Sukses

Dinilai Bertentangan dengan UUD 1945, KSPI Tolak Kenaikan BPJS Kesehatan

Menurut KSPI, pemerintah tidak boleh menaikkan iuran secara sepihak tanpa meminta persetujuan dari pemilik BPJS Kesehatan.

Liputan6.com, Jakarta - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak keras terbitnya Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 yang mengatur kenaikan iuran BPJS Kesehatan.

Presiden KSPI Said Iqbal menyampaikan, setidaknya ada tiga alasan yang mendasari penolakan terhadap kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Salah satunya karena dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. 

Dikatakan Iqbal, hal itu melanggar ketentuan Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

“Dengan adanya kenaikan iuran BPJS Kesehatan, maka ada potensi hak rakyat untuk memperoleh layanan kesehatan akan terganggu. Karena kenaikan itu memberatkan masyarakat, sehingga mereka tidak lagi memiliki kemampuan untuk mengiur,” kata Said Iqbal melalui keterangan tertulisnya, Rabu (14/5/2020).

Terlebih lagi, sambung dia, saat ini banyak masyarakat yang kehilangan mata pencaharian. Negara seharusnya berkewajiban untuk melindungi kesehatan seluruh rakyat Indonesia, bukan malah membebaninya dengan kenaikan iuran.

Alasan kedua, kata Iqbal, KSPI menilai kenaikan tersebut bertentangan dengan ketentuan yang diatur dalam UU No 40 Tahun 2004 tentang SJSN dan UU No 24 Tahun 2011 tentang BPJS.

Dalam UU tersebut disebutkan, bahwa BPJS Kesehatan bukanlah BUMN, tetapi berbentuk badan hukum publik. Sehingga pemerintah tidak boleh seenaknya menaikkan iuran secara sepihak tanpa meminta persetujuan dari pemilik BPJS Kesehatan.

“Adapun pemilik BPJS Kesehatan adalah mereka yang mengiur iuran,” jelasnya.

Pemilik BPJS Kesehatan terdiri dari: 1) Pemerintah yang membayar biaya untuk Penerima Bantuan Iuran; 2) Pengusaha yang membayar iuran untuk buruh sebesar 4% dari gaji; 3) Buruh yang membayar iuran sebesar 1% dari gaji; dan 4) Masyarakat yang mengiur sesuai dengan kelas yang dipilihnya. 

“Karena itu, BPJS harus bertanya kepada masyarakat jika ingin menaikkan iuran. Tidak boleh seenaknya menaikkan secara sepihak,” tegas Iqbal.

Alasan ketiga, lanjut dia, Mahkamah Agung (MA) sudah membatalkan Perpres No 82 Tahun 2018 yang sebelumnya menaikkan iuran. KSPI menilai, seharusnya untuk sesuatu yang sudah diputuskan oleh hukum, harus dijalankan. Tidak boleh diakal-akali untuk memaksakan kehendak. 

Oleh karena itu, KSPI meminta pemerintah mentaati putusan MA. Jika kenaikan iuran BPJS Kesehatan tidak dibatalkan, sehabis lebaran KSPI akan mengajukan gugatan ke MA agar membatalkan Perpres tersebut. 

"Selain itu, KSPI juga meminta DPR untuk mengambil sikap politik dengan memanggil Menteri Kesehatan dan Direksi BPJS Kesehatan untuk melakukan RDP guna membatalkan Perpres tersebut," pungkasnya.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Rincian Kenaikan BPJS

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Hal itu tertuang dalam Perpres Nomor 64 tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

Perpres itu diteken Jokowi pada 5 Mei 2020. Kenaikan iuran ini berlaku bagi peserta mandiri Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP).

Berikut rincian kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang diatur dalam Pasal 34:

1. Iuran bagi peserta mandiri Kelas II naik menjadi Rp 100 ribu per orang per bulan

2. Iuran peserta mandiri Kelas I yaitu, sebesar Rp 150 ribu per orang per bulan.

3. Iuran bagi peserta PBPU dan Peserta BP Kelas III untuk tahun 2020 sebesar Rp 42 ribu per orang per bulan. Adapun Rp 16.500 dibayarkan oleh pemerintah sehingga peserta BPJS kelas III hanya membayar Rp 25.500 per bulannya.

Namun, iuran peserta kelas III naik menjadi Rp 42 ribu per orang per bulan pada tahun 2021. Dengan rincian, Rp 7.000 subsidi pemerintah sementara sisanya dibayarkan oleh peserta BPJS kelas III.

Padahal pada Maret lalu, MA sempat mengabulkan gugatan pembatalan kenaikan iuran BPJS kesehatan pada Maret 2020.

Gugatan itu dilayangkan oleh KPCDI. MA kemudian mengembalikan iuran BPJS Kesehatan ke tarif awal yakni, kelas I Rp 80 ribu, kelas II Rp 51 ribu, dan kelas III Rp 25.500.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.