Sukses

WNI Eks ISIS, Kapan Pulang?

Meski masih berupa wacana, rencana memulangkan sekitar 600 WNI eks ISIS telah mengundang perbedaan pendapat yang tajam.

Liputan6.com, Jakarta - Ribut-ribut soal rencana pemulangan WNI eks ISIS hingga kini masih tak berujung. Bahkan, Kementerian Agama pun harus membuat bantahan atas kabar yang beredar di masyarakat.

Adalah Wakil Menteri Agama (Wamenag) Zainut Tauhid Sa’adi yang menegaskan bahwa tidak benar Menteri Agama Fachrul Razi mendukung rencana pemulangan 600 warga negara Indonesia (WNI) eks kelompok teroris Islamic State of Iraq and Syria (ISIS).

"Bapak Menteri Agama sendiri juga sudah menegaskan kembali melalui keterangan pers bahwa pemberitaan tersebut tidak benar. Karena sampai dengan detik ini Kemenag belum pernah menerima usulan tersebut dari siapa pun, termasuk dari BNPT," kata Zainut dalam keterangan Pers, Kamis (6/2/2020).

Kemenag pun segera melaksanakan rapat koordinasi dengan BNPT dan kementerian/lembaga terkait untuk melakukan kajian secara mendalam dan menyeluruh terkait kasus tersebut.

"Kami menilai masih adanya potensi ancaman keamanan terkait hal tersebut, karena bagaimanapun mereka bukan saja sekadar terpapar paham radikal, tetapi sebagian dari mereka adalah pelaku yang terlibat langsung dalam kegiatan di ISIS. Sehingga perlu ada tinjauan dari aspek hukum formalnya," terangnya.

Menurut Zainut, rencana pemulangan tersebut perlu dipertimbangkan kembali secara lebih matang, cermat dan ekstra hati-hati. Perlu dilakukan antisipasi dan kewaspadaan khususnya terhadap gangguan keamanannya.

"Langkah awal yang harus dilakukan adalah melakukan identifikasi profil mereka secara teliti dan cermat. Sehingga mereka dapat diklasifikasikan berdasarkan risikonya. Setidaknya ada tiga klasifikasi, pertama yang sudah sadar, kedua yang masih terpapar dan ketiga yang perlu mendapat perhatian khusus dan harus berurusan dengan hukum," ujarnya.

Kemenag, lanjut Zainut, dalam menanggulangi bahaya radikalisme telah menyiapkan program kontra narasi dan program humanisasi melalui pendekatan kontra radikalisasi yakni melalui upaya penanaman nilai-nilai ke-Indonesiaan serta nilai-nilai moderasi beragama.

"Dalam prosesnya strategi ini dilakukan melalui pendidikan, baik formal maupun non-formal di lingkungan sekolah Kementerian Agama," tandasnya.

Senada, Wakil Ketua Komisi III DPR Adies Kadier mengatakan, pemerintah harus hati-hati memulangkan WNI eks ISIS. Adies meminta pemerintah menjamin bahwa eks ISIS ini tidak akan melakukan aksi teror saat kembali ke Indonesia.

"Jangan dipulangkan terlebih dahulu sampai ada jaminan betul orang-orang ini tidak akan melakukan hal-hal terkait dengan ISIS di Indonesia yang sudah tenang, dan masih banyak masalah ekonomi," ujarnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (6/2/2020).

Menurut Adies, pemerintah tak perlu disalahkan karena tak memulangkan WNI eks ISIS ini. Sebab, para WNI ini yang memutuskan sendiri meninggalkan Indonesia dan berbaiat kepada ISIS.

"Jangan salahkan kita, mereka yang meninggalkan negara kita kok. Mereka yang mengubah pahamnya dari Pancasila menjadi paham ISIS. Jadi bukan kesalahan kita," tegas Adies.

Dia mengingatkan BNPT dan Kementerian Agama untuk hati-hati menyampaikan rencana pemulangan WNI eks ISIS.

"Jadi harus berhati-hati, BNPT, Kementerian Agama untuk menyampaikan hal itu harus punya perencanaan yang betul-betul matang baru menyampaikan statemen itu, baru kami memanggil dan menanyakan apakah betul-betul sudah matang mereka," jelasnya.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md juga menyatakan kekhawatiran jika WNI eks ISIS itu kembali ke Tanah Air.

"Mulai dari mudaratnya kalu dipulangkan itu nanti bisa menjadi masalah di sini, bisa menjadi virus baru di sini. Karena jelas-jelas dia pergi ke sana untuk menjadi teroris," ujar Mahfud Md di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (5/2/2020).

Menurut dia, apabila ratusan WNI eks ISIS itu pulang ke Indonesia, mereka harus terlebih dahulu mengikuti program deradikalisasi.

