Sukses

Luhut Tak Setujui Permintaan Penghentian KRL, Mengapa?

Lima kabupaten/kota yang menerapkan PSBB di Provinsi Jawa Barat mengajukan pemberhentian sementara operasional KRL. Namun itu ditolak Luhut. Mengapa?

Liputan6.com, Jakarta - Lima kabupaten/kota yang menerapkan Pembatasan Sosial Bersekala Besar atau PSBB di Provinsi Jawa Barat mengajukan pemberhentian sementara operasional Kereta Commuter Line (KRL).

Usulan tersebut ternyata ditolak oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi yang juga Menteri Perhubungan Ad Interim, Luhut Binsar Pandjaitan.

Menurut dia, KRL tetap beroperasi dengan pembatasan waktu dan pengendalian penumpang, sampai Bantuan Sosial (Bansos) yang dari pemerintah sudah diterima masyarakat.

"Pak Menko Luhut mendapatkan laporan bahwa penumpang KRL itu mayoritas adalah pekerja. Jadi kita juga tidak ingin seperti mereka yang bekerja di fasilitas kesehatan jadi terdampak jika KRL ini disetop operasionalnya," kata Juru Bicara Menko Marves Jodi Mahardi, dalam keterangannya, Jumat (17/4/2020).

Menurut dia, Menko Luhut juga kembali mengingatkan seluruh pihak untuk tidak terburu-buru mengambil tindakan.

"Sebuah kebijakan harus dipikirkan secara matang dengan mempertimbangkan sisi positif dan negatifnya, untuk dicari jalan tengah yang paling baik. Jadi tidak perlu dibenturkan antara satu kebijakan dengan kebijakan lainnya. Kita semua bekerja sama dengan baik kok," tutur Luhut.

Menurutnya, masih ada 8 sektor usaha yang diizinkan beroperasi selama masa PSBB, sehingga masih membutuhkan moda transportasi massal seperti KRL untuk berangkat ke tempat kerjanya. Sehingga jika operasional KRL diberhentikan, hal ini malah dapat menimbulkan masalah baru.

Penerapan PSBB hanya akan berjalan efektif jika semua perkantoran di luar 8 sektor tersebut mengikuti aturan yang ditetapkan Pemprov. Oleh karena itu, Menko Luhut menyarankan Pemprov untuk untuk secara tegas melarang dan menutup kegiatan formal dan informal di luar 8 sektor yang diperbolehkan untuk tetap beroperasi selama masa PSBB. Jika masih ada yang masih bandel, maka harus ditindak sesuai dengan aturan yang sudah dibuat.

“Peraturan Gubernur Nomor 33 tahun 2020 itu saya kira sudah sangat jelas mengatur bahwa perkantoran di luar 8 sektor yang masuk pengecualian harus dilarang dan ditutup selama masa PSBB. Maka itu harusnya menjadi pijakan untuk benar-benar mengawasi dan menindak dengan tegas kantor yang masih bandel dan melanggar Pergub," ungkap Jodi.

 

 

**Ayo berdonasi untuk perlengkapan medis tenaga kesehatan melawan Virus Corona COVID-19 dengan klik tautan ini.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pengendalian Bukan Menutup

Senada, juru bicara Kemenhub Adita Irawati, menuturkan pada prinsipnya adalah hanya mengendalikan pembatasan penumpang. "Kan prinsipnya pengendalian transportasi dengan pembatasan penumpang dan jam operasional," tutur Adita.

Sementara, Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kemenhub menyatakan pihaknya menerbitkan Perdirjen No. Hk.205/A.107/DJKA/20, Tentang Pedoman Pembatasan Jumlah Penumpang Di Sarana Perkeretaapian Dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19. Di mana, prinsip utama pengendalian adalah pembatasan jumlah penumpang baik pada kereta antar kota maupun perkotaan.

Direktur Jenderal Perkeretaapian Kemenhub Zulfikri menyatakan bahwa pembatasan penumpang ini harus dilakukan sebagai langkah konkrit mendukung physical distancing guna mencegah dan mengurangi penularan Covid-19.

"Untuk KA antarkota ditetapkan pembatasan jumlah penumpang maksimum 65% dari jumlah tempat duduk, KA perkotaan maksimum 35% dari kapasitas penumpang serta KA Lokal, Prameks dan KA Bandara maksimum 50% dari jumlah tempat duduk dan tidak boleh ada yang berdiri, kesemuanya menerapkan physical distancing," ungkap Zulfikri.

Menurut dia, para calon penumpang harus mematuhi SOP ini.

"Calon penumpang juga diharuskan untuk mematuhi SOP sejak persiapan perjalanan, selama perjalanan dan tiba di tujuan, seperti diwajibkan memakai masker, cek suhu tubuh sebelum masuk ke peron, jaga jarak selama di perjalanan, dan disarankan mencuci tangan setiba di tujuan," jelas Zulfikri.

Sementara, untuk KRL di Jabodetabek yang telah ditetapkan PSBB, pengendalian yang dilakukan adalah dengan pembatasan, bukan menutup atau melarang sama sekali khususnya untuk melayani kegiatan dan pekerjaan yang dikecualikan selama PSBB.

"Yang akan dilakukan adalah membatasi jumlah penumpang untuk menjaga jarak (Physical Distancing), membatasi jam operasional dengan tetap menerapkan protokol kesehatan yang ketat dan menempatkan petugas yang akan mengawasi pelaksanaan physical distancing," jelas Zulfikri.

Selain itu juga, masih kata dia, akan dilakukan evaluasi operasi angkutan KRL Jabodetabek dari waktu ke waktu. Akan dilakukan juga berbagai upaya untuk mendukung pencegahan covid19 seperti rekayasa operasi, penertiban antrian di stasiun-stasiun yang masih ramai dan menjaga physical distancing.

“Pencegahan penularan Covid 19 ini perlu kerjasama semua pihak. Pemerintah telah berupaya keras untuk memutus rantai penyebaran Covid-19 ini. Pengoperasian KRL Jabodetabek akan lebih efektif jika semua stakeholder terkait tetap melakukan: penertiban kegiatan-kegiatan yang dilarang, bekerja dari rumah dan diam di rumah," pungkasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.