Sukses

Hari Istiqlal: Dimulai Bung Karno, Diresmikan Soeharto

Secara harfiah, kata Istiqlal berasal dari bahasa Arab yang berarti: kebebasan, lepas atau kemerdekaan.

Liputan6.com, Jakarta - Menyambut Hari Istiqlal pada 22 Februari mendatang, Liputan6.com menampilkan serangkaian tulisan tematik menyangkut masjid terbesar di Asia Tenggara itu. Dimulai dengan tulisan perdana soal sejarah pembangunan Istiqlal.

Ide pembangunan masjid ini tercetus setelah empat tahun Proklamasi Kemerdekaan RI. Pada tahun 1950, KH Wahid Hasyim yang waktu itu menjabat sebagai Menteri Agama RI dan H Anwar Tjokroaminoto dari Partai Syarikat Islam mengadakan pertemuan dengan sejumlah tokoh Islam.

Pertemuan digelar di Deca Park, sebuah gedung pertemuan di Jalan Medan Merdeka Utara, tidak jauh dari Istana Merdeka. Deca Park sendiri kini hanya tinggal cerita, karena dengan beberapa gedung lainnya tergusur saat proyek pembangunan Monumen Nasional (Monas) dimulai.

Pertemuan yang dipimpin KH Taufiqurrahman itu membahas rencana pembangunan masjid yang kemudian disepakati akan diberi nama Istiqlal. Secara harfiah, kata Istiqlal berasal dari bahasa Arab yang berarti: kebebasan, lepas atau kemerdekaan.

Dikutip dari laman istiqlal.id, pada pertemuan di Deca Park tersebut, secara mufakat disepakati pula H Anwar Tjokroaminoto sebagai ketua Yayasan Masjid Istiqlal. Beliau juga ditunjuk secara mufakat sebagai Ketua Panitia Pembangunan Masjid Istiqlal, meskipun Beliau terlambat hadir karena baru kembali ke Tanah Air setelah bertugas sebagai delegasi Indonesia ke Jepang membicarakan masalah pampasan perang saat itu.

Pada tahun 1953, Panita Pembangunan Masjid Istiqlal melaporkan rencana pembangunan masjid itu kepada kepala negara. Presiden Soekarno menyambut baik rencana tersebut, bahkan akan membantu sepenuhnya pembangunan Masjid Istiqlal. Yayasan Masjid Istiqlal kemudian disahkan di hadapan notaris Elisa Pondag pada 7 Desember 1954.

Presiden Soekarno mulai aktif dalam proyek pembangunan Masjid Istiqlal sejak ditunjuk sebagai Ketua Dewan Juri dalam Sayembara Maket Masjid Istiqlal yang diumumkan melalui surat kabar dan media lainnya pada 22 Pebruari 1955. Melalui pengumuman tersebut, para arsitek baik perorangan maupun kelembagaan diundang untuk turut serta dalam sayembara.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Perdebatan Lokasi Masjid

Ada perbedaan pendapat mengenai rencana lokasi pembangunan Masjid Istiqlal. Wakil Presiden Mohammad Hatta berpendapat bahwa lokasi yang paling tepat untuk pembangunan Masjid Istiqlal tersebut adalah di Jalan Moh. Husni Thamrin yang kini menjadi lokasi Hotel Indonesia Kempinski. Dengan pertimbangan lokasi tersebut berada di lingkungan masyarakat muslim dan waktu itu belum ada bangunan di atasnya.

Sementara itu, Presiden Soekarno mengusulkan lokasi pembangunan di Taman Wilhelmina, yang di bawahnya terdapat reruntuhan benteng Belanda dan dikelilingi oleh bangunan-bangunan pemerintah dan pusat-pusat perdagangan serta dekat dengan Istana Merdeka.

Hal ini sesuai dengan simbol kekuasaan kraton di Jawa dan daerah-daerah di Indonesia bahwa masjid selalu berdekatan dengan kraton. Setelah dilakukan musyawarah, akhirnya ditetapkan lokasi pembangunan Masjid Istiqlal di Taman Wilhelmina bekas benteng Belanda.

Sementara itu, dewan juri sayembara maket Masjid Istiqlal terdiri dari para arsitek dan ulama terkenal. Dewan Juri itu adalah Presiden Soekarno sebagai ketua, dengan anggotanya Ir Roeseno, Ir Djuanda, Ir Suwardi, Ir R Ukar Bratakusumah, Rd Soeratmoko, H Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA), H Abu Bakar Aceh, dan Oemar Husein Amin.

Sayembara berlangsung mulai 22 Februari 1955 sampai dengan 30 Mei 1955. Sambutan masyarakat sangat menggembirakan, tergambar dari banyaknya peminat hingga mencapai 30 peserta. Dari jumlah tersebut, terdapat 27 peserta yang menyerahkan sketsa dan maketnya, dan hanya 22 peserta yang memenuhi persyaratan lomba.

Akhirnya ditetapkan lima peserta sebagai nominator, yaitu Fredrerich Silaban dengan disain bersandi Kehutanan, R Utoyo dengan disain bersandi Istigfar, Hans Gronewegen dengan disain bersandi Salam, 5 orang mahasiswa ITB dengan disain bersandi Ilham, dan 3 orang mahasiswa ITB dengan disain bersandi Khatulistiwa serta NV Associatie dengan sandi Lima Arab.

Pada 5 Juli 1955, Dewan Juri menetapkan F Silaban sebagai pemenang pertama. Penetapan tersebut dilakukan di Istana Merdeka, sekaligus menganugerahkan sebuah medali emas 75 gram dan uang Rp 25.000.

3 dari 3 halaman

Pembangunan Sempat Terhenti

Pemancangan tiang pertama dilakukan Presiden Soekarno pada 24 Agustus 1961 bertepatan dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW dan disaksikan oleh ribuan ummat Islam.

Selanjutnya, pelaksanaan pembangunan masjid ini tidak berjalan lancar. Sejak direncanakan pada tahun 1950 sampai dengan 1965 tidak mengalami banyak kemajuan. Proyek ini tersendat karena situasi politik yang kurang kondusif.

Pada masa itu, berlaku demokrasi parlementer, partai-partai politik saling bertikai untuk memperjuangkan kepentingannya masing-masing. Kondisi ini memuncak pada 1965 saat meletus peristiwa G30S/PKI, sehingga pembangunan masjid terhenti sama sekali.

Setelah situasi politik mereda, pada 1966, Menteri Agama KH M Dahlan mempelopori kembali pembangunan masjid ini. Kepengurusan dipegang oleh KH Idham Chalid yang bertindak sebagai Koordinator Panitia Nasional Pembangunan Masjid Istiqlal.

Tujuh belas tahun kemudian, Masjid Istiqlal selesai dibangun. Dimulai pada 24 Agustus 1961 dan diresmikan penggunaannya oleh Presiden Soeharto pada 22 Februari 1978, ditandai dengan prasasti yang dipasang di area tangga pintu As-Salam.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.