"Kalau nanti habis deradikalisasi diterjunkan ke masyarakat nanti bisa kambuh lagi, kenapa? Karena di tengah masyarakat nanti dia diisolasi, dijauhi. Kalau dijauhi nanti dia jadi teroris lagi kan," ujar Mahfud.

Di sisi lain, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu menjelaskan bahwa 600 WNI Eks ISIS itu masih mempunyai hak sebagai warga negara. Untuk itu, Mahfud menyebut saat ini pihaknya tengah mencari solusi yang pas untuk menyikapi hal tersebut.

"Kita sedang mencari formula, bagaimana aspek hukum serta aspek konstitusi dari masalah teroris pelintas batas ini terpenuhi semuanya," tutur dia.

Secara pribadi, Mahfud mengungkapkan dirinya tak setuju apabila WNI eks ISIS dipulangkan ke tanah air, sebab berbahaya bagi negara. Terlebih, belum ada negara yang menyatakan akan memulangkan warga negaranya yang eks ISIS.

"Dari banyak negara yang punya FTF (Foreign Teroris Fighter), belum ada satupun yang menyatakan akan dipulangkan. Ada yang selektif, kalau ada anak anak yatim akan dipulangkan, tapi pada umumnya tidak ada yang mau memulangkan teroris ya," ucap Mahfud.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Hak Warga Negara

Wakil Ketua DPR RI Aziz Syamsudin menyebut perlu banyak pertimbangan sebelum memulangkan WNI eks anggota ISIS dari Suriah. Namun, dirinya tak menolak jika memang mereka harus dibawa pulang ke Tanah Air.

"Prinsipnya pemulangan ISIS itu tinjauan dan pertimbangannya ada beberapa hal, minimal ada tiga pertimbangan apakah kita terima, kemudian melalui filter atau dalam hal sosialisasi UU, yang bertanggung jawab leading sektornya adalah BNPT," kata Aziz di Kompleks Parlemen Senayan, Kamis (6/2/2020).

Aziz pun mengingatkan bahwa warga negara memiliki hak untuk kembali ke tanah air dan berhak dilindungi negara.

"Atau kita tolak? Tapi dalam PP 7/2012 itu kewajiban negara untuk tetap anggap warga negara itu punya hak untuk kembali. Nah untuk kembali itu tentu melalui tahapan, tahapannya adalah jangan sampai ideologi Pancasila dan UUD 45 luntur," jelasnya.

Politisi Golkar itu mengakui pasti ada risiko apabila benar ada rencana memulangkan WNI eks ISIS. Namun, itu juga bukan berarti harus menolak kepulangan mereka.

"Secara risiko pasti ada risiko, tinggal bagaimana meminimalkan risiko," ucapnya.

Ia menyarankan agar pemerintah memilah terlebih dahulu WNI yang akan dipulangkan, apakah hanya ikut-ikut karena orangtua atau memang kriminal atau terorisnya.

"Makanya itu harus dipilah, yang memilah itu pemerintah silakan BNPT, kemenlu bekerja sama mendata yang pelaku utama siapa, rentetan pelakunya siapa, kemudian menjadi peserta pelakunya siapa dan korban dari pelaku siapa," tandasnya.

Sementara, Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera meminta pemerintah mempersiapkan secara matang rencana pemulangan 600 WNI mantan simpatisan ISIS dari Timur Tengah ke Indonesia. Proses pemulangan ratusan WNI itu harus dilakukan secara teratur.

"Mereka WNI. Dipulangkan dengan penanganan yang rapi," kata Mardani saat dihubungi, Rabu (5/1/2020).

Dia juga meminta pemerintah membentuk gugus tugas lintas kementerian untuk menangani WNI mantan pengikut ISIS itu. Penanganan eks kombatan ISIS tidak hanya dari segi agama tapi ekonomi dan sosial.

"Ada gugus tugas yang dibentuk lintas kementerian untuk menangani mereka baik secara ekonomi, sosial dan keagamaan. Bisa diregistrasi dan dilakukan moderasi," ujarnya.

Menurut Mardani, WNI eks ISIS perlu dipulangkan ke Tanah Air. Sebab, mereka adalah warga Indonesia yang membutuhkan kehadiran negara. Negara harus bisa memastikan seluruh warganya mendapat perlindungan yang sama.

"Seperti juga WNI yang kena ancaman virus Corona, mereka juga mesti diurus negara. Karena memang negara mesti hadir dan penanganan yang tepat justru jadi management knowledge yang mahal untuk SOP masa depan," tuturnya.

Tak hanya Mardani, Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrat Hinca Panjaitan juga mendukung langkah pemulangan tersebut.

