Sukses

Usulan Penghentian Operasional KRL Ditolak Kemenhub, Lantas Apa Solusinya?

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mestinya mendata jumlah dan lokasi usaha-usaha yang masih diijinkan beroperasi berikut jumlah pegawai dari masing-masing kegiatan usaha yang sehari-hari menggunakan angkutan umum, b

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menolak usulan lima kepala daerah serta Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk menghentikan sementara pengoperasian kereta commuter line atau KRL.

Pengamat Transfortasi Djoko Setijowarno mengatakan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mestinya mendata jumlah dan lokasi usaha-usaha yang masih diijinkan beroperasi berikut jumlah pegawai dari masing-masing kegiatan usaha yang sehari-hari menggunakan angkutan umum, bukan hanya KRL. Sehingga bisa dibuat prakiraan kebutuhan angkutan umum.

"Jika sejumlah pengusaha itu masih tetap beroperasi, diwajibkan memberikan fasilitas kendaraan antar jemput atau menginapkan pegawainya di hotel di Jakarta selama PSBB. Pengusaha hotel mendapatkan pemasukan," kata dia kepada Liputan6.com, Senin (20/4/2020).

Djoko mengatakan, bila ada yang melanggar dapat diberikan sanksi, yakni pasal 93 UU No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan yang menyatakan bahwa setiap orang yang tidak mematuhi penyelengaraan kekarantinaan kesehatan dapat dipidana penjara paling lama satu tahun dan/atau pidana paling banyak Rp 100 juta.

Usulan kedua, menurut Djoko ialah memperbaiki frekuensi KRL (menambah kapasitas) dengan mengatur headway dan menambah rentang jam operasi KRL, semula jam 06.00-18 menjadi jam 05.00-19.00.

"Kapasitas angkut saat jam sibuk di lintas Bogor-Jakarta dapat mencapai 20 ribu penumpang. Sementara jumlah penumpang saat jam sibuk sekitar 35 ribu orang," paparnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Berkaca dari Singapura

Hal sama menurut dia juga terjadi di MRT Singapura. "Mengutip pernyataan Menteri Transportasi Singapura Khaw Boon Wan dalam akun FB, menyebutkan Otoritas Transportasi Darat atau Land Transport Authority (LTA) akan membuat beberapa penyesuaian frekuensi layanan kereta (MRT Singapura) untuk mencegah kepadatan di masa Covid-19. Telah menyebabkan 'keramaian' di beberapa ruas Jalur Utara-Tenggara-Barat dan Garis Lingkaran selama puncak pagi hari," jelasnya.

Ini terjadi setelah ada laporan, kereta yang penuh sesak hari Jumat (17 April) hari pertama kereta beroperasi dengan interval yang lebih lama karena berkurangnya jumlah penumpang, karena kebanyakan orang bekerja dan belajar dari rumah. Akan memperbaiki headways untuk diimplementasi pada Senin (20 April). Memprioritaskan jaga jarak dengan aman dan memastikan pekerja penting kami dapat mencapai tempat kerja mereka dengan aman dan tepat waktu.

"Selama masa pandemi, prioritasnya adalah menjaga jarak dengan aman dan memastikan pekerja penting kami dapat mencapai tempat kerja mereka dengan aman dan tepat waktu. Untuk pekerja yang tidak penting, silakan bekerja dari rumah (work from home) dan tinggal di rumah (stay at home)," ucapnya.

"Sesungguhnya yang harus dihentikan adalah kegiatan, bukan aktivitas transportasi. Intinya adalah bagaimana mengelola demand atau kegiatan di Jakarta," ia melanjutkan.

Dia menyebut, Satgas COVID-19 dan pengguna transportasi umum (KRL) memiliki semangat dan harapan yang sama, yaitu menurunnya kasus-kasus positif Corona, sehingga kehidupan sehari-hari berangsur normal.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.