Sukses

Pandemi Corona, Komnas HAM Minta Pemerintah Tunda Pengesahan RKUHP

Komnas HAM juga telah mengirimkan surat rekomendasi kepada presiden dan DPR terkait pasal-pasal bermasalah di RKUHP.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meminta Pemerintah RI dan DPR menunda rencana pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) di tengah pandemi corona. 

Komisioner Komnas HAM M Choirul Anam menilai, dari sisi waktu, rencana pengesahan tersebut tidak tepat karena sumber daya bangsa sedang berjuang mengatasi pandemi corona Covid-19 yang sampai 6 April 2020 telah merengut nyawa 209 orang dan 2.491 orang positif terinfeksi.

"Dari sisi proses, diperlukan kajian mendalam dan partisipasi publik untuk memberikan respons atas RKUHP tersebut, sehingga Presiden RI dan DPR RI agar memberikan waktu yang memadai agar hak masyarakat untuk berpartisipasi terpenuhi," kata dia dalam keterangan tertulisnya, Selasa (7/4/2020).

Sementara dari sisi substansi, Komnas HAM RI telah menyampaikan Surat Rekomendasi No.062/TUA/IX/2019 kepada Presiden RI dan Ketua DPR RI, yang didalamnya mengingatkan adanya pasal-pasal yang bermasalah.

Di antaranya terkait dengan berlakunya hukum kebiasaan di masyarakat yang menurut Choirul rawan ditafsirkan secara salah, yakni pidana mati dan tindak pidana khusus, khususnya kejahatan yang dianggap luar biasa seperti pelanggaran HAM yang berat.

"Komnas HAM RI meminta Presiden RI dan DPR RI agar memperhatikan beberapa catatan tersebut dan membuka kepada publik draf RKUHP yang terakhir sebagai bagian dari hak publik untuk tahu dan untuk memenuhi asas transparansi dan akuntabilitas," tandasnya.

 

**Ayo berdonasi untuk perlengkapan medis tenaga kesehatan melawan Virus Corona COVID-19 dengan klik tautan ini.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Permintaan Menkumham

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mendorong Komisi III DPR RI kembali membahas dua RUU carry over, yaitu RUU KUHP dan Permasyarakatan. Untuk itu, Yasonna minta DPR segera menyurati Presiden Joko Widodo agar mengeluarkan supres (surat presiden) agar dua RUU itu dibahas.

"Karena dalam pembahasannya, carry over yang kita sepakati untuk dibahas ulang dan beberapa UU yang disepakati DPR masuk prolegnas yang lalu. Dalam pandangan kami, carry over karena mandat politik, maka ini mandat politik baru, maka surpres baru harus kami mintakan," kata Yasonna saat rapat dengan komisi III, Rabu (1/4/2020).

Politikus PDIP itu khawatir jika surpres baru tak kunjung keluar, pengesahan RUU KUHP dan Permasyarakatan tersebut bakal terhambat. Yasonna minta dukungan Komisi III untuk bisa menyurati kepala negara.

"Kami dapat informasi dari Bapak Azis Syamsuddin sudah bicara dengan Presiden, kiranya DPR dapat menulis surat kepada Presiden mungkin melalui keputusan Komisi III untuk memproses dua RUU yang akan datang dan mengirimkan surpres penetapan carry over tersebut," ujar Yasonna.

"Saya khawatir kalau tidak menetapkan surpres baru, nanti kalau sudah diselesaikan oleh Kelompok-kelompok tertentu akan di-judicial review dan jadi persoalan baru," lanjut dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.