"Sebagai sebuah state (negara), maka siapa pun yang masih berstatus sebagai warga negara Indonesia itu wajib diterima di Tanah Air ini," kata Hinca, Rabu (5/1/2020).

Meski mendukung, Hinca memberi catatan khusus bagi pemerintah jika ingin memulangkan WNI eks simpatisan ISIS. Pertama, intelijen harus mampu melakukan threat assesment pada setiap WNI yang kembali. Ini guna mengukur tingkat radikal dari setiap WNI eks kombatan ISIS itu.

Kedua, pemerintah harus mengadakan kegiatan kontra-terorisme bagi WNI eks simpatisan ISIS. Salah satu isi kegiatan yakni WNI eks pengikut ISIS membuat video-video pendek berisi alasan mengapa mereka akhirnya memilih pulang.

"Mengapa video? Sederhana alasan saya. Dalam melakukan rekrutmen, kelompok teroris sering memakai sarana media sosial dalam bentuk video propaganda. Ingat, kejahatan terorisme saat ini tidak dimulai langsung dengan weapon system tapi pemerintah harus berpikir juga untuk membuat kontra-terorisme berbasis cyber warfare sebagai langkah preventif," jelas Hinca.

Dia pun tak sependapat bila ada yang menolak WNI mantan simpatisan ISIS kembali ke Tanah Air. Apalagi jika ada yang menolak dengan alasan mengikuti kebijakan negara lain seperti Inggris dan Prancis. Menurut Hinca, geopolitik setiap negara berbeda-beda.

"Kita tahu tahun lalu Trump sempat memaksa negara-negara seperti Inggris, Perancis dan Jerman untuk membawa kembali eks kombatan ISIS untuk pulang. Namun ternyata tanggapan tiap negara berbeda, Perancis tidak mau memulangkan mereka sekaligus, mereka lakukan pemulangan berdasarkan kasus per kasus. Kalau Jerman, setahu saya mereka menyatakan bahwa WN yang diduga atau telah bergabung dengan ISIS masih memiliki hak untuk kembali," jelasnya.

Demikian pula dengan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon. Dia mengatakan, pemerintah memiliki kewajiban melindungi setiap warganya, termasuk WNI eks simpatisan ISIS.

"Pemerintah punya kewajiban lindungi tiap warga negara. Kalau mereka ibaratnya tersesat karena doktrin tertentu seperti ISIS, ya harus dikembalikan karena mereka jadi korban propaganda ISIS," kata Fadli Zon di Kompleks Parlemen, Senayan, Rabu (5/1/2020).

Menurut Fadli, pemerintah harus memfasilitasi bagi WNI eks anggota ISIS yang ingin kembali ke Indonesia. Pemerintah tidak boleh mengabaikan apalagi menyudutkan WNI tersebut.

Meski demikian, pemerintah diminta mempersiapkan secara matang prosedur pemulangan WNI eks simpatisan ISIS.

"Tentu ada protokol yang harus dijalani, semacam interogasi. Mereka harus dilihat apa yang terjadi, kronologi seperti apa, dibriefing kembali sebagai warga negara," ujar dia.

3 dari 3 halaman

Berawal dari Menag

Wacana pemulangan WNI eks ISIS ini bermula ketika Menteri Agama Fachrul Razi menyebut BNPT akan memulangkan 600 warga negara Indonesia yang tergabung dengan ISIS dari Timur Tengah. Dia menyebut 600 WNI itu sebagian besar telah membakar paspor Indonesia agar merasa dekat dengan Tuhan.

"Sekarang mereka terlantar di sana dan karena kepentingan kemanusiaan akan dikembalikan ke Indonesia," ujar dia dalam sambutannya di acara deklarasi Organisasi Masyarakat Pejuang Bravo Lima di Ballroom Discovery Ancol Hotel, Taman Impian Jaya Ancol pada Sabtu, 1 Februari 2020.

Wacana itu mulai menguat sehari kemudian setelah Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengatakan pihaknya masih membahas masalah penanganan WNI yang menjadi Foreign Terrorist Fighter (FTF) atau terduga teroris lintas-batas dari Indonesia yang ada di Suriah.

Hal itu diungkapkan Kepala BNPT Komisaris Jenderal Polisi Suhardi Alius usai menjadi pembicara pada Regional Expert Meeting on Comprehensive and Tailored Strategies for the Prosecution, Rehabilitation, and Reintegration of Persons Allegedly Associated with Terrorists Groups, di Jakarta, Senin (3/2/2020).

