Sukses

Pengamat: Yulie Meninggal Kelaparan di Tengah Pandemi Corona, Kelalaian Pemda

Kasus Ibu Yulie di Serang, Banten yang meninggal dunia karena tidak makan dua hari dan hanya minum air galon selama pandemi Corona menyisakan duka mendalam.

Liputan6.com, Jakarta - Kasus Ibu Yulie di Serang, Banten yang meninggal dunia karena tidak makan dua hari dan hanya minum air galon selama pandemi Corona menyisakan duka mendalam. Sejumlah pihak menyayangkan kelalaian Pemerintah Daerah (Pemda) setempat terhadap kesulitan ekonomi warganya.

Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti Trubus Radiansyah menilai, Pemda Serang bertanggungjawab penuh atas meninggalnya Yulie di tengah wabah Corona.

"Tanggung jawab pemerintah daerah. Dari Lurah, Camat, sampai Wali Kota. Jadi yang enggak bertanggungjawab Dinas Sosial-nya juga," kata Trubus saat dihubungi Merdeka, Rabu (22/4/2020).

Ia pun mendorong lembaga bantuan hukum atau lembaga swadaya masyarakat di wilayah setempat membantu keluarga Yulie untuk menggugat Pemda Serang.

"Kalau perlu saya dorong menggugat. Saya yakin itu diproses. Masuk kok itu, deliknya masuk," ucap Trubus.

Menurut dia, Pemda Serang bisa digugat dengan dugaan pelanggaran kelalaian terhadap keselamatan masyarakat di tengah pandemi Corona.

"Deliknya kelalaian itu yang menyebabkan kematian. Ini perlu digugat, gugat saja," tegas Trubus.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Cerita Yulie

Yulie meninggal dunia pada Senin, 20 April 2020. Tiga hari sebelum Yulie mengembuskan napas terakhir, ia sempat bercerita mengenai kesulitan memenuhi kebutuhan keluarga.

Bahkan selama dua hari, Yulie dan keempat anaknya tidak bisa makan. Untuk menahan rasa laparnya, ia bersama keluarganya hanya minum air galon isi ulang.

"Dua hari ini kami cuma minum air galon isi ulang. Anak-anak bilang lapar juga, paling minum air saja," katanya saat ditemui, Jumat, 17 April 2020.

Ia mengaku sempat mengadu kepada Rukun Tetangga (RT) setempat untuk meminta bantuan sembako. Namun pihak aparatur pemerintah tersebut menyatakan belum menerima ada bantuan.

"Saya sudah datang ke RT. Katanya enggak bisa dapat bantuan," ungkap Yulie.

Untuk menyambung hidup, sang suami kerap mencari barang bekas, yang bisa membawa uang ke rumah kisaran Rp25-Rp30 ribu.

"Lumayan saja, satu hari kadang dapat Rp25-30 ribu. Beli beras satu liter untuk kami berenam, itu pun diirit-irit," ujarnya.

Sebelum ada virus Corona, kehidupan Yulie terbantu oleh anak sulung yang telah bekerja. Namun, harapan itu musnah lantaran anaknya sudah tidak bekerja karena dirumahkan pihak perusahaan.

"Tadinya anak saya kerja. Sekarang dirumahkan karena tempat kerjanya tutup. Tambah, gaji terakhir tidak diberikan," tuturnya.

Camat Serang, Tb Yassin membenarkan kabar duka tersebut. Ia mengatakan, Yuli dinyatakan meninggal pada pukul 15.30 WIB.

"Infonya saya dari Pak Lurah, melalui telepon. Saya setengah empat ke lokasi (rumah almarhum)," kata Tb Yassin.

Yasin mengaku belum tahu pasti penyebab meninggalnya salah satu warga Kota Serang tersebut.

Namun ia mendapatkan informasi, Yulie meninggal saat akan dibawa menuju Puskesmas Singandaru.

"Saya kurang tahu itu karena apanya. Yang saya tahu itu ketika almarhum sedang dibawa ke Puskesmas Singandaru, sebelum sampai sudah tidak ada nyawa," katanya.

Yassin mengungkapkan, ia sempat mendatangi rumah Yuli, Minggu, 19 April 2020. Saat itu kondisi Yulie masih bugar.

"Segar kok. Sempat berbicara, sempat foto. Minggu, Senin kemudian, saya dapat kabar dari Pak Lurah, yang bersangkutan sudah di puskesmas Singandaru dan kondisi sudah meninggal," tutup Tb Yassin.

 

Reporter: Titin Supriatin

Sumber : Merdeka

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.