Sukses

Deretan Fakta Kasus Dugaan Ujaran Kebencian Ruslan Buton Terhadap Jokowi

Ruslan Buton ditangkap atas tuduhan menyebarkan ujaran kebencian terhadap Presiden Joko Widodo atau Jokowi.

Liputan6.com, Jakarta - Nama Ruslan Buton belakangan menjadi perhatian publik. Pimpinan Serdadu Eks Trimatra Nusantara itu ditangkap atas tuduhan menyebarkan ujaran kebencian terhadap Presiden Joko Widodo atau Jokowi.

Ruslan Buton merupakan mantan anggota TNI AD yang dipecat karena terlibat kasus penganiayaan berat pada 27 Oktober 2017. Dia pun kini membentuk kelompok Serdadu Eks Trimatra Nusantara.

Ditangkapnya Ruslan ini berawal dari sebuah video yang dibuat sendiri berisi rekaman suaranya. Dalam video itu, Ruslan menuntut Jokowi mundur dari jabatannya karena dianggap tidak prorakyat.

"Menindaklanjuti Laporan Polisi No. 0271 tanggal 22 Mei 2020 bahwa benar pada Kamis, 28 Mei 2020 pukul 10.30 Wita, tim Bareskrim Polri bersama Polda Sultra dan Polres Buton, telah menangkap Ruslan Buton (45)," kata Kabag Penum Kombes Pol Ahmad Ramadhan dalam keterangannya, Jumat, 29 Mei 2020.

Usai ditangkap, Ruslan Buton ditahan di Rutan Bareskrim untuk 20 hari ke depan sejak Jumat, 29 Mei hingga 17 Juni 2020.

Berikut fakta-fakta terkait kasus Ruslan Buton yang ditangkap karena tuduhan menyebarkan ujaran kebencian terhadap Presiden Jokowi dihimpun Liputan6.com:

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 8 halaman

Video Rekaman Suara Viral

Pimpinan Serdadu Eks Trimatra Nusantara Ruslan Buton ditangkap atas tuduhan menyebarkan ujaran kebencian terhadap Presiden Joko Widodo atau Jokowi.

Ruslan merupakan mantan anggota TNI AD yang dipecat karena terlibat kasus penganiayaan berat pada 27 Oktober 2017. Dia kini membentuk kelompok Serdadu Eks Trimatra Nusantara.

Pada Mei 2020 lalu, Ruslan Buton membuat sebuah video berisikan rekaman suara. Dalam rekaman tersebut, Ruslan menuntut Jokowi mundur dari jabatannya karena dianggap tidak prorakyat.

Bahkan, Ruslan sesumbar jika Jokowi tidak mundur maka akan muncul gelombang revolusi dari seluruh elemen masyarakat. Rekaman itu beredar dan viral di media sosial.

 

3 dari 8 halaman

Akui Suaranya

Pihak kepolisian pun bergerak menjemput Ruslan Buton di wilayah Kecamatan Wabula, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara.

"Menindaklanjuti Laporan Polisi Nomor 0271 tanggal 22 Mei 2020 bahwa benar pada Kamis, 28 Mei 2020 pukul 10.30 Wita, tim Bareskrim Polri bersama Polda Sultra dan Polres Buton, telah menangkap Ruslan Buton (45)," kata Kabag Penum Kombes Pol Ahmad Ramadhan dalam keterangannya, Jumat, 29 Mei 2020.

Kepada polisi, Ruslan Buton mengakui rekaman yang beredar adalah suaranya. Ramadhan menyebut, Ruslan membuatnya pada 18 Mei 2020.

Selain itu, Ruslan juga yang mendistribusikan rekaman tersebut ke dalam Group WhatsApp Serdadu Ekstrimatra.

"Kami amankan satu unit handpone yang diduga dipakai oleh Ruslan Buton merekam suara," ujar Ahmad Ramadhan.

 

4 dari 8 halaman

Isi Video Rekaman Suara

Ruslan Buton saat ini berurusan dengan polisi karena dituding menyebarkan ujaran kebencian terhadap Presiden Jokowi melalui video rekaman suara yang tersebar di media sosial.

Dalam rekaman, Ruslan Buton menilai kebijakan yang dikeluarkan oleh Presiden Jokowi selama ini merugikan rakyat.

"Di tengah pandemi Covid-19, saya melihat tata kelola bangsa dan bernegara yang sulit dicerna oleh akal sehat untuk dipahami oleh siapapun. Kebijakan-kebijakan saudara selalu melukai dan merugikan kepentingan rakyat, bangsa dan negara," kata Ruslan seperti yang dikutip Liputan6.com dalam rekaman tersebut.

Ruslan Buton meminta kesediaan Jokowi untuk mundur dari jabatannya sebagai Presiden Republik Indonesia. Menurut dia, itu solusi terbaik untuk menyelamatkan bangsa ini.

"Saya mohon dengan hormat agar Saudara dengan tulus dan ikhlas secara sadar untuk mengundurkan diri dari jabatan saudara sebagai Presiden Republik Indonesia. Hal ini perlu dilakukan demi kepentingan bangsa untuk menyelamatkan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebelum kedaulatan negara benar-benar runtuh dan dikuasai asing. Saya tahu ini adalah pilihan sulit namun merupakan pilihan terbaik," ucap Ruslan Buton.

Ruslan Buton khawatir jika Jokowi tak melakukan hal itu akan ada gerakan reformasi besar-besaran.

