengawasan (PDP) juga menjadi tanda kesuksesan kebijakan ini.

"Kalau naik, ya harus diperketat karena kita enggak mau sia-sia tiga bulan kemarin," ucap dia.

Faktor lainnya, juga dapat dilihat dari tingkat penularan dan penambahan kasus Covid-19 di DKI. Apakah melandai atau bahkan menurun. Namun catatan data tentang Covid-19 di DKI dinilainya masih tinggi.

Kemudian ketiga, faktor layanan kesehatan. Karena untuk layanan kesehatan tes Covid-19 masih banyak kendala, misalnya tempat tesnya tak banyak dan tenaga kesehatannya juga terbatas.

"Keempat, kedisiplinan masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan. Hal ini lantaran vaksin Corona kan belum ada, jadi ya harus disiplin. Mau aturan bagaimana pun masyarakat tak disiplin, maka sulit (PSBB transisi ini berhasil)," demikian Trubus.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Lonjakan Penumpang dan Arus Lalu Lintas

Pemandangan penumpukan penumpang di masa transisi PSBB DKI Jakarta kembali terjadi saat pulang kantor karyawan. Seperti dialami Neneng (28) di Stasiun Jakarta Kota pada pukul 17.15 WIB.

Antrean panjang terjadi di pintu masuk Stasiun Kota. Menurut dia, penumpang yang masuk ke dalam area stasiun dibatasi jumlahnya.

"Penumpukan pas mau ke dalam stasiun saja. Tapi di dalam stasiun tidak ada (penumpukan)," kata dia saat dihubungi Liputan6.com, Senin (8/7/2020).

"Antreannya dari pintu masuk stasiun sampai parkiran motor. Saya kurang tahu berapa meter itu," sambung dia.

Antrean calon penumpang KRL meluber hingga jembatan penyeberangan orang (JPO) di kawasan Stasiun Lenteng Agung, Jagakarsa, Jakarta Selatan, Senin (8/6/2020). Memasuki new normal, terjadi penumpukan penumpang di sejumlah stasiun KRL. (merdeka.com/Arie Basuki)

Neneng tiba di stasiun pada pukul 17.15 WIB. Ia mesti menunggu selama 10 menit untuk bisa masuk ke dalam stasiun.

Kenaikan pengguna KRL diakui oleh VP Corporate Communications PT KCI Anne Purba. Dia menyebut, biasanya saat pelaksanaan PSBB hingga pukul 10.00 WIB, armadanya hanya melayani 80 ribu pengguna.

"Pengguna KRL mencapai 140 ribu hingga pukul 10.00 WIB dan pengguna yang telah melakukan tap masuk di gate elektronik sejumlah 150.000 orang," kata Anne dalam keterangan tertulis, Senin (8/6/2020).

Dia menyebut peningkatan tersebut terkait kembalinya beraktivitas masyarakat sehubungan sejumlah wilayah memasuki masa PSBB transisi. Selain itu, Anne juga mengungkapkan frekuensi dan jadwal KRL telah kembali normal.

Sementara itu, untuk jumlah penumpang sebanyak 35 sampai 40 persen dari kapasitas satu kereta.

Petugas keamanan berjaga di salah satu peron Stasiun Manggarai, Jakarta, Kamis (16/4/2020). PT KCI menyatakan jumlah penumpang kereta listrik (KRL) terus menurun selama pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Jabodebek hingga 50 persen. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

"Senin 8 Juni 2020 ini, PT KCI telah mengoperasikan 935 perjalanan KRL per hari, bertambah 161 perjalanan dibandingkan frekuensi pada masa PSBB," ucapnya.

Peningkatan pergerakan masyarakat di KRL mengundang kekhawatiran Wali Kota Bogor Bima Arya. Sebab KRL menjadi salah satu tempat penularan corona Covid-19. Untuk itu, Ia mendesak Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk memberlakukan pengaturan jam kerja bagi karyawan perusahaan di Jakarta.

"Sebaiknya ada dispensasi, supaya pekerja dari Bogor berangkatnya tidak berbarengan, yang dari Bogor bisa dibuat shift, kalau semuanya berangkat di jam yang sama akan seperti ini (menumpuk)," kata Bima.

Data yang dia terima dari pihak PT Kereta Commuterline Indonesia, jumlah penumpang KRL pagi tadi meningkat sekitar 10 persen menjadi 11.000 orang dibandingkan kemarin sebanyak 9.000 penumpang.

Untuk mencegah terjadinya penularan Covid-19, lanjut Bima, pihak PT KCI harus betul-betul mengatur jarak antrean penumpang lebih panjang agar tidak menimbulkan kerumunan.

"Batas jaga jarak yang dipasang di lantai Stasiun Bogor masih di sebatas koridor sebelum peron," kata dia.

Bima menilai, penambahan penumpang KRL hari ini terbilang masih wajar. Tetapi yang ia khawatirkan bila nantinya jumlah penumpang terus bertambah seiring diberlakukan Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) di Kota Bogor, justru penumpang mengabaikan kebiasaan masyarakat menerapkan protokol kesehatan.

"Bisa dibayangkan jika minggu depan diberlakukan normal baru lalu seluruh kantor dibuka, maka jumlah penumpang kembali normal, yaitu 20.000 orang. Ini tidak mungkin diatur dan pasti tidak ada jaga jarak," ucap Bima.

