Sukses

Karangan Bunga Korban Dugaan Investasi Bodong Penuhi Depan Gedung DPR/MPR

Sejumlah karangan bunga yang diklaim dari korban dugaan investasi bodong menghiasi pintu masuk Gedung DPR/MPR, Jumat (22/5/2020).

Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah karangan bunga yang diklaim dari korban dugaan investasi bodong menghiasi pintu masuk Gedung DPR/MPR, Jumat (22/5/2020). Mereka meminta bantuan legislator untuk membantu mereka menyelesaikan masalah tersebut.

"Nasabah-nasabah kirim karangan bunga tadi. Mereka kan membentuk semacam grup WhatsApp para korban PT MPIP ini. Mereka itu ngumpulin uang untuk ngirimin karangan bunga setahu saya. Sebab. yang dilawan kan tokoh kuat, mereka banyak yang takut, jadi mereka minta atensi dari pemerintah lah," ujar pengacara sejumlah korban, Alvin Lim, ketika dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Jumat.

Menurut dia, beberapa bulan lalu, ada tiga orang yang menghubunginya dan meminta pendampingan lantaran menjadi korban dugaan investasi bodong. Salah satu kliennya telah menaruh uang sebesar Rp 15,9 miliar ke perusahaan itu. 

"Saya diceritain dia nabung, katanya dalam bentuk deposito, mirip deposito bank, ada jumlah uang yang ditaruh dan jangka waktunya. Ada jumlah bunganya di situ berapa," kata Alvin.

Dia menuturkan, perusahaan itu, menjanjikan bunga 8-100 persen. Bunga 8 persen diberikan bagi yang berinvestasi 1 tahun. Bunga 100 persen diberikan bagi yang menyimpan uang hingga 5 tahun.

"Jadi 5 tahun jadi 2 kali lipat. Tapi pas jatuh tempo, dana tidak bisa ditarik. Klien saya, 3 korban ada kakak sama mamanya berinvestasi Rp 15,9 miliar dan US$ 61 ribu. Jangka waktunya ada yang 3 bulan-3 tahun," tutur Alvin.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Lapor Polisi dan Penjelasan PT MPIP

Menurut Alvin, awalnya, dia menagih terlebih dahulu ke PT MPIP. Sekitar akhir Maret 2020, Alvin mengirimkan somasi ke perusahaan itu. Pada surat somasi itu, pengacara menanyakan soal izin, tapi tak ada balasan.

Dia kemudian mengirimkan somasi kedua yang juga tak mendapat balasan.

Sampai akhirnya dia melaporkan soal dugaan investasi bodong itu ke kepolisian pada 9 April 2020 secara pidana. Pihaknya telah melaporkan pengelola perusahaan itu dengan Pasal 372 dan 378 KUHP tentang Penipuan dan Penggelapan, juga Pasal 3, 4, 5 UU TPPU, dan Pasal 46 UU Tindak Pidana Perbankan.

Dia mengatakan, masih tak ada respons dari pihak perusahaan itu. Namun, tiba-tiba, mereka membuat laporan balik ke polisi.

"Lawyer mereka laporin balik ke pihak kami, dibilang mencemarkan nama baik. Padahal, saya hanya menjalankan tugas sebagai seorang pengacara dan tidak kenal secara pribadi dengan pemilik PT MPIP itu," ujar Alvin.

"Raja Sapta bayarlah kewajibannya. Asetnya banyak kok," sambung dia.

Sementara, pihak PT MPIP menjelaskan, pada akhir 2019 terjadi goncangan di pasar modal Indonesia yang menimbulkan dampak terhadap PT MPIP.

"MPIP adalah perusahaan yang bergerak di bidang properti yang selama beberapa tahun terakhir telah menjalin kerja sama yang baik dengan para investor. Di akhir tahun 2019 telah terjadi gonjangan di pasar modal Indonesia yang menimbulkan dampak sistemik termasuk kepada PT MPIP. Dan setelah itu dilanjutkan lagi dangan pandemic Covid-19 yang masih terjadi hingga saat ini," penjelasan PT MPIP dalam konferensi persnya.

 

3 dari 3 halaman

Kata Polisi

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus mengatakan, nama Raja Sapta Oktohari (RSO) diduga dicatut atas kasus yang menimpanya. RSO telah dilaporkan oleh seseorang ke Polda Metro Jaya atas kasus dugaan penipuan investasi yang mencapai miliaran rupiah.

"Iya bisa aja dugaan nama itu dicatut. Dia punya kondisi awal bahwa perusahaan dia yang pertama itu ada yang mencoba nakal," katanya, Jakarta, Jumat (22/5).

Meski begitu, dia tak menjelaskan secara rinci atas kasus tersebut. Karena, kasus tersebut sudah masuk dalam ranah penyidikan dan sudah dalam proses perdata.

"Kalau itu sudah masuk ke dalam ranah penyidikan ya. Laporan itu masih berproses di perdata itu belum selesai tetapi kemudian pelapor ini melaporkan Sapta baru kemarin," ungkap Yusri.

 

Reporter: Nur Habibie

Sumber: Merdeka

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.