"Kami sudah menerima informasi kalau ada sekitar 600 lebih FTF Indonesia yang ada di Suriah. Kebanyakan memang adalah perempuan dan anak-anak. Saat ini hal itu masih dibahas di Kemenko Polhukam bersama kementerian dan lembaga terkait lainnya untuk langkah tindak lanjut ke depannya," ujar Suhardi.

Ia mengungkapkan, saat ini sudah ada beberapa negara yang telah memulangkan warganya dari Suriah, dan hal ini tentu bisa menjadi bahan pelajaran bagi Indonesia sebelum keluarnya keputusan itu.

"Jerman sudah memulangkan 100 orang lebih, Malaysia sudah tujuh orang, Australia ada sembilan orang dan sebagainya. Nah yang punya pengalaman itu hadir hari ini sehingga kita bisa saling sharing dan tukar pengalaman mengenai hal tersebut," kata Suhardi.

Alumnus Akademi Kepolisian pada 1985 ini mengatakan, Indonesia sebenarnya telah memiliki mekanisme penyaringan untuk terduga teroris lintas-batas yang akan masuk ke Indonesia itu.

"Contohnya seperti yang sudah dipulangkan pada 2017 dulu, sebelum adanya UU terorisme yang baru. Ketika kembali, mereka diikutkan program deradikalisasi dan ada juga yang diproses untuk masuk sel. Nah ke depan kami lihat bagaimana dengan adanya UU terorisme baru ini. Itu yang sedang kami diskusikan saat ini," ujar Suhardi.

Sementara itu, Deputi Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Mayjen TNI Hendri Paruhuman Lubis mengakui, tidak mudah melakukan deradikalisasi terhadap para mantan kombatan ISIS.

"Mereka telah dirasuki ideologi ISIS dan itu tidak mudah untuk menghilangkan dan mengembalikan ideologi mereka seperti dulu. Ini menjadi perhatian serius pemerintah Indonesia, karena banyak hal yang harus dipertimbangkan," kata Hendri, Senin (20/1/2020).

Mantan Danrem 173/Praja Vira Braja tersebut mencontohkan upaya BNPT menderadikalisasi mantan kombatan ISIS yang dideportasi dari Suriah pada 2017 lalu. Deradikalisasi itu baru berjalan dengan baik setelah hampir tiga tahun.

Sementara saat ini, menurut dia, ada sekitar 600-an warga negara Indonesia eks anggota ISIS yang menempati barak-barak tahanan di Suriah. Mereka telah menyatakan ingin pulang ke Indonesia, setelah impiannya hidup bersama ISIS hancur lebur, pascakekalahan total kelompok teroris tersebut. Hal tersebut menjadi perhatian pemerintah.

Menanggapi hal itu, Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Kombes Pol Asep Adisaputra mengatakan, Polri akan berkoordinasi terlebih dahulu dengan para pihak terkait untuk memverifikasi 600 WNI​​​​ ​pengikut kelompok teroris ISIS di Timur Tengah yang akan dipulangkan ke Indonesia.

"Info 600 orang itu, langkahnya diadakan verifikasi. Harus jelas dulu track record-nya," kata Kombes Asep di Mabes Polri, Jakarta, Senin (3/2/2020).

Ia memastikan pemerintah akan bertindak dengan cermat dalam memverifikasi para WNI yang kini berada di Suriah tersebut. "Tidak sembarang mengembalikan itu," ucapnya menegaskan.

Pihaknya juga akan terus mengawasi para WNI eks teroris ini untuk memastikan bahwa mereka tidak mengajarkan paham-paham radikalisme.

"Kita perlu upaya tetap mengawasi gerak gerik orang tersebut agar tak memaparkan paham radikalisme," katanya.

Ia menambahkan, dari 600 WNI yang akan dipulangkan, 47 orang di antaranya sedang berada dalam tahanan.

"47 orang sebagai tahanan dan selebihnya pengungsi biasa," ungkapnya.

Namun, Menteri Agama Fachrul Razi mengklarifikasi pernyataannya. Dia menyebut pemerintah masih mengkaji kemungkinan kepulangan itu.

"Rencana pemulangan mereka itu belum diputuskan pemerintah dan masih dikaji secara cermat oleh berbagai instansi terkait di bawah koordinasi Menkopolhukam. Tentu ada banyak hal yang dipertimbangkan, baik dampak positif maupun negatifnya," kata Fachrul melalui siaran pers pada Selasa, 4 Februari 2020.

Fachrul menjelaskan, pembahasan ini masih terus dilakukan. Dia menyebut BNPT memberikan saran terkait pentingnya upaya pembinaan jika WNI eks ISIS dipulangkan.

Meski begitu, kata Fachrul, proses pembinaan itu bukan hal mudah karena mereka adalah orang-orang yang sudah terpapar oleh idealisme yang sangat radikal.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.