Sukses

PKS Minta Pemerintah Perbaiki Kebijakan Tumpang Tindih soal Pemberian Bansos

Anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi PKS, Syahrul Aidi Maazat memandang, banyak kebijakan tumpang tindih antara satu kementerian dengan yang lainnya terkait pembagian bansos.

Liputan6.com, Jakarta - Pemberian dana bantuan sosial (bansos) kepada warga yang terdampak pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di sejumlah daerah sempat menjadi polemik antara pemerintah pusat dengan daerah.

Terkait hal ini Anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi PKS, Syahrul Aidi Maazat memandang, banyak kebijakan tumpang tindih antara satu kementerian dengan yang lainnya.

"Banyak aturan dan kebijakan yang diambil tanpa ada sinkronisasi dengan semua stakeholder. Sering berubah-ubah dan banyak menyebabkan berbenturan dan membingungkan daerah dalam bekerja," kata Aidi, Rabu (29/4/2020).

Dia mengklaim, bahwa efek tidak sinkronisasinya dalam kebijakan ini, sehingga membuat banyak aparatur di bawah merasa binggung.

"Saya mendapat banyak laporan, mulai bupati, kepala desa hingga Ketua RT atau RW yang tak berani menjalankan beberapa instruksi pemerintah pusat. Ada yang takut masyarakat kecewa, ada juga yang takut akan kena masalah pasca Covid-19. Akhirnya mereka hanya diam dan menunggu," ungkap Aidi.

Untuk itu dia meminta agar pemerintah mengevaluasi. Harus ada sinkronisasi menyeluruh atas semua kebijakan. Jangan sampai ada yang tumpang tindih dan menyulitkan pemerintahan daerah.

"Sederhanakan alur birokrasinya dan cari cara jitu alur pemutusan mata rantai Covid-19," jelas Aidi.

Dia pun, meminta agar Bantuan Langsung Tunai (BLT) dari Kementerian Desa (Kemendes) agar menggunakan data dari RT/RW.

"Hari ini semua orang terdampak Covid-19 sehingga banyak orang-orang turun kelas. Misalkan kelas pekerja terdampak PHK yang dulu middle class lalu terjun bebas menjadi lower class. Jadi pembagian harus adil semua harus dapat," ucapnya. 

Sebelumnya, Menteri Sosial (Mensos) Juliari Batubara memberikan kebebasan kepada pemerintah daerah (pemda) menentukan nama-nama penerima bantuan sosial (bansos) untuk warga terdampak pandemi virus corona Covid-19.

Dia menegaskan bahwa pemda tak perlu terpaku pada penerima yang terdata dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).

"Ini sudah kami sampaikan berkali-kali, silakan memberikan nama-nama penerima bansos yang tidak ada di dalam DTKS. Kami tidak mengunci daerah untuk hanya mengambil data-data yang dari DTKS kami. Tidak sama sekali," ujar Juliari dalam video conference, Senin, 27 April 2020. 

Dia mengakui bahwa penyaluran bansos untuk warga tidak mampu menuai kritik lantaran dinilai mekanismenya berbelit-belit. Untuk itu, pemerintah pusat memberikan keleluasaan kepada pemda untuk mengatur mekanisme penyaluran bansos dari anggaran APBD masing-masing.

"Tidak perlu ragu, tidak perlu takut, tidak perlu khawatir. Bahwa apabila ada satu keluarga yang sudah menerima bansos dari pusat, apakah itu bansos sembako atau bansos tunai, mereka takut kalau memberikan lagi bansos dari mereka. Silakan, tidak ada halangan sama sekali dari pemerintah pusat," jelas Juliari.

"Silakan dengan kebijakan masing-masing, pemahaman daerah masing-masing untuk gelontorkan dan menetapkan siapa-siapa saja yang bisa mendapatkan program bansos daerah tersebut," tambahnya.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Tuai Kritik

Sebelumnya, video Bupati Bolaang Mongondow Timur (Boltim), Sulawesi Utara, Sehan Salim Landjar mengamuk karena warganya susah makan, belum dapat bantuan dari pemerintah akibat pandemi Corona viral di media sosial.

Sehan bahkan sampai menghardik menteri yang mengeluarkan mekanisme BLT melalui transfer bank.

Dalam video berdurasi dua menit lebih itu, Sehan mengatakan para menteri mempersulit pembagian BLT kepada rakyat yang terdampak Covid-19. Dia bahkan sampai mengumpat dengan kata-kata kasar. Kata dia, rakyat sudah kelaparan dan membutuhkan kehadiran negara.

Sehan Landjar mengungkapkan, warganya mulai mengeluh kehabisan beras. Bahkan ada warga yang meminta BLT diganti dengan beras 5 kilogram saja.

"Rakyat minta seliter beras, dia tunggu BLT, tapi BLT-nya kapan? Bahkan ada yang bilang kasih saja beras 5 kg, biar nggak usah BLT. Kita sudah mau makan sekarang," kata dia.

Seharusnya, lanjut sehan, pemerintah pusat memberikan diskresi kepada pemerintah daerah untuk mengucurkan BLT. Pengalokasian anggaran dari dana desa ini, tentu akan dikawal KPK, Kejaksaan, LSM hingga kepolisian.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.