"Namun bila tidak bukan menjadi sebuah keniscayaan akan terjadinya gelombang gerakan revolusi rakyat dari seluruh elemen masyarakat, seluruh komponen bangsa dari berbagai suku, agama, dan ras yang akan menjelma bagaikan tsunami dahsyat yang akan meluluhlantakkan para pengkhianat bangsa. Akan bermunculan harimau-harimau, singa-singa dan, serigala-serigala lapar untuk memburu dan memangsa para pengkhianat bangsa," jelas Ruslan Buton.

 

5 dari 8 halaman

Ancaman Hukuman

Kadiv Humas Polri Irjen Raden Prabowo Argo Yuwono mengatakan, tersangka kasus ujaran kebencian Ruslan Buton telah ditahan di Rutan Bareskrim untuk 20 hari ke depan sejak Jumat, 29 Mei hingga 17 Juni 2020.

"Ya, sudah ditahan di (Rutan) Bareskrim," kata Irjen Argo saat dihubungi di Jakarta, Sabtu, 30 Mei 2020.

Ruslan dijerat dengan Pasal 14 ayat (1) dan (2) dan atau Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana yang dilapis dengan Pasal 28 ayat (2) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman pidana enam tahun dan atau Pasal 207 KUHP, dapat dipidana dengan ancaman penjara dua tahun.

 

6 dari 8 halaman

Ajukan Praperadilan

Ruslan Buton mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Gugatan itu berkaitan dengan penetapannya sebagai tersangka atas tuduhan menyebarkan ujaran kebencian terhadap Presiden Joko Widodo.

Penasihat hukum Ruslan Buton, Tonin Tachta Singarimbun mengatakan, gugatan praperadilan resmi didaftarkan pada Selasa 2 Juni 2020.

"Sudah didaftarkan kemarin di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan nomor 62," kata Tonin saat dikonfirmasi, Jakarta, Rabu, 3 Juni 2020.

Pada petitumnya, penasihat hukum meminta majelis hakim menyatakan penetapan status tersangka terhadap Ruslan Buton tidak sah.

Menurut dia, Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri tidak memiliki dua alat bukti yang sah dalam menjerat Ruslan Buton sebagai tersangka. Selain itu, pengacara meminta Ruslan Buton dibebaskan dari hukuman.

"Menghentikan Perkara Pidana berdasarkan Laporan Polisi nomor LP/B/0271/V/2020/Bareskrim tanggal 22 Mei 2020 Selaku Pelapor Sdr. Aulia Fahmi," ujar Tonin.

Tak cuma itu, penasihat juga meminta majelis hakim merehabilitasi nama baik dan kedudukan Ruslan Buton.

"Kami harap majelis hakim mengabulkannya," kata Tonin.

 

7 dari 8 halaman

Polisi Hargai Perlawanan Hukum Tersangka

Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Ahmad Ramadhan mengatakan, polisi menghargai upaya praperadilan yang diajukan oleh Ruslan Buton atas status tersangkanya dalam kasus penyebaran informasi bohong alias hoaks dan ujaran kebencian terhadap Presiden Jokowi.

"Praperadilan merupakan hak dari tersangka sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana," tutur Ahmad.

Menurut dia, biarlah kewenangan pengadilan yang memutus perkara Ruslan Buton tersebut. Polri taat dan mengikuti aturan perundang-undangan.

"Pengadilan yang berwenang memeriksa dan memutus sesuai ketentuan undang-undang yang berlaku," jelas Ahmad.

 

8 dari 8 halaman

Sosok Ruslan Buton

Pemimpin Serdadu Eks Trimatra Nusantara Ruslan Buton ditangkap polisi di kampung halamannya di Desa Matanauwe, Kecamatan Siotapina, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara pada Kamis 28 Mei 2020. Lantas siapakah Ruslan Buton?

Ruslan Buton merupakan mantan anggota TNI. Pria kelahiran 4 Juli 1975 pernah menjabat sebagai Komandan Kompi sekaligus Komandan Pos Satgas SSK III Yonif RK 732/Banau. Namun saat itu, Ruslan Buton terbelit kasus penganiayaan berat pada 27 Oktober 2017.

Kemudian pada 6 Juni 2018, Pengadilan Militer Ambon mengeluarkan putusan hukuman penjara 1 tahun 10 bulan dan memecat Ruslan dari Anggota TNI AD. Singkat cerita, Ruslan Buton menghirup udara bebas pada akhir tahun 2019.

Usai bebas, Ruslan Buton membentuk kelompok Serdadu Eks Trimatra Nusantara. Dia didapuk sebagai Panglima Serdadu Eks Trimatra Nusantara.

Ruslan acap kali mengkritik pemerintah. Data yang dihimpun Liputan6.com dari berbagai sumber menyebut, Ruslan Buton pernah membuat surat terbuka untuk Presiden RI terkait kasus penembakan anggota TNI di Papua yang dilakukan oleh Gerakan Separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM). Hal itu dilakukannya pada tahun 2019.

Selain itu, Ruslan Buton juga pernah mengeluarkan pernyataan di media sosial pada 25 Januari 2020.

Pernyataanya itu terkait perseteruan antara M Said Didu dan Luhut Binsar Panjaitan tentang video youtube yang diunggah Said Didu berjudul 'Luhut Hanya Pikirkan Uang, Uang dan Uang'. Dalam hal ini, Ruslan Buton mendukung Said Didu.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.