Jumlah penumpang KRL di Stasiun Bogor meningkat 10 persen dampak perkantoran di Jakarta mulai beroperasi pada Senin (8/6/2020). (Liputan6.com/Achmad Sudarno)

Selain lonjakan penumpang di KRL, Polda Metro Jaya juga mencatat penambahan jumlah kendaraan yang mengaspal Jakarta pada Senin pagi, 8 Juni 2020. Bahkan di sejumlah ruas jalan terpantau macet hingga polisi memberlakukan contra flow.

"Kalau bandingkan selama PSBB kemarin, memang ada sedikit kepadatan. Karena pada hari ini kan sesuai dengan peraturan Pergub Nomor 51 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pada Masa Transisi Menuju Masyarakat Sehat, Aman, dan Produktif," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Yusri Yunus kepada Liputan6.com, Jakarta, Senin (8/6/2020).

Dia mengungkapkan, kepadatan arus lalu lintas terjadi hampir di semua ruas jalan. Namun peningkatan itu disebutnya masih dalam tahap wajar.

"Ramai lancar, saya sekarang lagi di Jalan Sudirman ramai lancar, sekarang teratur. Tidak ada yang padat semuanya lancar. Masih wajar kepadatannya," ujar dia.

Meski terjadi peningkatan pergerakan saat transisi PSBB, Yusri melihat masyarakat masih tetap menerapkan protokol kesehatan. Mereka menggunakan masker saat mengendarai kendaraannya. "Terpantau masih patuh," ucap dia.

 

3 dari 3 halaman

Corona DKI Masih Tinggi

Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan mengingatkan masyarakat agar tetap mematuhi protokol pencegahan penularan virus corona Covid-19 di tengah aktivitas perkantoran yang sudah beroperasi mulai hari ini, Senin (8/6/2020).

Hal itu seiring penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) masa transisi di wilayah DKI Jakarta. Pernyataan Anies tersebut disampaikan melalui postingan di media sosial Instagram, @aniesbaswedan.

Dia menyebut, bila masyarakat melakukan pelanggaran protokol kesehatan, keadaan Jakarta dapat kembali seperti beberapa bulan Maret dan April, di mana jumlah pasien positif corona tinggi.

"Kita tidak ingin kembali ke belakang, kembali ke masa pembatasan sosial ketat lagi. Kita ingin masa transisi ini mengantarkan kita ke depan, ke kondisi aman, sehat, dan produktif," ucapnya.

Lebih lanjut, mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu juga mengajak masyarakat untuk berusaha tetap berada di rumah. Dia menyatakan, yang boleh bepergian keluar rumah hanya mereka yang sehat.

"Bila memang harus pergi maka hanya yang sehat yang bepergian, bila terasa tidak sehat jangan keluar rumah. Bila terpaksa keluar rumah, maka selalu gunakan masker di mana pun kapan pun lalu pastikan jaga jarak aman dan jauhi kerumunan," kata Anies.

Karena saat ini, lanjut dia, virus corona Covid-19 masih mengancam masyarakat Jakarta.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

"Jakarta belum bebas Covid-19, seluruh Jakarta masih berpotensi penularan. Bukan hanya di beberapa RW yang kemarin disebut. Karena itu jangan menganggap Jakarta sudah aman, potensi penularan itu masih ada," kata Anies.

Mengutip data dari situs corona.jakarta.go.id, grafik kasus Covid-19 di Jakarta masih menyimpan kecemasan. Kamis 4 Juni 2020, saat PSBB transisi diumumkan, tercatat ada 61 kasus positif Covid-19 sehingga menjadi 7.690 kasus. Angka ini masih tertinggi dibanding provinsi lainnya.

Penambahan kasus covid-19 ini terus terjadi pada hari berikutnya, Jumat 5 Juni 2020 dengan angka 84 kasus. Dan pada hari selanjutnya, Sabtu 6 Juni 2020 juga merangkak naik menjadi 102 kasus. Sementara data pada Minggu 7 Juni 2020, tercatat jumlah kasus baru Covid-19 mencapai 163 orang. Angka ini menjadi kasus penambahan tertinggi kala itu.

Petugas menunjukan penyebaran virus corona (COVID-19) pada layar pemantau di Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Senin (9/3/2020). Sampai hari ini, Posko COVID-19 DKI Jakarta terlah dihubungi 3.580 orang. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Namun kabar baik terjadi pada hari ini, Senin (8/6/2020). Angka kasus baru Covid-19 sedikit menurun yang berjumlah 89 orang sehingga totalnya 8.121 orang. Secara akumulatif, kasus di DKI ini masih menjadi tertinggi di seluruh provinsi Indonesia yang disusul Jawa Timur berjumlah 6.313 kasus, dan Jawa Barat 2.424 kasus.

Penurunan angka kasus Covid-19 yang terjadi hari ini diharapkan dapat terus terjadi di hari ke depannya. Kerja sama dan kedisiplinan masyarakat dalam menjalankan protokol kesehatan menjadi kunci utama dalam memutus penyebaran virus Covid-19.

Dengan begitu, diharapkan akhir Juni 2020, PSBB transisi di Jakarta akan mendarat dengan mulus dan masyarakat dapat kembali beraktivitas dengan aman dan nyaman.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.