Sukses

Tak Perlu Panik, Begini Pola Penanganan Pemerintah Tangani Corona Covid-19

Pemerintah memembagi pasien corona Covid-19 menjadi tiga kategori untuk menentukan penanganan.

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah sedang melakukan skrining kesehatan dengan metode rapid test atau tes cepat untuk mendeteksi penyebaran virus corona atau coronavirus disease 2019 (Covid-19).

Masyarakat yang dinyatakan positif terjangkit virus corona Covid-19 akan mendapatkan penanganan sesuai tingkat keparahannya.

Demikian yang disampaikan Juru bicara pemerintah untuk penanggulangan Virus Corona atau Covid-19, Achmad Yurianto saat konferensi Pers di Gedung BNPB, Rabu (25/3/2020).

"Tidak semua orang sakit berbondong-bodong menuju rumah sakit dan tidak semua kasus isolasi harus di Rumah sakit," kata dia.

Pria yang akrab disapa Yuri ini menjelaskan, rapid test yang dilakukan pemerintah tidak diarahkan untuk menegakkan diagnosa. Sehingga ketika hasil rapid test menunjukkan positif corona Covid-19, yang bersangkutan akan dikarantina selama tujuh hari sambil menunggu tes lanjutan.

"Setelah 7 hari, kita tes lagi. Manakala ditemukan positif ini adalah tuntutan bagi kita untuk melakukan pemeriksaan antigen dengan metode Real Time PCR. Ini yang kemudian dipakai dasar dalam rangka menegakkan diagnosa," papar dia.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

3 Kategori Pasien Covid-19

Yuri menyebut, terdapat tiga jenis pola karantina yang diatur oleh pemerintah. Pertama, pasien positif Covid-19 yang tidak merasakan keluhan diminta melakukan karantina di rumah. Tentunya selama 14 hari kesehatan terus dimonitor. Pihaknya bakal menyampaikan hal ini kepada Dinas Kesehatan di wilayah.

"Bahwa dia harus menggunakan masker terus-menerus selama 14 hari, menjaga jarak semua anggota di rumah, kemudian makan dan minum menggunakan alat sendiri yang tidak berganti-ganti dengan anggota keluarga lain," ujar dia.

"Rajin cuci tangan menggunakan sabun, menjaga kesehatan diri dengan pola hidup bersih dan sehat, asupan gizi cukup, banyak makan vitamin, istirahat, dan aktivitas yang cukup," sambung dia.

Yuri berharap, dengan cara seperti itu, pasien akan cepat pulih. "Kita harapkan lebih baik lagi dan sembuh total," ucap dia.

Sementara itu, pasien positif dengan gejala panas, batuk, sesak nafas atau penyakit penyerta (komorbid). Misalnya penderita hipertensi diabetes, kelainan jantung, gagal ginjal kronis, maka pasien itu harus diisolasi di rumah sakit.

"Pemerintah telah menyiapkan rumah sakit isolasi tambahan yang cukup besar. Kita tahu bersama beberapa hotel, wisma atlet digunakan untuk kepentingan ini. Inilah yang kemudian akan kita pakai untuk melakukan isolasi di rumah sakit dengan kasus-kasus yang sedang," papar dia.

Yuri menjelaskan, ketiga yaitu pasien yang dikategorikan tergolong berat dengan penyulit. Pasien inilah yang dirujuk ke rumah sakit rujukan.

"Di RS rujukan akan lebih intensifkan perawatannya," ucap dia.

Yuri mengatakan, pola ini yang dibangun di Jakarta. Tentunya pemerintah daerah akan mengaplikasikan di daerah masing-masing dengan pola yang sama.

"Sehingga tidak perlu lagi ada kepanikan di masyarakat di dalam penanganan kasus ini. Kalau cara berifikir ini bisa kita tata kembali tentu dengan kerja sama, sinergi saling mengingatkan InsyaAllah akan tertangani dengan baik," tandas dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.